10 - UKS

5 1 0
                                    

Sabrina berdiri tepat di tengah pintu ruangan UKS. Matanya melotot, mulutnya terbuka lebar karena terkejut. Setelah itu Ia menutup kedua matanya dengan tangan. Allena segera bangun dari posisinya, begitu pula dengan Arkasa. Laki-laki itu mengusap-usap bajunya seolah-olah membersihkan bajunya dari debu. Kini Arkasa menjadi salah tingkah

"Ngapain lo nimpak gue? lo madus ya?" tanya Arkasa ketus seraya menatap sinis Allena

"Najis!" balas Allena malas

"Gue lebih najis!" Arkasa mengambil tasnya kemudian pergi meninggalkan Allena

Sabrina yang masih tengah menutupi matanya, mengintip mereka dari celah jarinya. Setelah Arkasa pergi, dirinya membuka matanya kemudian berlari menghampiri Allena

"Allena, gue nggak salah lihat kan?" tanya Sabrina

"Gue jatuh, nggak sengaja nimpak dia. Udah lah nggak usah dibahas" ucap Allena

"Oh, gitu" mata Sabrina terfokus pada luka yang ada di tangan dan kaki Allena

"Al, tangan sama kaki lo kenapa?" tambahnya

"Ini didorong sama Sandra" jawab Allena singkat lalu mengambil tasnya kemudian pergi begitu saja

"Eh, tungguin!"

Allena dan Sabrina pergi meninggalkan UKS dan segera masuk ke dalam kelas.
Saat pelajaran sedang berlangsung. Sabrina tampak tengah mengalihkan fokusnya kepada sahabatnya. Ia mengernyit heran, menyipitkan kedua matanya menatap Allena tajam. Ia menatap Allena seakan-akan Allena seperti bukan sahabat yang Ia kenal. Baginya, Allena kini sedikit berbeda seperti dulu

"Allena, lo sakit ya? Lo agak berbeda tau nggak" tanya Sabrina

"Maksud lo?" tanya Allena balik

"Ya, lo lebih banyak diamnya sekarang. Contohnya soal Sandra, kenapa lo nggak ngelawan? biasanya kan lo lawan dia dengan cara cerdik lo"

"Ya, gue malas aja mau ladenin dia. Gue nggak kenapa-napa kok"

"Tapi-"

Allena menghelakan nafasnya, lalu melemparkan tatapannya ke mata Sabrina. Menggambarkan dirinya sedang malas menjawab. Pandangan tajamnya pada Sabrina membuat Sabrina tidak melanjutkan kalimatnya. Sabrina berdecak kesal, memajukan bibirnya cemberut karena ia tau sahabatnya sedang menyebunyikan sesuatu darinya.

****

Dipertengahan pembelajaran di kelas, Pak Toro tengah menjelaskan di depan kelas. Alih-alih mendengarkan seperti murid-murid yang lain, Arkasa, Aryan dan Davin malah sibuk berbicara. Perbincangan mereka tak habis-habisnya layaknya orang penting yang sedang melakukan rapat besar. Padahal hal yang mereka bicarakan adalah hal biasa yang bisa dibahas di luar jam pelajaran. Namun, begitulah Arkasa, baginya kata-kata yang keluar dari mulutnya lebih penting dibandingkan kata-kata yang keluar dari murid guru yang menjelaskan di depan. Diantara mereka berempat, hanya Glen yang sibuk memperhatikan penjelasan guru di depan

"Eh, ngomong-ngomong lo nggak kepikiran gitu buat jenguk bokap nyokap lo sesekali ke Bandung?" tanya Aryan pada Arkasa

"Nggak, ngapain? mereka aja nggak peduli sama gue" jawab Arkasa

"Ya itu kan dulu, siapa tau nyokap sama bokap lo udah berubah?" sambung Davin

"Orang-orang kayak mereka nggak bakal berubah, mereka aja nggak pernah nyariin gue"

"Eh, lo semua bisa diam nggak" sambung Glen

"Iya-iya, entar bagi jawaban ya" Davin merangkul Glen

Lagi-lagi Glen yang menjadi penyelamat dan kunci jawaban untuk mereka bertiga.

Waktu semakin berjalan. Suasana kelas pada saat pelajaran Pak Toro tampak semakin membosankan. Tidak ada sedikitpun suara terdengar di ruangan kelas itu. Semuanya tampak sedang sibuk mengerjakan soal. Meskipun waktu menunjukan tersisa 20 menit sebelum bel dibunyikan. Tetap saja terasa seperti seabad bagi murid-murid XII IPS 1, terutama Arkasa.

A Man After DadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang