3

15 6 1
                                    

"Gue harap lo bisa lawan sugesti lo yang percayakan itu. Bukannya apa-apa, lo udah gue anggap teman dekat gue, karena hubungan lo sama ikrar dulu. Jadi tolong lo jangan paksain diri sendiri untuk memperburuk keadaan." Jelas Azriel.

"Gue pulang, ya. See you!" Pamit Azriel, Friska hanya mengangguk dan melambaikan tangan ke Azriel.

"Lo benar, Zriel. Gue bodoh. Mana gue udah berumur, tapi apa boleh buat." Ucap Friska. Friska masuk ke dalam rumah, berbenah badan dan kamarnya. Friska cek gawainya untuk jadwal kerjanya besok, Friska kerja pukul 10.00 pagi. 'Syukur deh, gue kira harus pagi. Gue bisa leha-leha bentar habis bangun tidur.' Batin Friska.

Friska mematikan lampu kamarnya dan menyalakan lampu kecil sebagai penerangan kecil untuk tidur. Lalu ia tertidur.

-----

Rafa masih memainkan gawainya meski sudah dini hari, ia masih mengerjakan pekerjaannya yang ioa bawa ke rumah.

"Rafa, apa kabar dengan Friska? Mama sudah lama tidak mendengar kabar Friska," tanya Mama Leni, "baik, dia titip salam saat Rafa pulang untuk Mama dan Papa," singkat Rafa dengan kefokusannya untuk kerja, "kenapa enggak ajak ke rumah?" Tanyanya lagi, "Rafa sudah tidak sama Friska sejak lama," balas Rafa, "kok tiba-tiba? Mama baru tahu. Kenapa enggak bilang dari lama?" Tanya Mama Leni, "Mama bisa diam dulu? Rafa masih kerja, nanti aja Rafa ceritain." Jawab Rafa agak ketus, Mama Leni kecewa atas perbuatan Rafa, tapi mau bagaimana lagi.

'Friska lagi, Friska lagi. Memang anak itu susah banget jauh dari gue. Mau secuek apapun gue, dia tetap nempel. Dia tau gue enggak sayang lagi juga masih pertahanin hubungan. Kali ini gue harus benar-benar bisa memutuskan hubungan gue dengan Friska.' Batin Rafa sambil fokus dengan kerjaannya.

"Akhirnya kelar, gue tidur deh. Besok gue harus bangun pagi lagi. Sekarang jam berapa? Oh, jam 2 pagi. Masih banyak waktu untuk tidur." Ujar Rafa, ia merenggangkan badannya lalu berjalan menuju ranjangnya.

'Selamat tinggal Friska. Kali ini kita benar-benar harus pisah.' Dalam hati Rafa, lalu ia terlelap.

-----

"Pagi Rafa! Maaf telat dikittt buat ngucapinnya. Tapi pulang kerja harus ada aku omongin. Dateng ke kafe biasanya, yaaa! Wajib pokoknya. Selamat beraktifitas, Sayang!" - Friska Arnelia Anindiya.

'Berisik banget.' Sebal Rafa. Rafa beranjak dari ranjangnya menuju kamar mandi untuk bersiap-siap ke kantor. Rafa sebagai editor naskah para penulis, sebenarnya tidak terlalu sibuk, tapi banyak juga yang harus diedit oleh Rafa.

Rafa tiba di kantor pukul 06.30, benar, terlalu pagi tapi memang ia seperti itu. Agar dia bisa cek pesan elektroniknya untuk ia pilah lagi yang harus dipercepat edit naskah para penulisnya. "Raf, ada makanan buat lo. Tadi driver titip ke satpam." Ujar Elang, "ya, taro aja. Gue mau fokus," jawab Rafa, "dari Friska makanannya. Dia masih tau lo belum sarapan karena datang pagi mulu ke kantor." Jelas Elang, Rafa tak peduli. Dia fokus ke layar komputer yang ada di depannya sambil mengetik dan menggeser ke bawah dengan mouse-nya. "Buset, dari sekian banyak. Baru kali ini gue mau ngeluh. Penulisnya udah lama terjun tapi ternyata begini gaya ngetiknya. Siapa, dah, dulu editor dia? kenapa jadi ke gue sekarang..." Keluh Rafa, "gue tau tuh, sengaja kasih ke lo, karena lo yang paling rapih dalam edit naskah dan lo paling tegas buat kasih tau para penulis buat jangan mengulangi gaya yang sama dan kosakata yang kurang cocok." Jawab Tamara, Rafa hanya berdengus. 'Gusti, apalagi ini. Jangan lagi buat naik darah karena edit naskah.' keluh Rafa.

"Izin makan, deh, gue enggak mau stres karena edit beginian." Ucap Rafa, teman-temannya hanya tertawa kecil karena Rafa dapat kerjaan yang ekstra dari biasanya.

"Yaelah, ini gue mau disogok sama Friska, ya? Dikasih sayur bayam sama capcay," keluh Rafa lagi, "udah, sih, makan aja. Lumayan lo makan sehat, sayur semua hahaha," jawab Elang, "lo diem aja, Lang. Gue capek banget liat layar," keluh Rafa, "hahaha yaudah, sih. Selamat makan Raja Rafa punya Ratu Friska." Ejek Elang, Rafa tak acuhkan ejekkan Elang. Ia makan pemberian Friska dengan bermain gawainya. Ia membalas pesan dari Friska.

"Iya, Pagi. Makasih makanannya." Jawab Rafa, singkat seperti biasanya.

"Sama-sama! Enak enggak? Tanpa micin lho, udah aku bilang ke tukang masaknya. Jadi kamu tenang saja, ya! Jangan lupa nanti pulang dari kantor ke kafe yang biasanya lho." Pesan Friska.

"Penting banget?" Tanya Rafa.

"Penting, tentang kita berdua. Jadi jangan kabur, ya!" Jawab Friska.

"Ok." Singkat Rafa.

"Kenapa?" tanya Elang, "enggak apa-apa, gue capek banget," jawab Rafa sambil menyenderkan badan ke kursi kerjanya, "tumben. Friska lagi?" Tanyanya lagi, "as you know it," singkat Rafa, "sukses deh." Jawab Elang.

'Kenapa, ya?' Tanya Rafa dalam hati, 'perasaan gue jadi enggak enak. Tumben dia ajak ketemu tapi perasaan gue jadi enggak enak. Semoga enggak kenapa-kenapa, deh.' Batin Rafa.

Erat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang