"Gi?"
Egi yang sedang meringkuk di kasur, mengubah posisinya. Dia bergeser sebelum melongok dari gulungan selimut ke arah Juan yang sedang berdiri di ambang pintu kamar.
Ini hari Sabtu dan matahari belum cukup tinggi, namun sang Kakak sudah berpakaian rapi. Wangi parfumnya bahkan bisa Egi cium walau jarak mereka cukup jauh.
"Apaan?" Egi menyahut malas, sambil mengucek matanya yang masih sayu.
"Ayo beli penggaris baru!" katanya heboh.
"Itu doang?" tanggap Egi kesal. "Aku juga bisa ajak Dikta buat beli, nggak perlu Mas Juan yang repot-repot anter."
Juan mencebik. "Itu mah kesenengan kamu, jadi bisa jalan sama cecunguk itu. Lagian Dikta katanya lagi ada ada urusan."
"Mas Juan tau dari mana?"
"Udah tak tanyain ke bocahnya. Kamu pergi sama Mas aja, daripada di rumah sendiri."
Gadis yang lebih muda berguling malas, kini kembali menutup wajahnya dengan selimut sebelum menyahut kecil, "Nggak mau ah, mager."
"Ayo dong, Gi. Sekalian temenin Mas ke kampus."
"Ngapain? Biasanya juga ke kampus sendiri."
"Ngasih makalah ke temen. Kalau ditemenin kamu kan Mas punya alasan buat pergi cepet, biar nggak diajak nongkrong."
"Egi males. Kan bisa tuh ajak cewekmu yang bohai itu."
"Siapa?"
"Sandrina-sandrina itu, yang kata Jaler mirip biduan kampung sebelah."
"Udah putus." Juan jadi rada nggak mood. Lantas jadi mendelik ketika sadar. "Kok jadi bahas mantan Mas sih? Ayo beli penggaris!"
"Kan udah dibilang, aku tuh males!" Egi menggeram, sekarang dia yang gregetan pada kakaknya itu.
Juan berpikir sebentar. Pokoknya dia harus mengajak sang Adik ke luar, males banget kalau di kampus nanti dia tidak punya alasan untuk cepat pergi. Kan ngeselin kalau mantannya tiba-tiba datang dan mengajaknya pergi. "Nanti tak beliin donat deh."
"Dih Mas Juan kira aku adiknya Daru!"
"Ya udah, kamu lagi pengen apa?"
"Haagen Dazs."
"Kamu mau morotin Mas?"
"Hehe,"
"Jangan es krim, kamu kan gampang pilek!"
"Alesan! Ngomong aja ngga punya duit!"
"Pringles aja, mau nggak?."
"Deal!"
Karena itulah sekarang Egi berada di salah satu taman, dekat departemen tempat sang Kakak kuliah. Juan sedang menghampiri temannya di basecamp salah satu UKM. Ia tidak mengajak Egi ikut serta karena kebanyakan temannya laki-laki, bisa-bisa Egi digombali mereka habis-habisan.
Egi juga lebih memilih di sini sih, dia rada tidak percaya diri setelah melihat beberapa mahasiswa yang ada di sana. Penampilan mereka keren-keren sekali, berbeda dengannya yang sekarang hanya memakai kemeja berlengan pendek dan celana longar di bawah lutut. Ia kira mahasiswa di sini cenderung berpakaian lebih santai karena berada di lingkungan teknik. Pantas saja Juan kelihatan lebih "tertata" setelah masuk kuliah.
Ngomong-ngomong soal Juan, laki-laki itu belum juga kembali setelah lima belas menit. Padahal katanya sepuluh menit saja urusannya sudah kelar. Egi kan jadi bosan berada di sini sendiri. Belum lagi tatapan beberapa orang yang lewat, Egi merasa seperti dilucuti. Mereka mentapnya dengan heran, seolah Egi adalah spesies langka yang kehadirannya sangat tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Felicity | ON HOLD
Novela Juvenil"You only need to find a definition of happiness, not a definition of perfection." Treasure Kim Doyoung//2021