Kadang kita harus kehilangan dulu baru bisa menganggap hal itu berarti.
~Xionara~
.
.
."
Woy, di cariin dari tadi ternyata di sini lo yah, nyusahin banget sih bikin orang lain repot mulu kerjaannya," kata seorang cowok di belakang Alin.
Alin membalikkan badannya dan menatap ke arah cowok itu dengan dahi yang mengernyit, ada apa dengan dia datang-datang langsung marah tanpa sebab sama Alin.
Dan kenapa juga dia nyariin Alin? Bukannya dia sama seperti yang lainnya, enggak suka dan enggak mau berurusan dengan Alin.
Setelah menemui ketiga sahabatnya tadi Alin memang tidak kekanti ataupun kekelas, ia memilih ketempat favoritnya akhir-akhir ini, taman belakang sekolah tempat yang dulu bikin Alin takut sekarang menjadi tempat ternyaman untuk Alin.
Tempat yang menjadi saksi gimana sakitnya Alin beberapa bulan ini, tempat yang selalu mendengar keluh kesah Alin, dan tempat yang selalu melihat mata jernih itu mengeluarkan segala sesak melalui tetesan Air mata.
"Kenap Bay?" tanya Alin dengan ramah.
"Lo di cari sama Bu Novi, cepatan ke sana gak usah ngeliat ke gue mulu nanti naksir, gak sudi gua di taksir sama anak maling,"
Alin memutar bola matanya malas, siapa juga yang pengen naksir dengan dia, sungguh sangat PD jadi cowok.
Alin juga milih-milih lah mau suka sama orang, modelan Bayu bukan tipe dia, cowok kasar dan bermulut lemes ini jauh dari tipenya.
"Iya, makasih infonya Bay,"
Walaupun sedikit sakit hati mendengar perkataan Bayu bahkan perkataan orang-orang Alin tidak pernah melupakan mengucapkan terimakasih saat ada yang membantu dia, maaf saat dia buat salah, dan tolong kalau dia butuh bantuan sama mereka semua.
Setelah mengucapkan terima kasih Alin langsung melangkah pergi, ninggalin Bayu sendiri di sana, sepanjang jalan Alin merasa ada yang aneh dan perasaannya juga sedikit terusik.
Dia tiba-tiba mengingat Papanya, mengingat kenangan bersama pria itu saat sebelum kejadian ini menimpa keluarga mereka, tapi saat ingatan itu melintas rasa sesak semakin menguasai hatinya. Alin menggelengkan kepalanya mengusir semua pikiran itu.
Sesampainnya Alin di ruang guru, Ia melihat Embaknya Ayu sedang mengobrol dengan Ibu Novi selaku guru matematikanya. Saat melihat kedatangan Alin mereka langsung berjabat tangan dan Embak Ayu langsung membawa Alin keluar.
Alin mengernyit melihat tasnya yang sudah di pegang oleh Embak Ayu, dan tatapan yang di berikan Ibu Novi kepadanya tatapan itu seperti tatapan kasihan.
"Yang sabar ya nak,"
Kata-kata Ibu Novi terngiang di benaknya, ada apa ini? Kenapa Ibu Novi mengatakan hal itu padanya. "Kenapa Mbak jemput Alin?"
Setelah sampai di parkiran Alin langsung menanyakan tujuan Embaknya itu. Alin melirik kearah Embak Ayu yang masih setia bungkam di sampingnya, gadis yang berusia 2 tahun di atasnya itu nampak habis menangis karena terlihat dari dua matanya yang bengkak.
"Mbak ada apa sebenarnya, kenapa Alin disuruh pulang? Kan ini belum jam-"
"Papa kamu meninggal Lin."
Alin langsung terdiam di tempatnya, Papanya? Papa Wahyu meninggal? Alin menatap Embak Ayu dengan sinis lelucon macam apa ini. "Gak lucu, kemari Mama bilang dia baik-baik aja kok kenapa tiba-tiba Mbak bilang kayak gini?" tanya Alin dengan nada sedikit berteriak.
Ada sedikit rasa sesak di hatinya, gimana pun juga pria itu adalah orang yang paling berpengaruh dalam membesarkannya dan merawatnya.
"Kena seranga jantung semalam, naik kita gak punya banyak waktu,"
KAMU SEDANG MEMBACA
ALIGAR #WRITONwithCWBP
Teen FictionWARNING🚫⚠️ [FOLLOW DULU SEBELUM BACA BRO!!] Cerita ini mengandung sedikit keuwuan, kegilaan, kekerasan, dan adegan yang tidak patut di contoh. Harap bijak membaca ambil hal positifnya saja dan buang yang negatif. PELAGIAT JANGAN MENDEKAT ❌‼️ AUTHOR...