pukul 14.30: topeng terlarang si pengagum

36 7 0
                                    

Riuh.

Zizi berteriak-teriak kegirangan di sampingnya pagi ini. Bel masuk belum berbunyi, hari masih sangat pagi, tapi pekikan Zizi sama nyaringnya dengan bel sekolah. Alasannya? Mudah ditebak.

"KAFTA FOLLOW GUA!!!!!!" Zizi menunjukkan notifikasi Instagramnya pada Almeera.

"Waaaah!" Almeera berseru setengah hati. "Selamat ya, bestie."

"Ah seneng banget gua. Dikira dia bakal ilfil sama gua gara-gara gua like foto lama dia, malah difollow dong!!!" Zizi menatapi layar ponselnya. "Auto follback ini mah!"

"Nikamatin lah selagi bisa ..." Almeera menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kalo begini gua nggak bisa mundur!" Zizi tiba-tiba terlihat serius.

"Heh? Gimana tuh maksudnya?" Almeera mengernyit.

"Gua beneran mau pdkt sama Kafta." Zizi mengibaskan rambutnya hingga mengenai wajah Almeera.

Almeera menatap Zizi prihatin. Ia menepuk-nepuk pundak sahabat baiknya itu. Biar saja. Pasti ini cuma suka sesaat seperti dulu Zizi menyukai Jonathan, Antonius, atau Ferdi di kelas sepuluh.

-

Hari sabtu. Sekolah hanya sampai pukul dua belas siang. Suara bel yang paling dicintai siswa sekolah ini melebihi lagu-lagu barat dan Korea itu berbunyi nyaring. Tanpa ragu semua mengemas barang, membuat guru yang masih asik menerangkan di depan kelas ikut kelabakan.

"Selamat berlibur. Jangan lupa PR kalian!" Guru Matematika wajib langsung keluar dari kelas sebelas IPA satu yang sudah tidak peduli akan keberadaannya.

"Cabut! Kita jadi nonton, kan?" Geng Faza di pojok kelas langsung heboh.

"Ekskul! Ekskul!" Ketua kelas mereka berseru-seru.

"Dadahh, Zizi. Gua mau Rohis dulu." Almeera melambai pada Zizi yang malah mengekorinya.

"Gua juga ekskul, kok," ungkap Zizi dengan senyum secerah ahli ibadah.

"Ekskul apaan? Lu ikut ekskul? Sejak kapan?" Almeera menatap aneh sahabatnya itu.

"Mulai hari ini." Zizi menjawil dagu Almeera, lantas berjalan menuju lapangan.

Almeera bergidik. Ia merapal istighfar tiga kali melihat kelakuan Zizi. Setelah hatinya merasa lebih tenang, ia melangkah menuju mushola, di mana kajian Rohis biasa dilakukan. Sejak awal tahun ajaran baru, jadwal rohis jadi lebih teratur karena ada ustadzah dari luar yang rajin datang untuk membimbing anggota Rohis. Sabtu menjadi hari yang pas sekali untuk mengadakan kajian singkat bubar sekolah karena jadwal yang hanya setengah hari.

Mushola sudah ramai anggota Rohis yang sedang bersiap sholat Dzuhur berjamaah. Almeera segera mengambil wudhu dan masuk ke dalam shaf perempuan. Setelah selesai, mereka merapikan mushola untuk kajian siang ini.

"Assalamu'alaikum." Almeera menyalami Dira, ustadzah pengisi materi, yang sudah datang.

"Wa'alaikumsalam Almeera. Sudah pulang sekolahnya?" Dira menggenggam tangan Almeera, menahannya untuk berbincang sebentar.

"Iya, Dzah. Gimana kabarnya, Dzah?"

"Alhamdulillah, bi khoir ..." Perempuan berhijab ungu itu menjawab lembut. "Gimana kabarnya? Sehat?"

"Alhamdulillah sehat Dzah ... naik apa ke sini?"

"Di antar suami." Dira tersenyum.

"Dzah, silakan duduk. Udah datang semua anggota Rohis-nya, mari segera dimulai kajiannya." Salah seorang anggota Rohis perempuan menyampaikan dengan sedikit berbisik.

Kisah Pukul Tiga Pagi dan Sebatang RokokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang