12. Malam menyuarakan kebencian

879 138 7
                                    

Bimantara turun dari motor yang masih menyala hanya untuk membuka gerbang rumah lalu kembali menaiki motornya memasuki halaman rumah. Terpampang jelas motor Abi dan mobil sang ayah di garasi.

"Mas Bimanatara sudah pulang ya?" Sapa bu nina yang bekerja dirumahnya saat Bimantara membuka pintu rumah. Bimantara awalnya terkejut kemudian tersenyum ramah pada bu nina.

"Ini loh mas, Tadi mas Abi nitip kwetiau untuk mas bimantara." Bu nina menyiapkan satu piring dan sendok untuk Bimantara dengan satu kwetiau yang terbungkus oleh kertas nasi itu.

"Taro di meja aja bu, ibu istirahat aja udah tengah malem ini." Bimantara membuka jaket levisnya kemudian diletakan diatas kursi bersama kunci motornya.

"Yasudah mari mas." Setelah mendapatkan jawabannya dari Bimantara Bu nina kemudian berpamitan ke arah belakang rumah.

Bimantara memandang kertas nasi tersebut dengan jari yang mengetuk-ngetuk pelan di atas meja makan. "Ck, ngapain sih anjing?" kesalnya sambil tangannya menyisir rambut yang sudah sedikit mulai panjang kebelakang.

"Loh mas bimantara teu acan bobo?" Bimantara menoleh ke arah belakang mendapat mang kukus pekerja tukang kebun rumah dengan setelah kaos putih yang hampir mencokelat dan tak lupa sarung yang bertengger di pinggangnya.

"Mau ngapain mang?ngeronda?" Alih-alih menjawab Bimantara bertanya balik.

"Bikin kopi. tariis malem gini teh euy enaknya mah ditemenin kopi sama pisang goreng anget-anget."

"NAH! pas banget nih ada rezeki buat mang Kukus kwetiau masih anget!" Ujar Bimantara kemudian memberi kwetiau tersebut. Mang kukus senyum sumringah ibaratnya rezeki gak bakalan pernah ditolak langsung diambil aja tanpa basa basi lagi.

"Wah si mas teh bager pisan yah. nuhun atuh yah mang kukus bawa nih? Ikhlas pan?"

Bimantara terkekeh lalu mengangguk. "Ikhlas mang." Kemudian Abi menaiki tangga untu kekamarnya meninggalkan mang kukus di meja makan menyantap kwetiau itu.

Bimantara bersiul kedua tangannya ia selipkan pada saku celananya. Saat akan membuka kenop pintu kamarnya bersamaan dengan Abi keluar dari kamarnya. Saling tatap tak ada senyuman diantara mereka.

Abi tersenyum kecil. "Baru pulang?" Bimantara hanya menjawab dengan deheman pelan saat langkahnya akan masuki kamarnya Abi kembali mengucapkan sesuatu.

"Kwetiaunya udah di buang ke tempat sampah lagi ya?" Bimantara menoleh masih dengan Abi tersenyum kecil. Seakan Abi tau kebiasaan Bimantara saat dibelikan kwetiau olehnya yang berakhir dibuang ditong sampang belakang rumah.

Abi selalu mengeceknya setiap pagi.

"Gue kasih ke mang kukus."

"Sampai kapan? sampai kapan lo selalu gini Bimantara."

Bimantara menghembuskan nafas gusar lidahnya ia kesampingkan didalam. "Gue capek. udah lah lo mending tidur berisik tau gak sih?"

"Lo capek? Gue sama ayah lebih capek liat lo gini terus bim! sampai kapan hah? sampai gue sama ayah mati dulu baru lo sadar?!"

"Gue gini-gini aja dari dulu. udahlah lo jangan so tau tentang gue."

"Disini ada gue Bimantara, lo mau nangis sini gue rangkul, lo rapuh? sini gue obatin semua lukanya, Lo kangen bunda? ayo sini sama gue kita bareng-bareng kangenin bunda."

"Gak gini caranya Bimantara." Dengan suara yang menelangsa membuat Bimantara memejamkan mata sekilas.

"LO TUH-" Ucapan Bimantara terjeda hanya untuk mengusap wajahnya dengan kasar. Ingatan semua tentang bunda terulang dengan cepat dikepalanya, ia tidak bisa berlama-lama dengan Abi rasanya begitu sesak, dadanya seakan-akan begitu sakit. "GUE BENCI LO ANJING STOP BIKIN GUE MERASA KEBERADAAN BUNDA ADA DI DIRI LO ABI." Teriakan Bimantara terdengar jelas dari kamar jeremy. Kamar ketiganya berdekatan hingga pria itu bisa mendengar jelas keributan kedua anaknya. Baru saja ia akan melelapkan dirinya dengan tergesa-tegasa ia keluar. Jeremy mendengar sangat jelas. sangat.

Ia menciptakan seengok rumah hanya berisi kebencian? sudah seberapa jauh?

"Bimantara?" Suara kelu dikerongkongan Jeremy membuat kedua kembar menoleh.

Ah, suasana macem taik! batin Bimantara.

Abi membuang pandangan ke arah lain.

Ucapan dari mulutnya membuat Abi sakit direlung hatinya bukan hanya Abi tetapi juga Sang ayah. Bimantara sontak menutup kedua mulutnya ia menyakiti kembarannya untuk sekian kali. Ia merunduk menghadap ke dinding.

"Abang lagi capek ya? ah jadi kesel kan? gak bener-bener benci, Kakak kan?"

Jeremy mendekat dengan sangat hati-hati. Takut Bimantara tak suka di sentuh olehnya. "Kakak?" Jeremy menoleh mendapati Abi tersenyum mengangguk bahwa ia tak apa-apa tetapi mata tak bohong, kedua manik Abi menahan bendungan air mata.

"Abang kenapa gini? abang jangan benci kakak ya? kalau kalian saling membenci, ayah harus apa..... bunda marah loh nanti, ayo saling maaf." Bisik Jeremy sangat pelan tangannya bergerak pelan merangkul pundak Bimantara.

Abi melangkah mendekat, "Maafin kakak ya? untuk kwetiau gapapa nanti besok kakak beli lagi untuk abang."

"Tonjok gue Abi." suara serak dari Bimantara. Jeremy menoleh ke arah Abi. Abi tau, ia menggeleng seakan bertelepati dengan Sang ayah, 'Gak mungkin abi lakuin hal sekeji itu.'

"hahaha apa sih bang, gue gak bisa tonjok lo."

Getaran kedua bahu Bimantara, kali pertama kalinya ia meruntuh di hadapan kembarannya dan Sang ayah. Rasanya tak ingin berlama-lama Bimantara langsung memasuki kamarnya menutup pintu dengan dentuman begitu keras.

Abi tersentak dalam diam, rasanya sakit begitu sakit. Jeremy mengusap pintu kamar anaknya itu kemudian melirik Abi.

"Kak,"

"Gapapa, Abi yg salah. Ayah tidur lagi aja ya? maaf ayah."

~bersambung.....

Pusat semesta ayahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang