Nara menatap Gravindo dengan tatapan rumit, apa maksud dari cowok itu yang tiba-tiba memanggilnya dengan sebutan Nana. Karena selama ini hanya Shandy yang pernah memanggilnya dengan nama itu.
"Nana?" Nara mengangkat satu alisnya.
Gravindo merutuki ucapannya, merasa kalau ia telah melakukan kesalahan besar. Harusnya ia bisa lebih berhati-hati.
"Nama lo Nana kan?"
Nara menggeleng, "Nara, nama gue Kanara. Bukan Nana."
Mendapati respon Nara yang kurang bersahabat, lantas membuat cowok itu bangkit sambil membuang napas gusar. "Sorry, gue kira Nana."
Detak jantung Nara kembali normal setelah mendengar ucapan dari Gravindo. Ternyata hanya salah paham belaka. Nara kemudian mengambil duduk di sebelah tempat Shandy, mengusap batu nisannya dengan senyum merekah.
Semua gerak-gerik Nara tak luput dari netra Gravindo, membuat seulas senyum tipis terbit di bibir merah mudanya. syukurlah Nara masih tetap sama seperti yang ia kenal dulu.
"Lo kenal Shandy?"
Mendapat pertanyaan tiba-tiba dari Nara, membuat cowok itu berdehem pelan untuk menetralisir keterkejutannya.
"Hm, temen TK gue."
Nara ber-oh lalu kembali menatap nisan Shandy. "Shan, kok nggak pernah cerita sih ke aku tentang temen-temen masa kecil kamu?" Nara mengerucutkan bibirnya sebal.
"Kebiasaan, kamu selalu nyembunyiin banyak hal dari aku," lanjut Nara seolah Shandy memang berada di hadapannya dan mereka berbincang.
Gravindo yang merasa canggung dengan situasi ini, segera membuka suara, "gue pamit duluan."
Setelah mendapat anggukan dari Nara, laki-laki itu kemudian melangkah pergi dari sana. Tenggorokannya terasa tercekat melihat Nara bermonolog dengan batu nisan Shandy.
Apa sepenting itukah sosok Shandy untuknya hingga sampai hari ini gadis itu masih sering datang mengunjungi tempat cowok itu. Bahkan setelah semua hal yang telah Shandy perbuat padanya?
_____
Biasa-biasa saja terhadap apapun. Karena kita cuma manusia yang tidak tau kapan takdir akan bercanda.
-Shandyakala-
Hamparan bunga matahari yang tersaji di depan Nara membuat netra gadis itu tak henti-hentinya memandang.
Shandy langsung menarik tangannya, mengajaknya berlari menyusuri ladang bunganya yang luas ini.
Hari ini adalah tepat setahun mereka berpacaran, dan Shandy memutuskan untuk membawa gadisnya ke sana. Ia tau kalau pacarnya sangat menyukai bunga matahari, katanya bunga matahari itu lambang keceriaan karena warnanya yang kuning oranye.
"Shan, bunganya banyak banget," ujar Nara sambil tak henti-hentinya menatap hamparan bunga matahari di depan matanya.
Shandy mengangguk, tangannya refleks tergerak menyelipkan anak rambut Nara yang terkena terpaan angin ke belakang telinga gadis itu.
"Iya Nana, kamu suka?"
Nara mengangguk antusias, "suka banget!"
Shandy mendengus samar, "jangan suka banget."
Nara lantas menoleh dengan bingung, "kenapa?"
"Biasa-biasa saja terhadap apapun."
"Ha? Gimana sih?"
Shandy menatap dalam netra Nara, seakan mencari sesuatu dari tatapan gadisnya. "Janji sama aku?"
"Janji apa Shan?" Nara dibuat semakin bingung dengan ucapan pacarnya.
"Janji jangan terlalu suka sama aku, karena kita cuma manusia yang tidak tau kapan takdir akan bercanda," tutur Shandy dengan tatapan teduhnya.
Nara mengernyit, perkataan Shandy akhir-akhir ini selalu terasa aneh, membuat firasat buruk Nara muncul, "kenapa ngomong aneh gitu sih? Lagian nggak salah juga kan kalau aku suka banget sama cowok aku sendiri."
Shandy menyentil kening Nara pelan, "bucin banget jadi orang."
Nara menjulurkan lidahnya, "terserah dong, kalau nggak mau dibucinin yaudah. Aku bucin ke Ali aja."
Shandy langsung menarik kedua pipi Nara, membuat gadis itu meringis.
"Shan, sakit tau!"
"Salah sendiri ngomong gitu. Ali kalau dibandingin sama Shandy, kalah jauh."
Nara tertawa melihat muka Shandy yang ditekuk seperti itu. Pasti pacarnya itu cemburu. Shandy memang seorang pecemburu berat. Pernah waktu itu Ali mencubit pipi Nara gemas, detik itu juga Shandy langsung menghadiahi rahang Ali dengan bogeman mentah. Nara yang ketakutan pun segera menghentikan aksi brutal Shandy.
"Shan, ke sana yuk! Kita selfie." Nara berseru senang.
"Ayo, selfie yang banyak buat kenang-kenangan sewaktu kita nggak bisa sama-sama lagi nanti."
Nara kembali tersenyum kecut. Entah mengapa perkataan Shandy selalu membuatnya berfeeling tidak enak.
_____
"Piuwit...sendirian aja nih, mau kakak temenin?"
Nara bergidik ketika ada tiga orang remaja dengan seragam SMA acak-acakan mengikutinya dari belakang.
Sewaktu pulang dari mengunjungi Shandy tadi, Nara memutuskan untuk pulang jalan kaki saja. Lagipula jarak ke rumahnya pun tidak terlalu jauh, jadi tidak perlu sia-sia mengeluarkan uang untuk memesan gojek.
Tapi hal tak terduga justru terjadi. Sewaktu ia belok dan memasuki jalan pintas sempit, ada tiga remaja asing yang tiba-tiba mengikutinya.
Nara berpura-pura tuli dan terus berjalan tanpa menoleh ke belakang. Tubuhnya sudah bergetar tak karuan dari tadi, namun ia tetap berusaha memberanikan dirinya.
"Mau main nggak sama kakak? Seru loh, kita main kuda-kudaan," ujar salah satu dari mereka yang langsung disambut tawa oleh rekan-rekannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
GRANARA
Teen Fiction[ gue hidup, Nara! Gue akan selalu disamping lo ] #1Des2021#