𝐇𝐀𝐏𝐏𝐈𝐍𝐄𝐒𝐒 | 00.01

1.1K 146 5
                                    

Happiness | MewGulf

...

Sore ini Gulf benar-benar tak berharap akan merasa jengkel atau merasakan rasa jengah atas tingkah seseorang.

Moodnya baru sedikit membaik setelah sekian hari. Berniat menikmati angin sore di tempat biasa di mana tiga hari belakangan ini ia lakukan, dan tak seharusnya kacau hanya karena kedua hazelnya lebih dulu mendapati kehadiran seseorang di bangku itu.

Sosok lelaki sama yang ia temui kemarin sore. Yang kalau tak salah bernama Mew.

Oo ... kita bertemu lagi.” Lelaki itu melambai dengan posisi duduk yang rapi. Sedikit menepi saat Gulf semakin dekat dengan keberadaannya—seolah-olah berniat menyisihkan ruang agar Gulf bisa duduk. “Ingin menikmati matahari terbenam bersama?”

“Aku ingin kembali ke kamar.” Gulf mangacuhkan sapaan serta ucapan lelaki aneh itu dan berbicara pada perawat pribadinya.

“Tak ingin duduk dulu?” Perawat itu bertanya.

Gulf hendak menggeleng, ketika ia ingat bahwa ia hanya di perbolehkan keluar saat ini saja. Sudah sepanjang hari ia terkurung dalam kamar—sampai hampir gila.

“Bangkok sedang cerah-cerahnya,” celetuk Mew. Pasalanya ketika Bangkok tengah berada di musim hujan maka matahari hanya akan tertutupi awan mendung sepanjang hari dan menyisakan suasana redup dan dingin.

Gulf membalik tubuh, “kau tak ingin pergi? Sudah cukup lama bukan berada di bangku ini.”

“Masih belum lama.” Mew tersenyum tipis, sembari menepuk sisi bangku yang kosong sebagai isyarat agar Gulf cepat duduk. “Apa salahnya menikmati suasana sore secara bersama-sama.”

“Aku tak ingin berinteraksi secara berlebihan dengan orang asing,” tukas Gulf sebelum sebelah tangan kurus Mew terulur di depan wajahnya.

“Aku Mew, Mew Suppasit.”

“Omong kosong.” Gulf mengacuhkan uluran tangan Mew, dan memilih duduk begitu saja di sebelah Mew—sedikit membuat jarak.

Entah apa yang membuat sikap lelaki manis itu sampai se-dingin itu. Tapi Mew seolah tak bisa balik bersikap buruk pada lelaki yang duduk di sampingnya itu.

“Tuan muda, ada obat yang harus ku ambil—”

“Pergi saja,” sahut Gulf tak mau tahu membuat perawat itu bisa pergi dalam diam setelahnya.

“Tuan muda ...” Mew terkekeh.

Gulf menganggap lelaki di sampingnya sepenuhnya memang benar-benar gila. Apa yang lucu?

Um, apa kau menyukai suasana matahari terbenam juga?” tanya Mew dan hilang di telan angin begitu saja tanpa adanya balasan. Gulf tampak acuh dan menatap lurus ke depan.

Gulf sungguh tak berniat menanggapi apapun yang lelaki itu bicarakan.

“Mengagumkan dan menenangkan, bukan?” Kedua onyx kelam Mew menatap sinar senja yang menyorot banyak benda lamat. “Apa yang membuat Tuan muda—”

“Bisa kau berhenti berbicara, dan terus memanggilku dengan sebutan Tuan Muda?! apa kau sadar kau itu berisik!”

Mew terkekeh. “Kau sendiri yang tak ingin mengatakan namamu padaku.”

“Memang apa urusanmu dengan ku?.”

“Kita bisa menjadi teman, mungkin.”

“Terserah apa katamu.” Gulf benar-benar muak dengan perilaku lelaki bernama Mew itu. Ia dengan segera menegakkan tubuh dan hendak mengayun langkah untuk kembali ke kamar, sebelum ia sadar bahwa otaknya tak begitu baik menghafal arah tempat baru.

HAPPINESS • This Life's Destiny [MEWGULF] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang