6

7 5 0
                                    

"Kerja jam berapa? Mau bareng enggak?" - Ikrar Ardhimas Saputro.

"Enggak usah. Udah biasa sendiri kok. Lagian masuk siang, jadi bisa rebahan dulu gue." Jawab Friska.

"Oke, kalau butuh dianterin bilang, ya." Balas Ikrar.

"Oke." Singkat Friska.

"Kenapa lagi ini orang, baru juga putus gue," ucap Friska pada diri sendiri, "yaudah deh, biarin aja. Lumayan kalau emang mau antar-jemput gue, irit ongkos juga. Tapi kasihan, sih." Keluh Friska, lalu ia melanjutkan tidur-tidurannya di atas ranjang.

"Masih jam 08.00, gue tidur sejam lagi deh." Ucap Friska lalu memejamkan mata.

-----

"Cuy, ini Anthonius enggak mau belajar dari kesalahan? Capek banget gue edit punya dia," keluh Rafa, "ya, lo gimana bilang ke dia pas lo tegur?" Tanya Elang, "lah, enggak tau. Iya-iya doang, taunya sama aja. Ribet banget," ketus Rafa, "yaudah, udah kelarkan? Kirim langsung ke redaksi," ujar Elang, "Anthonius emang kayak gitu tipikal tulisnya, jadi wajarin aja. Dia mencari editor yang mengerti cara penyampaian dan pembuatannya. Makanya dia semena-mena kalau dipandang orang lain," jawab Tamara, "kenapa enggak lo aja yang edit punya dia, Tam?" Tanya Rafa, "'kan lo yang disuruh, kalau gue juga, bakal gue lempar. Soalnya gue enggak bisa tahan juga sama tulisannya." Jawab Tamara, Rafa hanya mendengus kesal.

"Raf, lo putus?" Tanya Elang, "iya, kenapa?" Jawab Rafa, "tumben. Tapi kok lo murung?" Tanyanya lagi, "emang iya, ya? Biasa aja, capek gue edit punya orang ini. Begadang habisin 4 gelas kopi, stres," keluh Rafa, "jangan bohong. Istirahat ke kantin sama gue." Ketus Elang, Rafa hanya diam sambil kembali menatap layar komputernya.

'Heboh amat cuma putus, gue biasa aja perasaan,' batin Rafa, 'sedikit bingung, sih, jadi enggak ada yang kirim pesan ke gue, biasanya rewel banget Friska,' pikir Rafa, 'ah, udahlah. Friska udah mantan, harusnya gue bebas dan senang, akhirnya bisa pisah. Kenapa gue begini?' Rafa merasa tidak tenang karena hubungannya yang berakhir, padahal putus adalah kemauannya sejak dulu yang tertunda, sekarang malah bingung sendiri.

-----

"Copy data yang barusan gue kirim, Fris. Berkasnya kirim ke e-mail Sayid. Jam 12.00 jangan telat, langung meeting." - Afrilla Almira.

"Oke." Singkat Friska.

"Haduhhh, capek banget padahal gue baru bangun lagi," keluh Friska sambil merenggangkan badannya, "udah deh, gue kelarin sekarang biar enggak ribet. Terus gue berberes langsung ke kafe." Ucap Friska sambil membuka laptopnya untuk meng-copy PDF yang dikirim temannya, lalu kirim ke e-mail Sayid sebagai atasannya. Karena sama-sama muda, di kantor Friska dibebaskan untuk saling panggil nama agar akrab dan tidak canggung.

Friska langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan bersiap-siap untuk pergi ke kafe dan kantor.

"Boleh deh, anterin ke kantor mau?" - Friska Arnelia Anindiya.

"Oke, on the way." Jawab Ikrar.

"Eh, ke kafe dulu. Lupa gue. Gue mau ngopi santai dulu, baru jam 11.30 ke kantor. Dekat kok dari kafe ke kantor." Balas Friska.

"Oh, oke. Gue jalan dulu ke sana." Jawab Ikrar.

"Oke, hati-hati." Tutup Friska di obrolan.

"Semoga gue enggak salah deh, suruh Ikrar jemput gue. Takut malah kepedean." Ucap Friska pada diri sendiri.

-----

"Di depan." - Ikrar Ardhimas Saputro.

Friska langsung keluar dari rumahnya, mendapati Ikrar menunggu depan pagar sambil memainkan gawainya. 'Ternyata Ikrar masih keren, ya?' batin Friska, 'haduh, jangan aneh-aneh deh, Fris.' batinnya lagi, ia langsung buka dan tutup pagar dan menaiki motor Ikrar.

"Ayo." Singkat Friska, Ikrar lagsung menancap gas menuju kafe.

"Emang lo tau kafe biasa gue datengin?" Tanya Friska, "tau, biasa buat pacaran sama Rafa, kan?" Ujar Ikrar, "sekarang udah enggak, tapi jauh sebelum sama Rafa udah sering ke sana," jawab Friska, "berarti jaman sama gue, lo dateng ke sana." Singkat Ikrar, Friska kaget, tapi enggak heran dan itu benar. Meski ia ke Kafe Nairé tanpa mengajak Ikrar, karena Ikrar kurang suka pergi ke kafe.

"Lo minum juga enggak?" Tanya Friska, "ada es teh aja enggak? Atau yang berbau soda?" Tanya Ikrar, "ada, gue pesanin yang soda favorit gue aja, ya." Jawab Friska, Ikrar mengangguk dan mencari tempat duduk, sedangkan Friska memesan minuman untuk dirinya dan Ikrar.

"Lo kenapa harus ke kafe dulu? Kenapa enggak langsung ke kantor?" Tanya Ikrar, "gue mau bikin otak gue bersih dan tenang dulu pikirannya, lo juga tau kenapa. Biar gue enggak pusing di kantor. Ini juga gue pesan minum soda juga, biar fresh," ucap Friska, "oh, Rafa, ya? Iya, sih. Baru putus, masih ngerasa kurang nyaman. Dulu gue putus dari lo juga begitu," jelas Ikrar, "begitu gimana?" Tanya Friska, "enggak nyaman, tapi gue enggak bisa apa-apa, jadi yaudah gue suka ke angkringan deket Pos 10. Malah sampai sekarang gue ke sana hahaha," tawa Ikrar, "lo kemarin berapa lama enggak nyamannya? Terus lo move on berapa lama pas sama gue?" Tanya Friska, 'sampai sekarang juga belum move on, Fris.' Batin Ikrar, "enggak tau, udah lupa banget. Bentar kali? Enggak tau deh." Jawab Ikrar agak ketus, Friska terheran tapi tidak peduli banyak.

"Cewek lo ada?" Tiba-tiba Friska tanya, "ada, udah putus lama. Jadi gue udah jomblo lama juga hahaha." Bohong Ikrar, Friska hanya mengangguk tanpa curiga, 'ya, ceweknya 'kan lo, Fris.' Jawab Ikrar dalam hati.

"Udah 11.30, ayo ke kantor gue." Ajak Friska, Ikrar mengangguk dan langsung beranjak dari kursi kafe, begitu juga Friska membuntuti Ikrar.

-----

"Kok bsa putus?" Tanya Elang, "mana gue tau, Friska yang mutusin. Tanya dia aja," singkat Rafa, "tumben, padahal dia yang pertahanin," ujar Elang, "enggak tau, abis putus juga dia ketemu Ikrar," jawab Rafa, "lah? Deket lagi?" Tanya Elang, "enggak tau anjir, gue emang siapa?" Tanya Rafa, "mantannya? Hahaha," tawa Elang, "apaan, sih. Yaudahlah, mending makan, laper gue." Ketus Rafa, Elang masih tertawa. 'Ya, kalau mereka balikan juga bukan urusan gue. Memangnya gue peduli?' Batin Rafa.

'Tapi apa secepat itu mereka balikan?' Tanya Rafa dalam hati.

Erat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang