Aku dan sosok tinggi itu berjalan menuju asrama. Aku memperhatikan dari luar. Nampak disana aku dan Rahma tergesa-gesa untuk memakai sandal dan segera berlari menuju kearah masjid. Aku ingat kejadian itu. Sungguh memalukan. Yang telat datang ke masjid dan dipajang di depan masjid selama 10 menit dengan memakai kardus yang dikalungkan dileher dan bertuliskan "Saya tidak akan datang terlambat ke masjid". Hanya ada beberapa orang yang terlambat pada saat itu. Aku, Rahma, dan tiga orang santri putri yang lainnya.
"Aru, ayo cepetan jalannya. Ukhti-ukhti bagian takmir masjid udah pada nunggu kita tuh."
"Iya iya sabar. Sandalku hilang Rahma. Aku udah keliling mencari tapi tetep nggak ketemu. Gimana nih."
"Yaudah kamu nggak usah pake sanda aja. Buruan Aru. Ukhtinya udah ngeliatin kita mulu nih."
Di pondok ini kakak tingkat dipanggilnya Ukhti. Dan ukhti-ukhti disini dibagi menjadi berapa bagian. Ada bagian keamanan, lingkungan, takmir masjid, kesehatan, olahraga, bahasa, tarbiyah, dan bagian-bagian inti, yaitu ketua, wakil, sekertaris dan bendahara. Dan ukhti yang menghukum kami saat ini adalah dari bagian takmir masjid. Karena bagian takmir masjid ditugaskan untuk mentertipkan masjid. Jika ada santri yang telat sholat, ribut dimasjid, maupun tidak membawa al-qur'an ketika pergi ke masjid. Maka, ukhti-ukhti bagian takmir masjid inilah yang akan bertindak.
"Aru, Rahma. Berapa lama lagi kalian disana."
Waduh, ukhtinya sudah memanggil kami. Sepertinya kami akan kena seprot nih.
"Aru ayo. Nanti setelah kita dipajang, kit acari lagi sandalnya. Itu ukhtinya udah marah gitu nungguin kita."
"Iya deh iya. Ayo Rahma. Aku malu banget, Ma. Aku dipajang dengan kaki telanjang. Aduh, mau ditaruh dimana mukaku kalo ada santri-santri putra yang lewat."
"Hahaha itu resikomu Aru."
Sesampainya di depan ukhti-ukhti bagian takmir masjid, benar saja kami kena semprot.
"Kenapa kalian lama sekali hah? kalian sadar tidak telah melakukan kesalahan?"
Aku dan Rahma menunduk dan meminta maaf kepada ukhti karena keterlambatan kami dan telah membuat ukhti-ukhti menunggu.
"Maaf ukhti kami telah membuat ukhti-ukhti menunggu. Tadi Rahma menemani saya mencari sandal saya yang hilang. Saya sudah mencari keliling masjid tetapi tetap tidak ketemu ukhti."
"Baiklah kalo seperti itu. Alasan diterima. Tapi lain kali tinggalkan dulu dan segera datang jika dipanggil. Paham?"
"Iya ukhti, paham"
Aku dan rahma langsung menuju ke asrama sembari mencari sandalku yang hilang. Ditengah perjalanan aku bertemu dengan dia. Dia berlari menghampiriku dan Rahma.
"Maaf, tadi saya tidak sengaja mendengar percakapan kalian ketika dihukum dengan ukhti bagian takmir masjid. Apakah salah satu dari kalian ada yang kehilangan sandal?"
Aku terkejut melihat sandal yang dia bawa. Persis seperti sandal milikku.
"Iya, saya yang kehilangan sandal dan sandal yang kamu bawa persis seperti sandal saya."
"Tadi saya menemukan sandal ini di asrama santri putra. Tapi saya heran mana mungkin ada santri putra yang memiliki sandal seperti ini. Ini sandal model perempuan. Ketika saya berjalan melewati kalian di depan masjid tadi, saya mendengar salah satu dari kalian ada yang kehilangan sandal. Oleh karena itu saya menyusul kalian kesini. Ini sandalmu."
"Terimakasih banyak. Saya sudah mencari sandal ini disekeliling masjid tapi tidak juga ketemu. Pantas saja ternyata ada di asrama santri putra. Baiklah kami duluan. Ayo Rahma."
"Eh, sebentar. Boleh saya tau nama kamu? Kita sudah dua kali tidak sengaja bertemu, bukan?"
"Iya, saya Aru. Salam kenal."
"Saya Ali. Baiklah silahkan kembali ke asrama."
Aku dan Rahma berjalan Kembali menuju ke asrama. Tanpa aku sadari sepanjang perjalanan menuju ke asrama bibirku menyunggingkan senyuman.
"Hey Aru, kamu seperti sedang salah tingkah dibuatnya. Aku memperhatikanmu dari tadi. Kamu tersenyum sepanjang perjalanan. Tidak biasanya kamu seperti ini."
"Ehh Rahma. Aku tidak apa-apa. Sepertinya kamu salah liat deh. Aku tidak senyum kok."
"Kamu tidak pandai berbohong kepadaku Aru."
"Hehehehe, ampun Rahma."
Alhasil, aku dan Rahma kejar-kejaran menuju ke asrama. Pagi ini adalah cerita yang sangat disayangkan jika harus dilewati. Aku dan Rahma menikmati pagi ini walaupun tadi kami berdua telah dihukum oleh ukhti bagian takmir masjid. Dan aku kehilangan sandalku. Tetapi, karena kami berdua dihukum dan sandalku hilang, aku jadi bertemu dengannya kembali dan mengetahui namanya. Ya, Namanya Ali. Layaknya sahabat Rasulullah. Semoga kepribadiannya juga seperti Sayyidina Ali.
.
"Kau setiap bertemu dengannya selalu salah tingkah ya Aru?"
Sosok tinggi itu menertawakanku. Persis seperti saat Rahma menertawakanku ketika salah tingkah karenanya.
"Aku tidak tau. Tapi sepertinya iya."
"Apakah kau menyukainya."
"Aku juga tidak tau. Kau jangan banyak bertanya. Kau seperti Rahma. Dulu setiap kali sepulangnya aku dari luar asrama, Rahma selalu antusis bertanya. Darimana saja kau, bertemu siapa, dan macam-macam lagi."
"Hahahaha kau dan Rahma nampaknya begitu dekat ya. Baiklah apakah kita akan melanjutkan perjalanan lagi?"
"Ya begitulah. Rahma begitu baik kepadaku. dia yang mengajarkanku bagaimana memakai kerudung yang baik dan benar, kemudian dia juga yang pertama kali meminjamkan baju gamisnya kepadaku dan mengajakku jalan-jalan untuk membeli gamis beserta perlengkapan menutup aurat yang lainnya. Aku rasa Rahma adalah orang yang tepat. Rahma adalah orang yang sejak dulu aku inginkan untuk menjadi temanku. Aku sedari dulu hanya berteman dengan orang-orang yang memandang fisik semata dan mereka juga hanya memperhatikan penampilan dan kesenangan duniawi saja. dan sekarang aku memiliki teman yang kelak akan membawaku ke syurga-Nya. Yang bukan hanya mengingatkanku Ketika aku salah saja, namun dia juga yang membimbingku untuk berubah menjadi lebih baik lagi. Baiklah, kita akan melanjutkan perjalanan lagi."
.
Aku menceritakan sedikit kisah pertemananku kepada sosok tinggi tersebut. Dan aku tersenyum lebar setelahnya. Aku begitu bangga dan bersyukur telah dipertemukan dengan orang sebaik Rahma. Dan aku juga bersyukur dikelilingi dengan orang-orang baik yang kelak akan membersamai di syurga-Nya. Aku baru menyadari, ternyata kita hidup didunia ini hanyalah sementara. Dunia ini hanyalah tempat singgah. Masih ada perjalanan yang benar-benar panjang. Dan disana akan abadi selamanya. Yaitu, akhirat. Dulu, sebelum aku tinggal di pondok ini dan bertemu dengan teman-teman yang saling menyemangati untuk terus mengejar akhirat, aku hanyalah seseorang yang memikirkan tentang kesenangan di dunia ini. Padahal, sebenarnya dunia ini hanyalah fana. Dunia ini layaknya kita sekedar numpang lewat saja dan akan berhenti di tempat yang bernamakan akhirat. Dari situ aku mulai paham bahwa, aku harus mengejar yang namanya akhirat. Karena akhirat punya segalanya. Jika kita mengejar dunia saja, maka akhirat belum tentu akan mengikuti. Namun, jika kita mengejar akhirat, sudah bisa dipastikan bahwa dunia pasti mengikuti. Diibaratkan dunia ada di genggaman tangan kita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Per Tiga
FantasyAruna bertemu dengan sosok asing dan dihadapkan dengan tiga pertanyaan. Pertanyaan tentang kehidupan yang begitu sederhana namun sarat akan makna. Pertama, jika waktu bisa terulang kembali, kejadian apa yang ingin kau ulangi? Kedua, jika kenangan bu...