13. Obat gundah gulana

966 144 6
                                    

Tempat kedai sate pak lenong ini menjadi tempat rampung risalah hatinya. Seperti malam ini pukul satu malam daerah sudirman angin malam mendekapnya bersama amarah di lubuk hati.

"Ck, sate lu keburu dingin." Natan bersuara setelah kembali duduk di hadapan Abi. Natan membawa dua gelas kopi yang tadi ia pesan di sebelah kedai sate pak lenong.

Satu porsi sate Abi biarkan begitu saja, seakan objek di sebrang sana lebih menarik dari pada sate itu. Abi melirik Natan yang kini mengambil satu rokok miliknya sempat ia beli untuk Natan, dibiar begitu saja di atas meja.

Satu gelas kopi oplet tanpa gula Natan geser lebih dekat pada Abi, "Eh, lu tau gak sih?" Pembukaan pidato singkat Natan membuatnya melirik kembali. Natan mengepulkan asap rokoknya ke udara sebelum melanjutkan perkataannya. "Masa kopi oplet naek dua rebu." Kan, sudah dibilang.

"Tadi gue protes malah dibilang gak mampu anying!" Serunya di iringi geplakan dimeja. Membuat pak lenong sedang mengipas sate terkejut bukan main. "Natan saya usir kamu ya!" Kesal pak lenong menunjuk Natan dengan kipas anyaman terbuat dari bambu.
Pelakunya cengengesan gak jelas. "Hehe ampun udo."

Abi menyugingkan senyumnya, kemudian melirik sate dihadapannya. satu suap berhasil masuk dalam mulutnya. kunyahan pelan dengan sesak dihati menyatu, sesakit itu mengingat kejadian dimana Bimantara menyuarakan kebencian dihadapnnya. Abi tak mengelak, kali ini memang begitu terluka.

Natan melirik kawannya, mematikan rokoknya kemudian menyeruput kopi hangat miliknya. "Lo jangan bilang gapapa mulu, Basi. kali-kali bilang jancokkk!" Seru Natan yang menyatu dengan suara kenderaan yang baru saja melewatinya.

Abi terkekeh, "Jancok lo."

"LAH NAPA GUE?"

Abi sibuk dengan satu porsi sate menengok Natan. "Berisik dari tadi, noh sate lo makan."

"Tapi Bi, tanpa lo cerita pun gue udah tau. ngajak gue kesini." Ucapnya tanpa melirik Abi. Natan sibuk menyisihkan bawang goreng di satenya. Sekilas Abi menghentikan kunyahannya setelah mendengar ucapan Natan.

Memang sudah menjadi runtinitas keduanya makan bersama tengah malam seperti ini di kedai sate pak lenong Ibarat obat gundah gulana mereka. Seperti saat Natan yang baru di tolak oleh cintanya waktu seminggu lalu, ia mengajak Abi tengah malam itu hanya untuk menemani Natan menangis dihadapan porsi satenya atau saat Abi tengah meruntuh merenung tanpa menyentuh makananya, Natan meneminya tanpa sepatah kata apapun. 

Natan sahabatnya sejak sewaktu SMP satu bangku, satu jurusan sampai saat ini. kawannya itu sepertinya sudah khatam betul bahasa tubuh Abi. Ketika Abi sedang menyukai gadis, Natan tau. Ketika Abi sedih melewati duka, Natan mengtahuinya. Natan tetap diam tanpa menanyakan rentetan suasana hati Abi. Natan mempunyai cara tersendiri yaitu membawakan pidato kecil-kecilan tentang melonjaknya harga kopi oplet kedai sebelah, tentang air meneral botol kaca harganya mencekik isi dompet, ada banyak hal masih Natan susun agar Abi tak berduka sendirian.

Abi sosok yang tak pernah menceritakan duka di jiwanya, amarah, dan rindunya sosok Sang bunda, Ia tidak pernah menyuarakan hal itu pada Natan maupun Renjana.

"Bi, lo kuat bener ya," Batin Natan.

Abi melirik Natan tengah memandangnya cukup lama sampai-sampai satu tusukan sate yang sudah licin itu masih Natan grogoti. Abi terkekeh melihatnya, "Gue tinggal ya Nat!" Gurau Abi saat satu suapan terakhirnya lengkap dengan kuah di daun pisang yang menjadi alas piring sate di garap habis olehnya. 

Natan terkesiap melotot melihat Abi yang sudah akan pergi, buru-buru ia melahap habis sate padangnya bisa di bayangkan kedua pipinya menggelembung seperti hamster menyimpan makanan di dalam kantung pipinya

"Tunggu cok! Sayang dua puluh rebu ni!"

•••••••♡♡•••••••

Suara dering ponsel di nakas membuat Bimantara perlahan membuka kedua matanya. tangan kanannya terulur mengambil ponsel tanpa melihat siapa yang menghubunginya sepagi ini. 

Baru saja akan bersuara namun suara lengkingan disebrang sana membuat bimantara menjauhkan ponselnnya dari telinga. "Wake up!!! lo jangan telat lagi ya!awas aja." Bimantara bisa menebak suara lengkingan siapa pagi-pagi membuat telinganya ini nyaris mendesing. 

Pelakunya, Jingga.

Baru saja Bimantara akan berceloteh sarkas namun disebrang sana sudah mematikan sepihak sepertinya Jingga sudah tau sarkasan apa yang akan keluar dari mulut Bimantara. Bimantara melirik jam di dinding kamar, Pukul 6 pagi. ia bangun dari tempat tidur diringi dengusan pelan tampaknya ia akan memulai kembali hari-hari dimana tanpa adanya, Bunda lagi. 

"Pagi mas bimantara." Sapa ibu nina saat Bimantara berjalan ke arah meja makan mengambil segelas air yang sudah disiapkan langsung ia teguk sampai habis. 

Bimantara tersenyum ramah, "pagi juga bu." meletakan gelas yang sudah kosong di atas meja kembali. Ia menyisir ruangan tampak sepi, Biasanya Abi dan ayah sudah ada dimeja makan tetapi pagi ini kedua kursi yang dihadapannya masih belum terisi oleh pemiliknya. 

"Abi sama ayah, kemana bu?" Tanyanya menggeser kursi tanpa melirik Bu nina yang sedang memotong bawang. "Tadi pagi banget bapak sama mas Abi pergi, ibu juga gak tau mas. memangnya bapak gak ngasih tau mas bimantara?" 

Bimantara hanya mengangguk-angguk dengan suapan pertamanya nasi diguyur oleh kuah gulai kambing masakan bu nina salah satu kesukaan Abi yang seharusnya dia ada disini makan bersamanya mencicipi gulai kambing khas bu Nina lagi. Sudah lama Bu nina tak masak gulai kambing setelah mengetahui ayah memiliki tekanan darah tinggi.

Aroma bumbu campuran daun jeruk, kunyit, kecap dengan dipadu santan kental itu merangsang. "Gimana mas? enak?" pertanyaan dari bu nina membuyarkan lamunan Bimantara. Ia menutup mata dan mencicipinya kembali menebak-nebak bumbu mencoba mencari kekurangnya, "enak." Jawabnya dengan mengacungkan jempol. Bu nina tersenyum senang.

"Tapi bu, Bimantara boleh minta tolong?"

"apa tuh mas?"

"Kecapnya kebanyakan kalo untuk Abi, bu. nanti kalo Abi udah pulang, tolong buatin lagi ya bu?"

~bersambung....

~bersambung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ayooo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ayooo... yang kemaren-kemaren soudzonin bimantara siapa? Bimantara punya caranya tersendiri nih






Pusat semesta ayahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang