7. Melawan

11 1 0
                                    

"Kalau Shandy masih ada disini pasti dia bakal ngamuk-ngamuk saat liat dua cewek yang disayanginya digituin." Randu menatap Drama di hadapannya dan malas untuk terjun ke sana.

"Apa perlu kita samperin mereka? Kasihan Nara." Tomo menatap gadis itu dari kejauhan, terlihat raut panik pada paras manis cowok itu.

"Nggak usah lah, bomad," cegah Nino. Laki-laki itu masih seperti biasa, selalu fokus pada gawainya.

"Ho'oh. Lagian ngapain bantu cewek itu," sahut Randu. Sejujurnya mereka tidak begitu suka saat teman mereka berpacaran dengan Nara. Karena apa? Sejak mereka menjalin hubungan, Shandy seolah melupakan pertemanannya dan lebih fokus ke cewek itu.

"Ngapain bantu anaknya bitch," bisik Nino kemudian tertawa pelan.

"Mulut lo No!" tegur Tomo.

Sedang yang ditegur sangat-sangat bodoamat.

Randu merangkul pundak Gravindo yang duduk diaampingnya, "kayak Grap nih, tenang. Nggak suka ikut camp--"

"Eh?"

Mereka bertiga langsung kicep saat Gravindo tiba-tiba bangkit. Melihat Nara yang dipermalukan didepan matanya, membuat Franz keluar.

"Itu Franz," cicit Tomo.

Randu menepuk dahinya pelan, "sial! Bakal jadi ribut nih."

_____

Sinta terbelalak ketika tangannya yang hendak menampar Nara dicekal oleh Gravindo.

"G-grav? Lo?"

Tatapan laki-laki itu begitu tajam dan dingin, membuat Sinta tidak bisa berkutik.

"Le-pasin tangan aku Grav, kenapa kamu ngebela dia?" Sinta cukup heran. Pasalnya semenjak cowok itu bersekolah di sini, tidak pernah sekalipun ia terlibat dalam pertikaian apapun. Sifatnya yang pendiam dan terutup membuat siapapun enggan bermacam-macam dengannya, apalagi ketika mengingat berasal dari keluarga mana cowok itu. Tetapi sekarang Gravindo tiba-tiba turun tangan dalam hal ini?

Gravindo mendekatkan wajahnya pada Sinta, membuat gadis itu langsung membeku. Antara terpanah dengan paras cowok itu, juga takut dengan aura mengintimidasinya itu.

"Bersihin."

Titah Gravindo, menunjuk sepatu Nara yang kotor dengan dagunya akibat ketumpahan ulah Sinta tadi.

Sinta menggeleng. Apa-apaan ini?

"Nggak!" Tolaknya. Kemudian bersusah payah melepaskan cekalan Gravindo.

"Mau kemana lo?" Tanya Randu ketika melihat Tomo bangkit.

"Cegah dia supaya nggak buat masalah lebih jauh lagi," jawabnya cepat lalu berlari menuju Gravindo.

Randu yang hendak mencegah langsung urung ketika melihat Nino mengangguk, "biar dia diurus Tomo."

"Terus kita ngapain dong?" Keluh Randu.

"Liatin aja. Gue sih males, lo kalau mau ikut silahkan aja." Nino.

Tidak ada Ali dan Rinca membuat Nara dapat dengan mudahnya diperlalukan buruk oleh Sinta. Pasalnya kedua orang itu tadi sedang dihukum menyapu halaman kedua SMA Sanjaya oleh guru BK akibat berkelahi lalu tanpa sengaja merusak infrastruktur sekolah.

"Berhenti lo. Lepasin dia," suruh Tomo. "Lo kalau mau cari masalah jangan dengan tubuh itu," lanjutnya sambil berbisik tajam.

Tanpa penolakan, akhirnya Gravindo melepas cengkramannya pada tangan Sinta. Gadis itu langsung mengelus pergelangan tangannya yang memerah sambil meringis tertahan.

"Ra, lo mending bawa Diyana deh. Kalian pergi menjauh dulu, biar keributan nggak semakin parah," usul Tomo.

Nara mengangguk lalu mengulurkan tangannya pada Diyana, "ayo kita per--"

Ucapan Nara terpotong kala Diyana menepis kasar tangan Nara. Ia menatap Nara benci, "nggak usah sok baik sama aku."

Franz yang melihat sikap kurang ajar Diyana pun menggeram marah, "bilang apa lo?"

Diyana menunduk, "a-aku nggak mau sama dia!"

Mendengar penuturan Diyana, langsung membuat Sinta tertawa sumbang, "cih! Bahkan dia lebih buruk dari gue."

"Kamu juga sama buruknya, bahkan lebih buruk daripada aku!" Bantah Diyana.

Sinta yang tersulut pun langsung menjambak rambut gadis itu, "apa lo bilang? Lo berani sama gue?! Cewek gatel!"

"Aakhh!! Lepasin rambut aku Sinta!"

BRAK!

Franz menggebrak meja, membuat situasi mendadak hening. Semuanya diam ketika melihat raut Gravindo yang semakin dingin.

"Kalian minta maaf sama Nara."









GRANARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang