3. Gagal Amnesia

12 1 0
                                    

Nara berpura-pura tuli dan terus berjalan tanpa menoleh ke belakang. Tubuhnya sudah bergetar tak karuan dari tadi, namun ia tetap berusaha memberanikan dirinya.

"Mau main nggak sama kakak? Seru loh, kita main kuda-kudaan," ujar salah satu dari mereka yang langsung disambut tawa oleh rekan-rekannya.

Nara bergidik ngeri mendengar celotehan-celotehan kurang ajar dari mulut mereka.

Merasa jalan di depan semakin sepi, Nara mengeratkan pegangan pada ranselnya. Dalam hati ia terus berdoa agar ketiga orang asing itu berhenti mengikutinya.

Tepat sampai pada pertigaan depan, Nara merasakan sebuah benda tumpul menumbuk kepala bagian belakangnya. Ia memegangi kepalanya yang bersenyut nyeri.

"S-sakit..," ringis gadis berkulit putih pucat itu.

Tiga remaja itu bersorak gembira, karena malam ini mereka akan mendapatkan santapan.

Kaki Nara sudah tak sanggup lagi menopang hingga tubuhnya terhuyung ke belakang dan menyentuh tanah.

Saat para remaja asing itu hendak mendekat, sayup-sayup Nara mendengar derap langkah lain yang datang.

Suara keributan membuat gadis itu berusaha bangkit, tapi nihil. Tubuhnya kian melemah.

Nara senantiasa memegangi belakang kepalanya, tadi sepertinya ia dihantam kayu dari belakang. Sebelum kesadaran Nara benar-benar hilang, ia sempat merasakan rengkuhan hangat seseorang.

"Si-siapa ya?" Tanya Nara dengan suara lemah.

"Ini gue, cowok lo!" Suara bariton itu menelisik indera pendengaran Nara.

Nara tertawa pelan, sangat mustahil. Ia berusaha melihat siapa orang yang merengkuhnya ini, namun sia-sia pandangannya telah kabur semenjak hantaman benda tumpul tadi.

"Jangan becanda, pacar aku udah meninggal dua bulan yang lalu," suara Nara sangat pelan hingga terdengar seperti bisikan. Detik setelahnya ia benar-benar kehilangan kesadaran.

"Tapi gue ada, gue disini dan akan selalu disisi lo," ucap laki-laki itu dengan sungguh-sungguh setelah Nara pingsan dalam dekapannya.

_____

Gravindo membopong tubuh Nara. Cowok itu berlari di koridor rumah sakit dengan tergesa-gesa, cairan kental yang mengalir dari kepala Nara membuat cowok itu semakin panik.

"Bertahan Na," gumamnya.

Hingga setelah beberapa suster datang dan membawa Nara, baru lah cowok itu pergi.

Tugasnya sekarang adalah menemui para berengsek itu untuk memberi mereka sebuah hadiah. Ia menggertakkan giginya dengan rahang mengeras.

Tanpa memikirkan apapun lagi, ia kembali pergi ke sarang mereka. Tadi, ia belum sempat membogem mereka bertiga dengan puas.

_____

Nara mengerjap, ia mencoba mengingat apa yang telah terjadi hingga ia bisa berakhir di ruangan dengan cat putih ini.

Bau disinfektan dan alkohol memenuhi indera penciumannya. Hingga seorang berjas putih datang dan menanyakan kondisinya, barulah Nara mengingatnya.

"Dok, saya nggak kenapa-kenapa kan?" Nara bertanya khawatir

"Anda mendapat tiga jahitan di kepala. Tapi setelah pemeriksaan, untung saja benturan tersebut tidak mengenai bagian yang vital. Tapi harus tetap melakukan check up rutin untuk memantau luka tersebut agar tidak terjadi hal-hal berkelanjutan."

Nara mengehela napas lega, sebelum kembali bertanya.

"Emm, dok tapi siapa yang bawa saya kesini?" tanyanya penasaran.

"Anak cowok, dia tidak sempat bilang apa-apa dan langsung pergi," dokter itu mengulum senyum tipis, "kalau begitu saya permisi."

_____


"Ra! Lo dimana?"

Nara refleks menjauhkan benda pipih itu dari telinganya begitu suara cempreng Rinca terdengar.

"Maaf ya Ca, gue nggak bisa datang ke acara launching cafe lo. Gue sekarang di rumah sakit," sesalnya.

"HAH? ngapain lo disana? Perasaan lo bukan dokter deh," pekik Rinca di seberang sana.

"Gue jadi satpam, lumayan buat tambahan uang jajan," ujar Nara sok sedih.

"Ish! Yang serius dong Ra. Lo ngapain di RS?"

"Jahit kepala. Habis di tumbuk sama orang. Kenapa? Lo mau juga?"

Terdengar umpatan Rinca di seberang sana, "gila! Enteng banget bilangnya. Eh, tapi lo nggak amnesia kan?"

"Gue amnesia sama semua utang pulpen lo."

"Alhamdulillah...."

Nara mengusap dadanya pelan, sejahat inikah Rinca padanya? Hingga sangat bersyukur kalau ia amnesia.

Setelah memutus sambungan telfon mereka, Nara pergi untuk menebus obat.

Kali ini ia memutuskan untuk pulang naik taxi. Apes banget nasibnya, sudah mau menghemat uang ongkos malah terkena musibah yang membuatnya harus merogoh uang lebih. Lagipula siapa juga sih yang membawanya ke RS dan membuatnya mengeluarkan banyak uang.


GRANARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang