(18+) Adult Content
Kisah ini menceritakan tentang kehidupan Raffael, seorang pemuda pengidap Nekrofilia. Membuatnya melakukan banyak hal tidak manusiawi dan keji.
FYI: Nekrofilia adalah kelainan yang membuat penginapnya memiliki ketertarikan seksu...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Suara kendaraan lewat sedikit menyadarkan seorang penjaga gerbang yang tengah mengantuk pagi itu. Tampak satu buah mobil dan motor memasuki halaman rumah sakit. Masing-masing dari kendaraan itu parkir di parkiran depan yang di khususkan untuk pengunjung.
Dari dalam mobil, Ramli, Angga dan ibunya keluar. Sementara Pak RT dan istrinya turun dari motor, ia melepas helmnya dan memberikan ke sang istri untuk dirapikan di atas motor.
Sementara dirinya membuka jaket dan mencabut kunci motor. Melihat Ramli dan keluarga yang sudah menunggu di luar parkiran, mereka dua mempercepat langkahnya.
Kelima orang itu lalu masuk ke dalam rumah sakit dan bertemu langsung resepsionis yang berjaga di lobi. Pak RT maju sebagai yang terdepan untuk meminta informasi. “Permisi, Bu. Saya mau tanya,” kata Pak RT yang berdiri di depan meja resepsionis.
“Silahkan, Pak.” Sang resepsionis menunggu pertanyaan.
“Begini, tempo hari kan saya bawa jenazah tanpa identitas ke sini. Udah agak lama sih, mungkin udah hampir dua minggu. Sekarang saya dateng nih sama keluarganya, niatnya mau ngambil gitu. Bisa gak?” tanya Pak RT.
“Untuk info soal itu, datanya ada di admin instalasi pemulasaraan jenazah, Bapak. Dari sini ikutin lorong aja, nanti belok kiri terus sampai belakang. Nanti ada tulisan kamar jenazah, bapak masuk ke ruangan yang di seberangnya ya,” kata sang resepsionis menunjukkan arah.
“Oh iya iya, jadi kita ke kamar mayat nih ya?” tanya Pak RT sekali lagi untuk meyakinkan.
“Bukan, Bapak. Patokannya kamar mayat, tapi Bapak jangan masuk ke kamar mayat tapi ke ruangan administrasi di seberangnya.” Setelah mendengar penjelasan untuk yang kedua kali dari resepsionis, akhirnya Pak RT paham maksudnya.
Mereka segera beranjak dari lobi, Pak RT memimpin mereka berjalan menyusuri lorong-lorong. Bau obat-obatan tercium dan sesekali berpapasan dengan beberapa perawat yang tengah bertugas.
Pak RT terus membawa mereka mengikuti jalan yang ditunjukkan oleh resepsionis tadi. Hingga sampailah mereka di kamar jenazah. Seperti info yang ia dapat, di depannya terdapat sebuah ruangan lagi. Pak RT menoleh ke arah dalam, melalui pintu kaca itu ia bisa melihat beberapa orang di dalam sana.
“Udah yuk, masuk aja,” kata Pak RT yang kemudian membuka pintu. “Assalamuallaikum!” ucapnya saat masuk ke dalam ruangan diikuti dengan Ramli dan yang lainnya.
“Waalaikumsalam, ada apa nih rame bener?” tanya seseorang pria gemuk berkacamata yang tengah duduk di meja dengan sebuah komputer di depannya. Serta tumpukan berkas-berkas yang disusun teratur di samping komputernya.
“Begini, Pak. Kita ke sini mau nanya soal jenazah yang mungkin masih nyangkut di sini gitu,” jelas Pak RT.
Admin itu mengangguk dan mulai mengambil berkas-berkas yang ia susun ke dalam sebuah binder. “Silahkan duduk, Pak,” ucapnya.