🌊 Ombak Ke-15 || Too Failed to Win

433 139 69
                                    

Kinda Fly to the Sea
[Update Kamis & Minggu 21.00 WIB]
😀

🍀Story by Ana Latifa 🍀
Instagram: Onlyana23 | Wattpad: Onlyana23 | GWP: Onlyana23 | WA? Gabung GC DHS aja. Feel free to ask!

🌊

Kenangan yang ditolak akan menuntut penerimaan. Tak heran bila dia sering datang meski tidak pernah diundang.

🌊

"Iki piye to?"

Rinai mengucap salam sebelum meninggalkan Pak Sasmita yang duduk lemas di meja kerjanya. Jiwa mereka seperti dihisap dementor ketika yang lesap adalah tenaga dan kesenangan. Saya juga nggak ngerti apa mau Laut, Pak.

Bila Laut tidak mencetuskan apa-apa hari itu, hari ini mungkin Rinai sudah bisa memamerkan gigi putihnya karena Pak Sasmita akan memenuhi janji untuk menyarankan nama Rinai ke Pembina Osis. Tapi kepingan domino yang Rinai susun sedemikian rupa itu hancur di hari terakhir perjanjian. Hanya karena satu dorongan kecil dari keputusan Laut. Hanya karena tekad Laut menjadi Ketos yang mendadak tumbuh.

"Lo menginspirasi gue."

Rinai menggeram gemas sembari ke kelas. "Apa-apaan coba? Mulai detik ini, lo nggak boleh nyautin dia lagi! Haram, Rinai, haram! Eh? Astaghfirullah, nggak boleh mengharamkan sesuatu semau lo, Nai!"

"Dia siapa?"

Rinai terlonjak. Matanya sigap menatap awas Laut yang tiba-tiba muncul di sisinya. Di balik punggung cowok itu, terpampang papan nama. XII IPA 1. Ngapain Laut dari sana?

"Habis kunjungan." Laut berkata seolah bisa membaca pikiran Rinai yang dilanda penasaran--atau mungkin memang pikiran Rinai terlalu kuat hingga terdengar oleh Laut. "Biar disangka pinter, lo cuma perlu bergaul sama orang pinter."

Laut membalikkan badan. Sebelah tangannya melambai pada gadis berambut sebahu yang tampak dari kaca jendela. Gadis itu malah menekuk-nekuk jemari, membuat gerakan mengusir. Lambaian Laut pun berubah jadi kepalan tangan. Mereka tertawa.

"Kak Ola?"

"Cewek peringkat satu seangkatan. Dengan selisih nilainya yang jauh, bisa ketebak dia bakal peringkat satu lagi."

Rinai mengangguk paham lalu menyesal. Mengapa dia malah menyahuti Laut lagi? Dengan langkah tergesa, Rinai pun beranjak dari sana. Sayangnya, rok panjangnya tak sekata. Dia memperlambat laju Rinai hingga Laut dengan mudah kembali berada di sisinya.

"Hai, Rinai. Gue minta tolong sama lo, kapan lo bakal bantuin gue?" tagih Laut kesekian kali.

Rinai mendengkus. Menganggap Laut hanya wujud angin yang tertangkap mata. Tak ada yang perlu didengar. Tak ada yang perlu dibalas. Rinai hanya ingin sampai ke kelas.

"Perlu gue sebutin apa aja tata krama bicara sama orang?" Laut mengedikkan bahu santai. "Gue bisa sebut satu per satu karena udah nempel di kepala."

Rinai tetap bertahan untuk diam. Dia tak mau lagi terjun ke lubang yang sama karena bisa saja jawabannya malah menginspirasi Laut lagi.

"Menyapa dengan sopan, tidak menyela, melakukan kontak mata, menatap dengan penghormatan, dan," Laut melangkah lebar, merentangkan tangan, memaksa Rinai untuk menghentikan kaki, "menunjukkan kepedulian dan antusiasme pada lawan bicara." Laut menyeringai. "Sayangnya, lo nggak melakukan semuanya. Katanya mau jadi Ketos, tata kramanya di mana, Rinai?"

Kinda Fly to the SeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang