🌊 Ombak Ke-34 || Too Secret to Hide

297 124 82
                                    

Kinda Fly to the Sea
[Update Kamis & Minggu 20.00 WIB]

🍀Story by Ana Latifa 🍀
Instagram: Onlyana23 | Wattpad: Onlyana23 | GWP: Onlyana23 | WA? Gabung GC DHS aja. Feel free to ask!

🌊

[Random Question]

Punya sosmed apa aja?

Lebih milih menyesal karena melakukan sesuatu atau menyesal karena nggak melakukan sesuatu?

Happy Reading❤

🌊

Tak ada kata terlambat atau terlalu cepat, takdir pun tak pernah salah alamat.

🌊

Laut bangkit dari kasur lalu menuju meja belajar--yang nggak pernah dia pakai belajar. Jemarinya mengetuk-ngetuk meja secara acak. Dia tak bisa tenang. Dia tahu bukan urusannya kalau anak Pak Hardi kabur dari rumah, tetapi itu jadi masalah karena Laut yakin anaknya itu orang yang sama dengan pencopet yang melukai Laut.

Dengan tangan kirinya, Laut mencoba mereplika wajah yang mampu direkam otaknya ke kertas. Dia pun mengambil kertas lain, membuat garis-garis proporsi tubuh, mengarsir bagian pakaian dan celana yang pencopet--anak Pak Hardi--gunakan tempo hari. Tangannya bergerak menggambar sebuah tali menggantung di tangannya. Laut terkesiap. Gelang! Ya, Laut sempat melihat corak aneh di gelangnya. Semacam simbol.

Dia mengambil kertas lain. Sesekali memejam, berusaha menyatukan gambaran yang kabur di kepalanya. Tangannya tak berhenti bergerak. Suara Mak Lela yang meneriakinya untuk makan dari luar kamar sampai tak terdengar.

Ujung pensil Laut pun patah tepat ketika gambar itu selesai.

"Gue yakin begini gambar--"

"Dan gua lebih yakin lu belum budek!"

Belum sempat Laut menoleh, kepalanya lebih dulu digetok wajan seng. Prang! Laut meringis dan semakin meringis ketika Mak Lela malah tertawa puas.

"Nah, sadar kan lu! Mak panggilin dari tadi juga!"

"MAK DURHAKA!" pekik Laut sembari mengusap pucuk kepalanya yang nyut-nyutan. Mana suaranya renyah banget, lagi, batinnya kesal.

"Ya elu gua panggilin kagak nyaut-nyaut! Gua kira lu udah kagak bernyawa. Tapi alhamdulillah kalau lu masih bisa ngerasain sakit, jadi lu masih sehat, Ut."

Laut mendesis sebal sembari memicing galak pada Preman Kesayangannya yang tertawa. Guratan di wajah Maknya yang tampak kian menebal, mengurungkan Laut untuk memperpanjang masalah. Sembari mengembalikan posisi, membelakangi Mak Lela, dia menyimpan senyumnya sendirian. Kematian memang bukan bergantung pada usia, tetapi usia tua selalu lebih dekat dengan kematian. Setidaknya, hal-hal remeh seperti ini bisa jadi kenangan yang bisa Laut ingat bersama Mak walaupun itu menjengkelkan.

"Hayuk, nanti aja gambar-gambarannya. Makan dulu."

Laut menurut.

Sebelum dia kehilangan alasannya.

🌊

"Bentar lagi tes wawancara, nggak ada waktu main detektif-detektifan. Mana banyak tugas kelompok. Belum lagi ada anggota yang jadi beban," Rinai menatap Laut tepat di kata beban, sebelum melihat ke arah lain, "gue jadi belum sempet--"

Kinda Fly to the SeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang