5

9 5 1
                                    

"Pulang sendiri?" Tanya Ikrar, "iya," singkat Friska, "sama gue aja, gapapa 'kan? Rumah kita juga searah, mending bareng," ajak Ikrar, "lo buru-buru enggak? Kalau senggang, sih, enggak apa-apa, irit ongkos juga 'kan gue hahaha," canda Friska, "yaelah, santai. Kalau ada urusan juga gue garapnya cepet. Yaudah, ayo bareng, pamit dulu sama yang lain." Ucap Ikrar.

"Gue pamit dulu, ya, makasih lho semua mau nerima gue nongkrong bareng hahaha," pamit Friska, "pulang sama siapa lo, Fris?" Tanya Azmi, "nih, sama Ikrar. Lumayan 'kan ojek gratis hahaha, canda, ya, Krar," ejek Friska, Ikrar ikut tertawa, "yaudah, aman kalau gitu. Hati-hati lo berdua. Udah malem banget ini, kita juga mau balik. Jangan sungkan-sungkan kalau mau ikut nongkrong, ya." Ucap Azmi, Friska balas dengan anggukkan dan senyum. Sambil melambaikan tangan ke arah Azmi, Azriel, dan Rehan. Friska dan Ikrar pergi menuju rumah masing-masing dengan motor Ikrar.

"Baru putus?" Tanya Ikrar tiba-tiba, "yah, kurang lebih begitu. Tapi yaudah, gue enggak rasa gimana-gimana, udah biasa kali, ya, gue didiamin dan ditinggalin Rafa? Hahaha," tawa Friska, "berantem? Atau gimana?" Tanya Ikrar, "biasa aja, karena gue kepikiran sama ucapannya Azriel aja, sih," jawab Friska, "Azriel?" Bingung Ikrar, "iya, sempat ketemu Azriel di jalan pas gue mau pulang dari kantor Rafa, terus dia dengar omongan gue karena lagi ngomong sendiri di jalan." Jelas Friska, Ikrar mengangguk dan kembali fokus mengendarai motornya.

Hening, Friska masih berpikir apakah segitu inginnya Rafa untuk putus sejak dulu? Sampai benar-benar sekarang juga Rafa tidak ada obrolan di media sosial. 'Mungkin emang sudah waktunya. Gue juga enggak boleh kepikiran Rafa terus, dari dulu dia enggak peduli sama gue dan perbuatan gue untuk dia dari dulu.' Batin Friska.

"Fris, nyampe. Enggak mau turun?" Tanya Ikrar, Friska sedari tadi melamun sampai akhirnya Friska tidak menyadari kalau sudah sampai rumahnya, "oh, maaf gue capek banget, jadi melamun. Makasih banyak, ya," ucap Friska, "capek atau kepikiran Rafa?" Tanya Ikrar, "yah, capek, sih. Udah, ya. Hati-hati di jalan lo, Krar. Makasih." Ujar Friska, Ikrar hanya mengangguk dan tancap gas motornya menuju ke rumahnya.

'Capek juga bertahan yang sia-sia. Kenapa enggak dari dulu gue tinggalin Rafa dan nerima putusnya Rafa dari dulu.' Pikir Friska.

-----

"Tumben pulang cepet?" Tanya Lala, "iya, ada cewek di tongkrongan, masa sampai subuh," jawab Ikrar, "ya, enggak apa-apa kali kalau orangnya santai," ucap Lala, "enggak boleh," jawab Ikrar, "posesif banget, pacar lo, ya?" Tanya Lala, "bawel." Ketus Ikrar sambil masuk ke kamarnya. Ia merebahkan badannya di ranjang, lalu berpikir, 'masa iya gue cinta mati sama Friska? Tapi sampai sekarang juga gue enggak punya pacar lagi, terakhir benar-benar Friska doang jadi pacar gue.' Batin Ikrar.

'Gue lihat dulu deh, apa gue masih stuck sama Friska atau gue yang terlalu melebih-lebihkan perasaan sama diri sendiri.' Batin Ikrar kemudian langsung terlelap di atas ranjang.

-----

"Fris?" - Rafadillah Imani Rizki

"Ya?" Tanya Friska.

"Di rumah?" Tanya Rafa.

"Iya, baru berberes badan, kenapa?" Tanyanya lagi.

"Bukan harusnya daritadi berberes badan? Habis darimana?" Tanya Rafa.

"Angkringannya Azriel sama Ikrar. Kenapa tuh?" Tanya Friska.

"Enggak apa-apa. Mastiin aja. Jangan lupa istirahat." Ucap Rafa.

Friska hanya baca pesan terakhir Rafa, seharusnya sudah putus tidak ada percakapan seperti layaknya orang pacaran. Kenapa tidak dari dulu Rafa seperti ini? Harus putus dulu baru peduli?

'Rafa kenapa?' Pikir Friska, 'kesepian? Biasanya juga enggak pernah kirim chat.' Ujar Friska dalam hati.

-----

'Ngapain Friska ke angkringan tempat tongkrong mereka? Kok gue baru tahu kalau mereka dekat lagi?' Tanya Rafa dalam hati.

'Buat apa gue pertanyakan hal kayak gitu, ya? Bukan siapa-siapa, kenapa harus peduli.'

'Mending gue tidur.'

'Selamat tidur, Friska.'

Erat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang