Happiness | MewGulf
Jangan lupa Vote dan comment.
...
Benar apa yang di katakan oleh madam perawat tempo hari kala itu. Berteman dengan Mew akan sangat mengubah jalan pikir mu.
Gulf mengakui segala kebodohannya karena sempat tak mempercayai hal itu.
Bangkok sedang cerah-cerahnya hari ini. Angin bertiup pelan lengkap dengan langit biru. Sarapan dengan beberapa menu sehat serta segelas susu sebelum Gulf beranjak membersihkan diri. Semuanya terlihat jauh lebih baik—amat baik.
Pagi ini penuh dengan suasana menyenangkan.
Pun dengan kehadiran Mew yang tiba-tiba membuat Gulf semakin di buat tak sanggup menyembunyikan senyum manisnya. Lelaki itu entah sejak kapan telah berada di dalam kamar inapnya lengkap dengan senyum cerah.
“Mew kau di sini?” Gulf yang baru saja keluar dari kamar mandi menyapa keberadaan Mew yang terlihat duduk dengan rapi di atas kursi roda.
“Hanya mampir,” jawab Mew penuh dusta. Hanya mampir apanya, ia memang berniat mengunjungi Gulf, sementara kamar inapnya harus di rombak lagi untuk di tambahkan beberapa alat medis.
“Mau minum?” Gulf mengulurkan secangkir air putih ke hadapan Mew. Akan tetapi respon sungguh membuatnya di penuhi sensasi keterkejutan. “Mew ... kau mengulurkan tangan di arah yang salah. Gelasnya ada di sini.”
Gulf meremat gagang cangkir itu erat, saat Mew terlihat bingung harus mengarahkan tangan ke arah mana. Lelaki itu seperti tak dapat melihat dengan jelas. Mengulurkan tangan ke sisi yang berlawanan dengan arah cangkir. “Di sini.” Pada akhirnya Gulf mengarahkan tangan Mew.
“Aa ... Maaf maaf. Ku rasa aku kurang fokus hari ini Gulf.”
Mengangguk begitu saja. Gulf mendudukkan diri di atas sofa tepat di sebelah kursi roda Mew berada. “Ada apa? Kenapa kemari?.”
“Hanya ingin mengunjungi kamar inap teman baru ku. Aku sedang bosan.”
“Mew penyakitmu parah? Kapan pulang dari tempat ini?” tanya Gulf memulai pembicaraan yang mungkin akan membuat Mew sedikit mau membuka rahasianya—Mungkin saja.
Mew diam sejenak kemudian berkata, “tak ada masalah serius sebenarnya. Imun tubuhku menjadi sering lemah akhir-akhir ini, jadi memerlukan pemeriksaan lebih lama.”
“Benar tidak ada yang sakit?”
Mew terkekeh gemas saat wajah Gulf terasa semakin mendekat dan memperhatikan seluruh tubuhnya bagai mesin pemindai. “Sakit di sini.” Mew mancekal pergelangan tangan si manis, kemudian mengarahkannya ke atas kepalanya. “Sakit sekali di sini tau.”
Tangan Gulf bergetar. Merasakan sensasi halus knit beanie yang ada di atas kepala Mew. “Sakit sekali ya?” lirihnya.
“Hmm ... sakit kepala yang menyakitkan.”
Kau harus tau Mew! Betapa Gulf tengah berjuang mati-matian untuk membendung tangis di hadapanmu! Kau harus tau! Wajah pucat mu benar-benar menghancurkan pertahanan ku.
Gulf mendongak, mendekatkan wajahnya pada dahi Mew kemudian memberi tiupan-tiupan pelan sembari berkata. “Pergilah rasa sakit. Pergi yang jauh. Pergi—” Suara Gulf menjadi mulai parau, dan ia memutuskan untuk menghentikan kalimatnya. “Pergilah jauh-jauh.”
“Ku dengar dari madam perawat bahwa kau sudah akan di perbolehkan pulang, apa benar Gulf?.”
“Ya. Itu semua karena berkatmu Mew.” Gulf menggandeng kedua langan Mew dan menggoyang-goyangnya pelan. “Karena itu aku bertanya, apakah kau masih lama di tempat ini. Kalau bisa kita harus pulang bersama. Ayo pulang Mew.”
“Memangnya apa yang akan kita lakukan jika aku bisa pulang?”
“Akan ku ceritakan harapan hidupku. Akan ku buktikan pada dunia bahwa Gulf Kanawut sudah siap menantang takdir lagi berkat Mew.”
Mew mengulas senyum lebar. Anda waktu bisa berbelas kasih padanya. Andai takdir mau sedikit membelokkan jalan takdirnya agar kau dan aku bisa sejenak mengenal lebih dalam. “Bagaimana jika dokter belum memperbolehkan kita pulang bersama?.”
“Aku ... aku yang akan rutin datang ke sini.” Apapun itu, Gulf percaya Tuhan pasti memiliki rencana yang indah. Bukan masalah kalaupun Mew belum boleh pulang. Ia dan Mew bisa bermain dan mengobrol di rumah sakit. “Kau harus mendengarkan curahan hatiku. Lagipula hanya masalah imun bukan Mew, kau akan segera sembuh.”
Akan segera sembuh, pasti.
“Bagaimana jika masalah imun itu bisa membunuh—.”
“Kau bicara apa Mew?!” Gulf dengan tanpa permisi menutup bibir Mew dengan telapak tangannya. “Apa yang membunuh hah? Kau mau menyerah begitu. Tch! Padahal hanya permasalahan imun. Jangan menjadi munafik dengan menjadi penyemangat orang namun kau tak mau berjuang.”
Aku tahu Mew, aku tahu. Rasanya amat menyakitkan saat harus berpura-pura bodoh hanya karena aku ingin kau sendiri yang mengatakan dengan jujur tentang penyakit itu.
“Terkadang aku sampai tak sanggup menahan rasa sakit di sini Gulf.” Mew mengusap keningnya dengan raut sendu. “Rasanya berat.”
Berat ya? Pasti. Monster jahat seperti itu bisa bersarang di dalam kepalamu.
Gulf menuntun kepala Mew agar bersandar pada bahunya. “Sini biar ku usir rasa sakit itu.”
Tangan kurus Gulf dengan telaten mengusap kepala belakang Mew. Merapalkan sejuta doa dari dalam lubuk hati terdalamnya agar Tuhan mau berbaik hati padanya dan Mew. Ia sudah lama menjadi hancur dan bertemu sosok malaikat tanpa sayap bernama Mew—namun sayangnya ia bertemu dengan Mew di waktu yang salah.
Ambil semua keberuntungan ku Tuhan, tukar dengan kesembuhan Mew. Aku rela.
“Pergilah sakit. Jangan ganggu ... j-jangan ganggu teman baikku.”
Pergilah rasa sakit. Biarkan Mew bisa hidup sedikit tenang. Biarkan Mew bersama ku.
Memang terpantau sesingkat ini ya Tuhan? Mengapa ujian orang baik selalu sebesar gunung? Apa serindu itu kau pada hamba baik-Mu itu Tuhan?
Kau seperti begitu mencintainya.
Namun aku juga.
...
To be continued.
“Mercy often come to us in the form of pain, loss and disappointment; but if we are patient, we soon will see its original form.”
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPINESS • This Life's Destiny [MEWGULF] END
Fiksi PenggemarTidak ada yang salah. Tuhan mempertemukan keduanya di waktu dan tempat yang tepat. _______________ Langsung selesai! Published and Done on Saturday, 18th - December - 2021 🏅2 rank at #depression on 10th - February - 2022 HAPPINESS: MewGulf | short...