6 - Kepo

887 102 5
                                    

Wonderstruck

-

-

-

—-—-—-

Jungwon POV

Bagaimana ini?

Aku angkat atau ku biarkan saja berdering hingga mati?

Ponselku bergetar berulang tanpa adanya respon sama sekali. Aku menggigit bibir bawahku dengan gelisah, masih menatap layar ponsel dengan pandangan tak terbaca.

"Itu loh kak, kok nggak diangkat?"

"Hah?"

"Itu hpmu. Siapa seh seng nelfon?" Riki akan mengintip layar ponselku namun aku sudah bergerak cepat untuk menyimpannya di belakang badan.

"Nggak. Bukan telfon. Cuma alarm tok kok." Ucapku mengelak.

Aku berbalik badan untuk mengecek ponsel yang sudah tidak bergetar itu.

Fiuh.. Berakhir juga.

Sejujurnya aku belum siap untuk menceritakan semuanya kepada Sunoo.

Aku takut reaksinya akan tidak sesuai dengan apa yang aku harapkan. Apalagi dengan amukannya nanti saat tadi aku meninggalkannya sendirian- walau secara teknis dia tidak sendirian disana, ada Riki dan teman-teman berisiknya itu.

"Alarm apa jam segini?" Masih saja adikku memberondong pertanyaan sarkasme yang membuatku kesal menjawabnya.

"Kepo poll pek arek iki!" Aku menjulurkan lidah. Mengejeknya karena terlalu penasaran.

(Kepo banget deh anak ini!)

"Tck!" Dia berdecak kesal. "Aku yo biasane mbok kepoi ae kak, kak.." Wajahnya merengut seraya menghentakkan badan besarnya diatas ranjangku yang menyebabkan bed cover kesayanganku terlepas dari sisi ranjang.

(Aku biasanya juga kamu kepoin aja kak, kak..)

"RIKI! Ojok bikin berantakan kamarku! Haduh, dontok'en ta iku bed coverku, haish.." Mata bulatku melotot. Dengan gerakan cepat aku meletakkan ponselku telungkup diatas meja samping ranjang lantas aku mencubit berulang perut dan paha adikku yang nakal ini sembari mengomel tidak jelas.

(RIKI! Jangan bikin berantakan kamarku! Haduh, liat itu bed coverku, haish..)

"Benak'no nggak! Ayo benak'no! Ojok bikin rusuh kok!"

(Benerin nggak! Ayo benerin! Jangan bikin rusuh kok!)

"AW!- E-eh.. Sakit kak! Adaw! I-iyoo iyo kak, Ya Tuhan! Sakit loh! Aduhh.." Teriaknya menggeliat anarkis saat aku mencubitnya berulang-ulang.

"Ampun kak! Ya ampun aku isok memar-memar iki lek mbok jiwit'i terus. Kekerasan dalam keluarga pek wong iki!" Riki segera bangkit dari ranjangku saat aku sudah tidak mencubitnya lagi. Ia mengusap bekas cubitanku dengan mata berkaca-kaca.

(Ampun kak! Ya ampun aku bisa memar-memar ini kalau kamu cubitin terus. Kekerasan dalam keluarga emang orang ini!)

Rasanya memang cubitanku terlalu keras atau dianya saja yang terlalu lemah?

Wonderstruck | JaywonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang