Tepat setelah 5 tahun meninggalnya sang gadis pujaan hati, Bintang berziarah ke makam Bulan sembari membawa bunga kesukaan gadis itu, bunga Lavender.
Bunga itu pula yang melambangkan dirinya kepada gadis itu, cinta abadi.
Sedari tadi laki-laki berhidung mancung dan kulit putih itu terus mengelus pelan nisan Bulan.
"Hai, aku kesini, menjengukmu."
"Maaf karena sudah lama aku tidak kesini, karena ... setiap aku ingin melangkah masuk menghampiri rumah mu ini, aku tidak bisa, hatiku sakit."
"Bulan, kalau saja aku boleh meminta kepada Tuhan untuk menghadirkan duplikat dirimu, aku mungkin tidak akan sesakit ini saat kehilangan sosok mu."
"Tapi sayangnya, kau adalah kau sendiri, kau tidak akan bisa digantikan oleh dia ataupun mereka."
"Maaf kalau aku bodoh selalu mencari sosok mu dalam diri orang lain, aku sempat mendapatkannya, namun tetap saja rasa nya berbeda."
"Aku merindukanmu, Bulan. Rindu saat-saat dimana kau mempunyai banyak waktu untukku."
"I miss you, aku rindu saat kau bercerita tentang hal-hal kecil padaku. I miss you so badly."
Ditutupnya buku diary itu oleh sang pemiliknya sendiri, Bintang. Buku yang berwarna kecokelatan penuh dengan tinta, baris demi baris, kata demi kata, tersusun rapi di dalamnya.
Hujan turun dengan sangat deras, hingga membuat suhu menjadi sedikit dingin, padahal dirinya sudah memakai jaket di dalam kamar tanpa AC ataupun kipas angin.
Malam itu, entah kenapa ia sangat merindukan Bulan, gadis nya. Dengan cara ini berharap ia bisa mengobati rasa rindu itu, membaca buku diary nya yang telah usang, namun kerinduan itu semakin meluap, memberontak berharap bertemu dengan sang Bulan.
"Hai, apa kabar? Sudah lama ya kita tidak saling bertemu dan bertukar kabar?" Dielusnya pigura yang bertengger rapi di meja kerja. "Atas nama masa lalu, izinkan aku mengingat lagi tentang apa yang sempat terjadi dan apa yang selalu tersimpan di hati sampai saat ini."
"Jika membahas soal rindu, yang kuingat pertama kali adalah dirimu. Karena ... kau berbeda, itu yang membuatku susah untuk lupa."
Bintang pun menghela napas kasar, dan bersandar di kursi. "Hah! Sudah 8 tahun, ya? Tidak terasa semuanya berjalan begitu cepat. Bulan, maafkan aku jika selama setahun ini aku tak mengunjungi rumahmu, kita sedang berjauhan sekarang."
"Bulan, andai saja jika kau masih disini, saat aku bekerja dan akan pulang kembali, aku pasti akan bertanya padamu, kau mau buah tangan apa dari sini? Lihatlah di Cina banyak sekali barang-barang lucu, Bulan."
"Lalu ... pasti kau akan menjawabnya dengan sedikit rengekan." Bintang terkekeh saat membayangkan momen itu terjadi.
"Bulan, doakan aku dari sana, ya? Semoga aku bisa menjalankan kisah ku dengan baik, meskipun tanpa kamu."
Untuk sementara, izinkan aku menyimpan namamu di hatiku, ya?
Mengingat segala perihal kenangan yang tidak akan pernah hilang.
Dan, pada akhirnya kita sampai di sini. Pada paragraf ini, akan kucoba untuk mengikhlaskanmu yang bahkan sedari awal, tak pernah jadi milikku.
Kau, sebuah ritme kisah yang tersimpan rapi-rapi. Terima kasih telah (pernah) bersama.
END
KAMU SEDANG MEMBACA
BULAN dan BINTANG ✓
Fanfiction( 黄仁俊 - HUANG RENJUN ) Dialah yang selalu dibandingkan, dialah yang selalu dipersalahkan, dialah yang selalu terpaksa untuk mengalah, dialah yang pandai menyembunyikan masalah. Siapakah dia itu? Dia, gadis kecilku. ©®: Injoonhuang'21