𝐇𝐀𝐏𝐏𝐈𝐍𝐄𝐒𝐒 | 00.03

875 125 6
                                    

Happiness | MewGulf

...

Apa Mew tak akan datang hari ini?

Di hari selanjutnya Gulf bahkan datang ke bangku taman lebih awal—yeah berjaga-jaga mungkin saja dirinya tak melihat Mew kemarin karena Mew sudah lebih dulu pergi sebelum kedatangannya. Namu nihil,

Hanya kekosongan yang ia dapati. Bangku besi kusam itu hanya berisikan kekosongan.

Jujur saja setelah percakapan singkat antara dirinya dan perawat itu tentang Mew, ia menjadi tak bisa tidur sepanjang malam karena kecemasan yang aneh.

Apa Mew baik-baik saja? Apa lelaki itu sedang mengalami masalah kesehatan? Kanker otak adalah monster yang di dengar saja sudah terkesan mengerikan.

Rasa bersalah tentu juga melingkupi hati seorang Gulf Kanawut ini.

Gulf terduduk sembari memainkan kedua jari-jari tangannya, sebelum sebuah suara membuatnya mendongak lekas.

“Gulf .. hai.”

Itu suara Mew! Gulf sampai sempat tak sanggup berkata-kata, sembari memandangi kehadiran Mew lekat. “K-kau datang?”

Mew mengangguk, dengan senyum yang tak pernah tanggal dari tempatnya. Apa dirinya merasa bahwa Gulf sedikit bersikap berbeda hari ini? “Kemarin aku sibuk. Boleh aku duduk di sebelah mu?”

Tanpa kata Gulf menggeser keberadaannya spontan, mempersilahkan Mew agar segera ikut duduk. Dalam hati Gulf benar-benar ingin memukul kepalanya sendiri. Kau sangat jahat Gulf hingga bersikap buruk pada Mew saat pertama kali bertemu.

“Senangnya bisa bertemu dengan Gulf lagi—.”

“Terima kasih.”

Huh?” Mew memiringkan kepalanya sembari sedikit terkekeh.

Gulf memilin bibir bawahnya sekilas kemudian berpura-pura berdecak jengah. “Tentang kemarin ... aku belum berterima kasih karena kau sudah mau mengantar ku kembali ke kamar.”

“Selagi bisa mengapa tak bisa saling membantu bukan?”

Selagi bisa ya? Kalimat itu bagaikan anak panah yang menghunus hati kecil Gulf. “Kenapa kau mau membantu orang asing? Kau terlalu baik menjadi manusia.”

Lagi-lagi Mew terkekeh, dan berkata, “apa salahnya menjadi manusia baik?”

Tawa kecil itu terdengar aneh di telinga Gulf. Entah hanya perasaannya saja, atau wajah Mew memang lebih pucat dari biasanya. “Tsk! Lebih baik memperhatikan kebahagiaan diri sendiri,” acuh Gulf.

“Aku sudah cukup bahagia Gulf, melihat orang-orang bahagia merupakan kebahagiaan ku juga.”

Aa ... si paling bahagia ternyata,” sinis Gulf.

Terdengar sangat klise mungkin di telinga orang-orang biasa, namun menurut beberapa orang yang telah mengenal Mew kalimat itu pasti terdengar menyedihkan.

Karena bagi Mew waktu adalah sesuatu hal yang lebih berharga. Tanpa waktu ia tak mungkin bisa merasakan kebahagiaan. Memanfaatkan waktu tersisa dengan sebaik mungkin adalah keputusan yang bijak.

Berada di tengah-tengah gerbang kesembuhan dan gerbang kematian itu sulit.

Hening beberapa detik, sampai Gulf bergumam lirih, “kehidupan hanyalah kekonyolan. Dunia ini hanya sumber penderita, begitu pula manusia-manusia yang hidup di dalamnya.”

“Kau hanya belum menemukan kebahagiaanmu Gulf,” sahut Mew. “Pikirkan orang-orang yang menyayangi mu jika kau mati.”

Gulf spontan menarik ujung lengan hospital pajamanya hingga ujung jari. “Tak ada kebahagiaan! A-aku tak mengenal apa itu bahagia.”

HAPPINESS • This Life's Destiny [MEWGULF] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang