Sifat manusia itu gak bisa berubah tapi cuma tertutup oleh kepalsuan.
~Xionara~
.
.
.
Langkah Alin perlahan mulai memasuki perkarangan tempat di mana ia menuntut ilmu hampir 3 tahun, banyak pandangan merendahkan mengarah kepada dia, bisikan-bisikanpun terdengar jelas di telinganya.
Sudah seminggu hal ini terjadi, tapi Alin masih belum terbiasa akan hal ini, semuanya terasa berbeda.
Rasanya Alin ingin menangis, hampir Tiga tahun dia sekolah di sini tapi baru kali ini dia merasa terhina, kenapa terjadi saat akhir-akhir masa SMAnya bukan, lebih tepatnya kenapa harus terjadi kepada Alin? Apa salahnya sampai harus merasakan seperti ini.
Ia cuma ingin melukis kenangan indah pada saat SMA apa lagi tahun terakhirnya, tapi semuanya sirnah karena ulah Papanya, Alin benci sangat benci sama Papanya, walauphn di lubuk hatinya ia tau Papanya tidak bersalah tapi Ia tetap membencinya karena pria itu yang seperti pasrah di tuduh.
"Lun," teriak Alin saat melihat salah satu sahabatnya.
Dengan langkah pasti Alin mulai mendekati Aluna yang kini menunggunya tepat di depan pintu masuk kelas.
Cuma Aluna dan para sahabatnya yang masih baik kepada Alin, selebihnya mereka menjauhi Alin.
"Tumben udah sampe Lin, biasanya telat," ujar Aluna sambil terkekeh.
"Ck, sampe cepet salah sampe telat salah juga, Lo mah Lun ngeselin," sugut Alin yang membuatnya tampak lucu.
Aluna terkekeh yang membuat Alin semakin mengembungkan pipinya dengan kesal Alin berjalan masuk kelas dengan kaki yang di hentakkan. "Eh eh Lin tunggu, ye dugong udah di tungguin malahan ninggalin gua lo,"
Alin tidak memperdulikan hal itu, ia menaruh tasnya di dalam laci meja tapi seketika itu dahinya mengernyit.
"Kenapa?" tanya Aluna saat melihat sahabatnya terdiam.
Dengan keras Alin menggebrak mejanya hingga membuat orang-orang yang sudah berada di kelas tersentak kaget.
"SIAPA YANG NARO SAMPAH DI LACI MEJA GUE HA!" teriak Alin murka, mukannya berubah merah menahan antar marah dan tangis.
Temen-temen Alin hanya menatap Alin dengan malas mereka tampak acuh dengan teriakkan Alin, mereka malahan mulai berbisik-bisik membuat Alin tambah marah.
Dengan kasar gadis itu mendorong mejanya hinga terjatuh dan membuat sebagian sampah yang memenuhi laci mejanya keluar.
Aluna yang melihat itu terperangah dan dengan cepat gadis itu mulai membersihkan laci meja Alin sedangkan pemilik meja memilih pergi menjauh dari sana. Alin melangkahkan kakinya ia memilih untuk kearah taman belakang sekolah.
Sepi, biasanya Alin tidak menyukai tempat ini tapi sekarang cuma di sini tempat yang tidak ada bisikan-bisikan yang dapat melukai hatinya dan tatapan yang menghinanya.
"Ahhh sialan, gara-gara tua bangka itu gua yang kena! Kenapa dia harus buat masalah di hidup gua!" teriak Alin yang membuat air matanya menetes lagi.
Seminggu ini Alin jadi sering menangis, kejadian ini merubah Alin yang dulunya ceria menjadi sedikit murung.
Dia tidak terbiasa seperti ini, di kucilkan sama semua orang, di anggap buruk sama mereka, dan tinggal di tempat kumuh. Dia yakin semua orang juga pasti akan frustasi seperti dia jika menghadapi hal yang mendadak seperti ini.
Alin merogoh saku roknya saat merasakan getaran dari handphone, Alin mengernyit saat melihat nama yang mengirimnya pesan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALIGAR #WRITONwithCWBP
Teen FictionWARNING🚫⚠️ [FOLLOW DULU SEBELUM BACA BRO!!] Cerita ini mengandung sedikit keuwuan, kegilaan, kekerasan, dan adegan yang tidak patut di contoh. Harap bijak membaca ambil hal positifnya saja dan buang yang negatif. PELAGIAT JANGAN MENDEKAT ❌‼️ AUTHOR...