10

8 4 1
                                    

"Gue enggak nyangka lo bentar lagi punya istri, Lang," ujar Rafa, "entar lo nyusul. Jangan kelamaan, 4 tahun lo sendiri. Perjaka tua lo entar hahaha," canda Elang, "gampang itu mah. Gue 'kan kelamaan pacaran dulu. Masih pengin sendiri gue," jawab Rafa, "pokoknya dateng lo, ya! Jangan sampai enggak," ujar Elang, "iya, santai." Singkat Rafa, lalu mereka kembali dengan kesibukannya masing-masing.

'Apa yang gue harapkan, sih? Gue udah enggak bisa balik lagi sama Friska.' Pasrah Rafa dalam hati, 'mau gue ajak nikah juga dia bakal nolak. Gue juga salah ngomong seenaknya tanpa mikir pas putus.' Kesalnya.

"Masih kerja, Raf?" — Rachel Aster Putri.
"Masih. Kenapa?" Singkat Rafa.
"Pulang nanti kosong? Kedai Amrul, yuk?" Ajak Rara.
"Boleh, tapi sebentar aja, enggak apa-apa?" Tanya Rafa.
"No problem. Gue tunggu di kantin, ya." Balas Rara.
"Oke." Tutup Rafa.

'Ya kali, gue paksa buat jadian sama Rara,' ucapnya, 'buat maksain suatu hubungan itu enggak enak.' Ia pusing dengan Rara yang selalu mengejarnya.

-----

"Kamu masih kerja?" - Ikrar Ardhimas Saputro.

"Masih, tapi bentar lagi selesai. Kenapa?" Tanya Friska.

"Kedai Amrul, gas?" Ajak Ikrar.

"Gas banget! Pengin susu cokelat sama makaroni!" Pinta Friska.

"Alright! Jemput atau langsung di tempat?" Tanya Ikrar,

"Langsung aja, kasihan kamu. Lanjut dulu, ya! See you."

"See you, By!" Tutup Ikrar.

Siapa sangka Friska ternyata kembali dengan Ikrar. Setelah kejadian di angkringan, seminggu setelahnya Ikrar memberanikan diri untuk balik dengan Friska, harapan Ikrar ternyata dibalas oleh Friska.

-----

"Sesuai kayak yang tadi?" Tanya Ikrar, "iya. Kok ini lagi ramai banget, sih?", "yaudah, kamu duduk duluan aja. Aku yang pesan." Ujar Ikrar, Friska mengangguk lalu duduk di tempat yang cukup pojok dan dekat jendela.

'Itu Rafa?' Batin Friska, ia melihat dua orang yang baru saja masuk kedai, dua sosok yang ia kenal. Rafa dan Rara. 'Oh, mereka sudah pacaran? Syukurlah. Setidaknya Rafa enggak ganggu gue lagi.' Batin Friska lagi.

"Ramai banget. Kayaknya dekat jendela lebih enak, Raf," ucap Rara, "iya, duluan aja, gue yang pesan. Lo pesan apa?" Tanya Rafa, "Green Tea Latte." Jawab Rara, Rafa mengangguk lalu Rara mencari tempat duduk, Rara curiga meja kosong sebelahnya adalah Friska yang sedang memainkan gawainya. Rara menaruh tasnya lalu menghampiri sosok Friska.

"Fris?" Sapa Rara, "eh? Ke sini juga, Ra?" Tanyanya balik, "iya, suntuk karena kerjaan. Jadi aku ke sini, deh. Sama Rafa, sih," jawab Rara, "oh, kirain tadi salah orang. Soalnya aku lihat Rafa kayak sama orang gitu, ternyata benar itu kamu. Udah lama banget enggak ketemu, ya? Apa kabar?" Tanya Friska tidak pedulikan dengan siapa Rara datang ke kedai, karena sudah tahu pasti dengan Rafa, "baik, kamu gimana? Kata Rafa, kamu balikan sama Ikrar?" Ujar Rara, "hahaha, iya. Udah empat tahun. Aku baik, sekarang udah pindah kerja aja dari tahun lalu." Jawab Friska, lalu Ikrar datang dengan dua minuman untuknya dan Friska. "Eh, ada Rara. Sendiri?" Tanya Ikrar, "enggak, bareng Rafa kok. Masih antre, kayaknya," jawab Rara, "oh, asik, jadi double date dong kita? Hahaha," goda Ikrar, "enggak lah, 'kan gue sama Rafa enggak pacaran kayak kalian," balas Rara bercanda, "enggak apa-apa kali, entar juga jadian. Ya, enggak, Fris?" Tanya Ikrar, Friska mengangguk sambil tertawa, hidup seperti komedi.

Rara izin kembali ke mejanya, karena Rara rasa kalau Rafa tahu kalau satu tempat dengan Friska, mungkin membuat Rafa tidak nyaman. "Aku kira mereka jadian, ternyata Rafa masih bodoh," ujar Friska sembari menyeruput susu cokelatnya, "namanya juga penyesalan, datangnya belakangan, lagi pula kalian terhitung lama." Jawab Ikrar, Friska hanya menatap ke jendela. Perasaan Friska campur aduk, padahal ia tidak perlu terlalu memikirkan bagaimana Rafa sekarang. 'Ternyata cinta itu memang gila kalau sudah dilanda penyesalan, ya?' Batin Friska.

Erat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang