Bab 3 : Semua Soal Rara

61 2 0
                                    


"Hal yang paling menyedihkan adalah kehilangan senyum yang menghangatkan."

-Awang

Kemoterapi sedang dijalani oleh Rara yang kini sudah semakin terlihat pucat. Awang sebagai kakak yang baik pastinya selalu menemani Rara menjalani kemoterapi dengan cara disuntik, dan memasukkan selang pada bagian lengan.

Walaupun kemoterapi dinilai baik untuk setidaknya membunuh sebagian sel kanker, kemoterapi juga memiliki efek samping yang tak bisa dianggap remeh. Salah satunya pengobatan ini merontokkan rambut, merubah kulit menjadi pucat, kurangnya nafsu makan, dan banyak dampak efeknya.

Tetapi Awang yakin, Rara akan segera disembuhkan dari kanker dan tumor Wilems yang bersamaan tertanam disana. Dirinya menatap miris Rara yang akhir-akhir ini keceriaan pada wajahnya memudar. Senyum yang manis kini telah hilang, sikap rewel yang menggemaskan juga sudah sedikit pergi.

"Bagaimana Ra, kamu kuatkan?" Tanya perawat Fida. Rara hanya mengangguk kecil tanpa senyum dibibirnya yang terlanjur mongering.

"Kamu hebat Ra." Sambil mengelus kepalanya, Awang mencoba membangkitkan semangatnya.

"Wang, ikut kakak sebentar, ada sesuatu yang ingin disampaikan." Kak, Fida nampak begitu serius akan hal ini.

"Ra, kakak pamit dulu yah, nanti kakak bakal balik lagi." Ia pun mengecup dahi kecil milik Rara, namun ia sudah menduga Rara sudah tak merespon hal hangat yang ia berikan padanya, Rara hanya melamun, menatap luar jendela. Mungkin Rara merindukan kebebasan, itulah yang ada dipikiran Awang kali ini.

Awang melangkah keluar ruangan dan menemui kak Fida di ujung lorong rumah sakit. Saat ia melangkah nampak wajah cemas dari Fida muncul tiba-tiba. Mungkin sesuatu mengejutkan akan terjadi, begitulah kata hati dari Awang yang mulai cemas dengan keadaan sekarang.

"Ada apa kak?"

"Ada kabar yang mungkin bisa membuat kamu merasa sedih," Ucap Fida terang-terangan.

Mendengar hal itu sebenarnya Awang sudah sangat siap dengan apa yang terjadi nanti, karena menurut dirinya kehidupan mereka memang sudah sepatutnya tidak baik-baik saja, dan tidak akan pernah baik.

"Gapapa kak, Awang sudah siap dengan apa yang nanti terjadi."

Dengan sedikit terkejut, Fida mulai merasa bersalah dengan apa yang akan terjadi pada mereka, namun ini seharusnya disampaikan.

"Kamu dan Rara sudah boleh pulang. Pasalnya Rara sudah agak pulih, dan memerlukan istirahat terlebih dahulu. Dan juga pihak rumah sakit membutuhkan ruangan atau tempat tidur yang kosong untuk pasien yang baru."

Mendengar hal itu, Awang sebenarnya agak bingung ia mesti tinggal dimana, bukan berarti Awang tak mempunyai rumah. Ia khawatir jika ia biarkan Rara di rumah dirinya akan semakin kesepian. Melihat mamahnya yang terlalu sibuk kerja dan Ayah yang ada di negeri orang. Awang tak mau dirinya melihat kembali Rara yang seperti putus asa.

"Kak, boleh minta satu hal lagi? Mungkin agak tidak sopan, tapi aku janji satu hal lagi saja aku ingin merepotkan kakak lagi." Dengan sedikit memohon.

"Apa itu Wang? Tak perlu risau Kakak siap membantu kamu dan Rara." Fida sudah terlanjur sayang kepada Awang dan Rara.

"Tolong carikan rumah singgah yang cocok untuk penderita kanker. Aku mau Rara ditempatkan di suatu lingkungan yang senasib dengannya. Seperti kata orang, jika kita berada di lingkungan yang senasib dengan kita, mereka setidaknya merasa terakui di dunia."

Tanpa pikir panjang, Fida bersedia mencarikan rumah singgah yang cocok untuk Rara dan Awang tinggal. Ia memerintahkan Awang untuk membereskan barang-barang selagi dirinya mencarikan rumah singgah untuk mereka berdua. Dengan cepat, Fida menemukan rumah singgah yang masih bersedia menampung pasien kanker untuk sekadar tinggal.

Running After You (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang