"Bunda, jadi abi atau bimantara yang jadi kakak?" Tanya anak lelaki berusia lima tahun itu bernama, Abi.
Bunda yang sedang melipat baju menoleh melihat abi lantas dia hampiri menyamakan tingginya dengan Abi. "Eum, Abang Bimantara itu abang, Abi. begitu juga sebalik, Kakak Abi itu kakak, Bimantara." Tutur Bunda sangat amat lembut begitu juga elusan di bahu Abi.
Abi memeluk mainan mobil dangkar pun menggeleng, "Tapi, Abang gak mau panggil Abi kakak, Bunda!" Abi merajuk namun Bunda tersenyum.
Melirik pada anak laki-laki satunya sedang menonton dengan amat tenang. kemudia Bunda menaruh kembali atensinya pada Abi. Di rapihkannya rambut anaknya itu dengan lembut, "Kak Abi, harus jadi anak yang kuat dan lembut ya?"
"Kenapa bunda?"
"Karna suatu saat, kalau poros hidup Abang Bimantara hilang, hanya kakak Abi yang bisa mengembalikan poros hidup Abang."
"Abang Bimantara itu terlihat gak perduli, tapi sebetulnya paling perduli. Abang Bimantara itu terlihat kuat, padahal dia paling cepat rapuh." Ucap bunda pada Abi. walau saat itu Abi tidak paham apa maksud dari perkataan Bunda.
"Abi mau janji sama bunda?"
"Janji apa bunda?"
"Janji untuk selalu meretangkan tangan kakak, ketika Abang rapuh?" Bunda mengulurkan kelikingnya pada anaknya itu. Abi mengangguk dengan semangat menautkan jarinya.
"Janji."
Rupanya, Hari itu Abi paham. Bunda menitipkan pesan tersebut ketika mereka berdua beranjak diumur sepuluh tahun, Bunda direngkuh cepat-cepat oleh tuhan.
Dan rupanya, Poros hidup Bagi Bimantara adalah Bunda. Kepulangan bunda tepat depan mata keduanya Sebelum kepulangan Ainy, Ibu dari dua anak itu mengidap kanker otak stidum 4.
Abi masih ingat betul, percakapan Bunda dengan Bimantara saat itu. Katanya gini, "Bunda, sakit kanker? eumm katanya kalo kita kanker hidup kita gak lama lagi ya, bunda?" perkataan Bimantara diumur sepeluh tahun bocah yang tak menahu apa arti sebuah kehilangan itu kini masih terputar jelas di ingatan Abi.
Abi menutup pelan pintu kamar lantas meraih obat yang biasa yang gunakan ketika kepala tiba-tiba nyeri. pandangan Abi menerawang seakan dirinya kembali pada kilas balik bayangan bunda yang terbaring lemah dan Bimantara disisi Sang bunda delapan tahun lalu.
"Tapi bunda, kalo udah mati tuh bakal gimana?" Pandang Bimantara ke atas, seakan dia berfikir keras apa itu kematian.
"Ah, bakal jadi bidadari kan bunda!" Seketika wajah Bimantara merunduk pundak naik-turun, Bimantara kecil menangis.
"Tapi Abang gak mau bunda jadi bidadari! Abang mau Bunda hidup, bunda janji besok sembuh?" Ayni mengangguk sebagai janjinya pada bimantara dan Abi.
Abi tersenyum tipis, melihat bayangan kilas balik yang sampai saat ini masih teputar tak ada satu pun yang cacat dalam ingatannya. Rupanya janji Sang Bunda tak kunjung ditepati. esoknya ia pulang, pulang karena dia lebih mencintai tuhan.
"Bunda kata ayah, Abi semuanya mirip sama bunda. sangking mirip, sakit bunda yang dulu, sekarang ada di Abi, bunda."
Abi tidak menangis, Abi sama sekali gak benci dengan sakit yang kini di deritanya. Abi hanya khawatir jika nanti, dia tidak ada dirumah, siapa yang memastikan Bimantara sudah pulang atau belum, makan atau belum. Atau siapa tau nanti Bimantara butuh dirinya?
Abi mengadahkan kepalanya lantas menutup mata. "Abi harus gimana bunda?"
"Abi ingkar, maaf." helaan nafas demi helaan seakan membawa kedukaan yang sungkar itu ikut dikeluarkan.
Hening, hanya ada suara detak jam di dinding sampai pada ketukan pintu membuat Abi menoleh mendapati Jeremy memasuki kamar yang masih mengenakan kemaja putih dengan dasi yang kini sudah tak karuan.
"Mulai besok Abi cuti sekolah yah?" Tanyanya saat Jeremy duduk disisi kasur.
Jeremy mengangguk tersenyum tipis, "Iya, ayah udah urus semuanya sama dokter tegar."
"Ayah, Abi bisa sembuh kan?"
"Bisa dong Kakak, bisa. Janji untuk ayah harus sembuh?" Ucap Jeremy dengan semangat menyakinkan Abi.
"tapi, dulu juga bunda janji. bunda ingkar kan?"
••••••♡♡••••••
Suasana pagi ini di sekolah lumayan sepi terlebih lagi jam menunjukan pukul setengah delapan yang artinya murid-murid kini sudah di dalam kelas. kecuali Renjana hari ini sepertinya hari tersialnya. Pria dengan postur tubuh kurus itu beberapa kali mengeluarkan umpatan saat tak menumukan parkiran untuk sepeda motornya.
Pandangan beralih pada pria yang berjalan menuju parkiran lantas dirinya tersenyum saat keduanya saling tatap pria itu sempat terkejut melihat Renjana.
"Loh? gak masuk kelas?" Jeremy menghampiri renjana. Yang ditanya pun menggaruk kecil rambut tidak gatal.
"Anu om, parkiran penuh." Jawabnya membuat pandangan jeremy menyisir parkiran berharap ada secuil ruang untuk sepada motor Renjana.
"Om abis dari mana? nganter Bimantara ya?" Gurau renjana membuat jeremy tertawa pelan. "Bimantara mana mau dianter, om abis ke wali kelas Abi."
Renjana cuma mangut-mangut sebelum dia liat amplop surat yang membuat atensi Renjana seluruhnya pada kertas itu. "Om itu apa?" Jeremy mengikuti pandangan Renjana.
"oh, ini surat cuti sekolah Abi." Lantas Renjana menautkan halisnya. "Abi sakit." lanjut Jeremy yang melihat Renjana seperti orang kebingungan.
Renjana masih bungkam dia masih mencerna apa yang di ucapkan oleh ayah dari si kembar itu. Bahkan ketika Jeremy berpamitan pun ia masih diam tak sadar bahwa Jeremy sudah pergi. beberapa menit setelah itu Renjana langsung bergegas berlari meninggalkan motornya yang masih terparkir di tengah parkiran.
Renjana berlarian menuju kelas Abi dengan perasaan tak karuan. dia bahkan lupa jam pertama dikelasnya sudah mulai. Renjana membuka pintu kelas Abi dengan nafas memburu melihat sekekeling yang untungnya belum ada guru yang masuk.
Pandangannya kini pada Natan, "Natan!" panggil Renjana sambil berjalan menghampiri meja Natan. Natan yang sedang sibuk membuat tugas pun menoleh, "Lo berisik anjir! ada apaan?" ketusnya.
"Abi,"
"Iya si Abi anjir tuh anak belum dateng kemana sih? lo liat gak ren? jangan sampe tu anak telat gara-gara si bimantara goblok!"
Renjana menggeleng, menelan ludahnya sendiri, "Abi cuti, dia sakit!"
~Bersambung....

KAMU SEDANG MEMBACA
Pusat semesta ayah
Teen Fiction❝Jiwa-jiwa yang patah tentang kehilangan arah yang bercampur elegi.❞ 📌bukan bxb