2

20 6 0
                                    

"Rafa mau apa? Capek banget? Aku ikut, ya, ke rumah!" Seru Friska, "ya." Singkat Rafa. Friska masih menyimpulkan senyumannya meski dijawab singkat, padahal mereka bertemu tatap muka bukan melalui ruang obrolan media sosial. "Lo bisa berhenti untuk pertahankan hubungan ini gak?" Tanya Rafa tiba-tiba, "kenapa lagi?" Tanya balik Friska, "lo enggak mikir? Gue benar-benar muak, gue mau sendiri. Lo enggak capek? Gue benar-benar mau sendiri tuh susah banget," marah Rafa, "yaudah, aku kasih ruang kamu dulu, ya, sekarang? Aku pulang duluan, ya, maaf enggak jadi ke rumah. Salam buat Mama dan Papa!" Ucap Friska, Rafa tidak peduli.

"Emang kenapa kalau gue terus pertahanin?" Tanya Friska pada diri sendiri.

"Salah?", "perasaan itu layak untuk dipertahanin, perasaan akan timbul lagi", "semua mempertanyakan bahkan pacar sendiri. Gue freak banget, ya?"

"Semua yang gue rasa dari pertama bertemu sampai sekarang, sugesti yang selalu ada di sini, itu akan berjalan sesuai kenyataan." Ucap Friska pada diri sendiri lagi.

"Kata siapa?" Tanya seseorang di belakangnya, "oh? Daritadi ngikutin?" Tanya Friska, "hahaha kebetulan, gue tau itu lo. Enggak nyaman, ya?" Tanya Azriel, "enggak, santai. Maksud lo kata siapa itu, apa?" Tanya Friska, "kata siapa bakal berjalan sesuai kenyataan? Sugesti dan aslinya itu beda. Imajinasi tidak bisa dikomperasikan dengan kenyataan, imajinasi sudah jauh di sana. kenyataan lo belum sampai bahkan belum dititik tersebut. Kenapa lo masih percaya dengan sugesti?" Cetus Azriel, "enggak tau?" Singkat Friska.

"Kalau lo masih berpikir seperti itu karena masa lalu lo, buang jauh-jauh. Sugesti lo bilang berakhir dengan Ikrar bukan karena sugesti lo benar, memang hubungan kalian yang memburuk." Ucap Azriel.

"Ikrar itu mantan gue lama banget, kenapa lo bahas, sih?" Tanya Friska kesal, "lo putus sama dia, lo bilang apa? 'Gue punya sugesti kalau bakal putus sama dia waktu dekat ini, tuhkan kenyataan', ya, kan?" Tanya Azriel.

"Ikrar masih sayang sama lo, cuma lo kekeuh dengan sugesti lo. Dia mau balikan tapi tau lo kayak gimana sifatnya, dia nyerah." Jelas Azriel, Friska terdiam.

Selama perjalanan, semua sunyi, canggung, Friska berpikir, 'salah, ya? Tapi emang benar itu semua karena sugesti gue, kalau Ikrar dulu mau balikan, kenapa enggak ajak aja? Meski dia tau gue anti juga untuk putus-nyambung.' Friska menundukkan kepala, ia pusing.

"Zriel, ke kafe dulu. Mau?" Ajak Friska, "oke." Terima Azriel.

"Lo kenapa bahas Ikrar, sih? I mean kenapa harus dia? Kenapa enggak yang sebelumnya?" Buru Friska, "gue temannya, wajar 'kan?" Tanya balik Azriel, "ya, wajar. Ya, mantan gue siapa lagi, ya, kan? Hilmi dan Ikrar. Hahaha, ternyata hubungan gue cuma gitu aja," ujar Friska, "Rafa juga mantan lo," ketus Azriel, "maksud lo? Gue 'kan belum putus?" Marah Friska, "tanpa diucap semua sudah berakhir sejak lama. There's nothing to say anymore to break the relationship," ujar Azriel, "semua aja mojokkin gue masalah hubungan sama Rafa. Kalau gue putus, kenapa selama setahun lebih dia enggak jawab chat gue malah balik lagi?" Marah Friska, "dia bosan dan lo masih punya status yang enggak jelas sama dia, akhirnya dia balik. Simpelnya begitu," jelas Azriel, Friska bungkam. "Gue bukan maksud mengutuk lo dan Rafa untuk putus atau sejenisnya, tapi hubungan kalian enggak sehat. Enggak baik dipertahankan sampai 10 tahun lamanya begini, lo tau dia udah enggak sayang, tapi lo tetap tarik dia pakai tali yang jelas-jelas dia enggak akan tertarik," ucap Azriel, "gue... Enggak tau harus apa. Gue sadar atas itu semua, gue tau diri sendiri juga capek. Cuma gue enggak bisa." Bingung Friska, Friska menyenderkan badannya di kursi kafe yang mereka kunjungi, sambil menatap jendela luar yang sudah gelap karena sudah larut malam.

"Ayo pulang." Ajak Azriel, Friska mengangguk.

Erat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang