Bab 2

5 0 0
                                    

Aku berdiam diri memperhatikan apa yang sosok tinggi itu lakukan. Aku menoleh kearahnya sekali lagi dan bertanya kepadanya.

"Setelah ini apa yang akan kita lakukan?"

"Sudah kukatakan jangan banyak bertanya. Dan kau hanya bertugas menjawab pertanyaanku jika aku bertanya. Ikuti saja apa yang aku perintahkan. Sebentar, aku sedang menyiapkan sesuatu."

"Ya, aku akan menunggu."

"Nah sudah siap. Kau bersiap-siap dan tutup matamu."

"Untuk apa?"

"Lakukan saja."

Aku segera menutup mataku. Dan setelah itu yang kurasakan adalah hawa dingin yang menusuk tulang. Aku merasakan sekelilingku basah oleh air. Dan sepertinya ditempat ini sedang turun hujan.

"Buka matamu."

Aku seperti mengenali tempat ini. Tempat yang menyelamatkanku dari pekerjaan hina itu. Tempat yang mau menampung sosok sepertiku yang tak layak disebut sebagai manusia.

Aku berjalan mengikuti sosok tinggi itu. Kemanapun dia pergi aku mengikutinya.

"Ehem, apakah kau mengenali tempat ini?"

"Ya, aku bahkan sangat mengenalinya."

"Bagus. Boleh aku tanya satu hal?"

"Iya silahkan saja."

"Jika waktu bisa terulang kembali. Apakah tempat ini akan menjadi tempat pemberhentianmu? Kau mengerti maksudku, bukan?"

"Ya, aku mengerti. Sepertinya aku akan memilih tempat ini sebagai tempat pemberhentianku. Aku ingin mengulang masa-masa ketika aku berada disini. Aku sungguh menyesal telah menyia-nyiakan tempat ini. Dulu, aku terlalu takut untuk berada di tempat sesuci ini. Sedangkan diri ini begitu kotor. Begitu banyak dosa yang telah diri ini perbuat. Diri ini tak pantas berada di tempat ini. Namun, orang-orang yang berada ditempat ini memiliki hati bak malaikat. Mereka menerimaku sebagaimana mestinya. Tanpa ada yang menatap rendah diriku. Mereka semua tau bagaimana cara menghargai seseorang. Suatu pelajaran penting yang tak bisa kuperoleh di tempat lain. Aku sangat bersyukur bisa berada bahkan sempat belajar ditempat ini. Aku begitu merindukan tempat ini."

"Apakah kau mau sejenak mengulang masa-masa ketika berada disini. Sejenak saja. Dari mulai kau dibawa oleh orang yang telah menyelamatkanmu dari tempat terkutuk itu. Sehingga kau pada saat itu bisa berada disini. Apakah kau mau mengenangnya lagi bersamaku?"

.

Awal tahun 70an.

Aku menggigil kedinginan dan berteduh dibawah pohon. Aku diusir dari kontrakan tempat aku tinggal selama ini. Aku diusir karena kesalahanku sendiri. Mereka tentu jijik melihat diriku yang sekarang. Mereka tak ingin kontrakannya dihuni oleh seseorang yang begitu kotor seperti diriku.

Umurku masih 18 tahun. Dimana umur-umur belasan seperti ini sedang semangat-semangatnya untuk mengejar apa yang diimpikan. Namun, lain hal denganku. Aku hidup sebatang kara. Sendirian. Tak ada sanak saudara. Dan aku juga tak tau apakah orang tua ku masih hidup atau sudah tiada.

Aku diasuh oleh seorang suami istri yang mengadopsiku dari panti asuhan Ketika aku masih berusia lima bulan. Aku sedari kecil hidup dan dibesarkan oleh mereka berdua. Aku dibesarkan layaknya anak kandung mereka. Diberi kasih sayang dan perhatian sama seperti anak kandung mereka. Aku memiliki dua saudara tiri. Satu perempuan lebih tua dua tahun diatasku dan laki-laki lima tahun dibawahku. Awalnya mereka baik-baik saja. Mereka merawatku dengan begitu baik. Hingga pada suatu hari mereka melakukan rencana yang telah lama mereka rencanakan kepadaku. Dan disitulah kehidupanku mulai hancur. Aku menyesal telah diadopsi oleh pasangan tersebut. Aku lebih rela untuk tinggal di panti asuhan dari pada harus diadopsi demi rencana yang mereka rencanakan selama ini. Ya, kuakui aku memang cukup cantik dan kulit putihku membuat siapa saya yang melihatnya bisa iri kepadaku. Namun, aku tak habis pikir atas apa yang mereka rencanakan kepadaku. Aku layaknya barang yang ketika telah tak dibutuhkan dibuang bahkan dijual begitu saja demi mendapatkan keuntungan yang banyak. Aku amat membenci takdirku pada saat itu. Hingga pada suatu hari ada seseorang yang berbaik hati menolongku pada kejadian besar ditempat terkutuk tersebut.

.

Aku menangisi diriku pada masa yang lalu. Aku ingin berlari memeluk diriku sendiri yang sedang kedininan di bawah hujan. Namun, apa boleh buat. Ini hanyalah perjalanan semu. Aku tak bisa menggapai diriku yang sedang meringkuk lemah dibawah tampias hujan.

"Bagaimana? apakah aku boleh melanjutkan perjalanan ini. Katakan saja sejujurnya. Apakah kau masih kuat?" tanya sosok itu kepadaku didunia nyata.

"Ya aku kuat. Aku akan paksakan diri ini untuk kuat melihat semua kenyataan ini. Ayo kita lanjutkan."

.

"Siapa kau? Mau apa kau kemari? Jangan mendekat."

"Sepertinya aku pernah melihatmu melintas di pondokku. Kemari nak. Aku akan memberikanmu tempat tinggal yang layak. Mari ikut aku."

Pada saat itu, aku bingung dengan orang ini. Mengapa masih ada orang sebaik dia. Aku bukanlah orang baik-baik dan orang asing baginya. Tapi, mengapa dia dengan senang hati menawarkanku tempat tinggal. Aku harus bagaimana? Apakah aku harus ikut dengannya? Atau aku menetap disini saja? tapi dilain sisi aku begitu kedinginan dan membutuhkan tempat tinggal. Apa tadi katanya? Pondok? Aku pernah melewati pondoknya? Jangan-jangan dia akan membawaku kepondok itu. Aku tak ingin tinggal di pondok suci itu. Aku tak pantas berada disana. Diri ini begitu kotor.

"Bagaimana, nak? Apakah kau mau ikut bersamaku? Tenang aku bukanlah orang jahat yang akan menyakitimu. Aku hanya ingin membantu. Aku kasihan melihatmu."

"Apakah bapak akan membawaku kepondok itu?"

"Iya nak, ada apa memangnya? Kau tak mau tinggal disana? Ya sudah kalau seperti itu besok akan aku antarkan untuk mencari tempat tinggal."

Aku berpikir lebih cepat. Aku merasa tidak enak hati jika menolak tawaran bapak ini. Tapi apa aku harus tinggal dipondok itu? Semoga ini keputusan yang baik.

"Baik pak. Saya akan ikut kepondok itu."

"Mari ikuti saya."

.

Apakah ini jalan terangku? Mengapa Tuhan berbaik hati mengirimkan orang baik padahal diri ini begitu hina untuk berada ditempat itu. Aku tak habis pikir setelah apa yang telah aku lakukan selama ini Tuhan berbaik hati memberikanku jalan. Tuhan menuntunku kembali kejalan nya. Aku merasa bahwa Tuhan begitu baik kepadaku. Aku menyesal pernah merasa bahwa Tuhan tak adil terhadap hidupku. Setelah apa-apa yang telah kulalui dan Tuhan memberikan pertolongan serta jawabannya. Semakin kesini maka aku semakin yakin bahwa Tuhan benar-benar berbaik hati menerimaku kembali sebagai hambanya. Maafkan aku.

.

Aku ikut bersama sosok itu. Aku berhenti tepat disebuah Pondok Pesantren yang dulu sering kulalui.

"Bagaimana? Kita lanjutkan perjalanan?"

"Ya kita lanjutkan."

Sosok itu membawaku Kembali ke pondok ini. Aku berasa seperti berkelana memutari jalan kehidupanku Kembali. Sosok ini telah berhasil membuatku berpikir berkali-kali.

Tiga Per TigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang