Biasanya Dikta menghabiskan waktu istirahat di perpustakaan. Membaca buku-buku sains atau mengerjakan soal latihan ujian. Dikta bukan tipe siswa kutu buku yang kuper dan tidak mudah bergaul. Tetapi karena sifat ambisnya perihal nilai Dikta mulai jarang berada di luar kelas selain di perpustakaan.
Namun hari ini berbeda. Laki-laki itu menepikan buku-bukunya, lebih memilih berada di tepi lapangan basket dengan sekaleng cola di tangan. Dia hanya memperhatikan siswa yang bermain sampai Doni, salah satu teman sekelasnya mengajaknya bergabung.
Dikta cukup baik dalam permainan basket. Bahkan waktu SMP dia pernah ikut perlombaan. Namun Dikta memilih meninggalkan bidang itu, berganti menekuni bidang akademik seperti yang orangtuanya harapkan.
"Tumben Si Pangeran gabung," cetus salah satu orang di lapangan. Kalau Dikta tidak salah ingat namanya Indra, pentolan tim basket sekolah yang lebih banyak mengikuti turnamen daripada belajar di sekolah. Pemuda itu sedang menatap Dikta remeh. "Bisa dribel bola nggak lo?"
Dikta terkekeh tengil. "Let's see," katanya sebelum dengan cepat menyentak bola, merebutnya dari tangan Indra. Lantas laki-laki berambut ikal itu menggiring bola dengan cepat. Lalu melakukan lay up shoot tanpa hambatan.
Masuknya bola ke ring, disambut sorakan riuh dari Doni dan teman sekelasnya yang juga ada di sana. Doni sendiri sudah merangkulnya, sambil menatap penuh kepuasan ke arah Indra.
"Temen gue nih, Ndra!"
Indra hanya berdecak. Sempat mengambil bola yang di oper temannya sebelum menatap tajam pada Dikta. Yang hanya dibalas Dikta dengan senyum miring.
"Gimana?" tanya Dikta enteng. "Masih mau ngatain gue nggak bisa dribel?"
Lantas seperti yang Dikta duga, Indra menantangnya. Membuatnya menghabiskan sisa istirahat untuk bermain basket di lapangan. Hingga permainan mereka terpaksa berakhir saat bel masuk dibunyikan, menciptakan sorakan kecewa dari murid lain yang sejak tadi menonton.
Indra dan gengnya sudah kembali ke kelas. Meninggalkan gerombolan Dikta dan beberapa teman sekelasnya di tepi lapangan.
"Ini beneran jam kosong kan?" Dikta bertanya pada Doni setelah dia menenggak air mineral yang temannya itu sodorkan.
"Ho-oh, Pak Budinya lagi takziah. Jadi sabi lah kita nongki-nongki dulu di sini. Panas di kelas mah," jawab Doni. Cowok bermata sipit itu sempat mau berdiri tapi ketika melihat seseorang berjalan ke arah mereka, dia malah kembali merapatkan duduknya pada Dikta. Lantas memukul-mukul lengan Dikta dengan heboh. "Yua, Dik! Itu Yua!"
Dikta jadi menoleh ke arah yang di tunjukan Doni. Matanya menemukan sosok perempuan berambut sebahu yang sedang berjalan mendekat. Dikta jelas mengenalnya. Namanya Yuananda Tidari. Kalau kata Doni sih,
"Mantan kesayangan lo tuh, Dik!"
Yang disahuti oleh temannya yang lain dengan, "Yang katanya paling membekas kan ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Felicity | ON HOLD
Teen Fiction"You only need to find a definition of happiness, not a definition of perfection." Treasure Kim Doyoung//2021