11 - Matematika

2 0 0
                                    

Sebuah mobil merah terparkir tepat di depan rumah Allena saat dirinya tiba di rumah. Mobil itu sudah tidak asing bagi Allena. Dirinya segera turun dari motor dan bergegas masuk ke dalam rumah. Sesuai dengan dugaannya, tamu yang singgah di rumahnya adalah Sabrina dan Ibunya

"Hai tante Siska" ucap Allena

"Kenapa sore banget pulangnya, Len?" tanya tante Siska

"Kan udah aku bilang Ma, Allena dihukum sama Pak Dodit" sambung Sabrina

"Iya nih, Allena nakal kali di sekolah sampai-sampai kena hukum begitu" ucap Ibu Allena seraya membawakan minuman

"Gak apa-apa Lin, Sabrina malah lebih parah dari Allena. Belajar nggak pernah, beresin rumah aja malas. Kalau Allena kan rajin" balas tante Siska

Sabrina terdiam, Ia tidak heran dengan perkataan Ibunya yang hampir setiap hari membandingkan Ia dengan Allena. Sampai-sampai terkadang Sabrina merasa Ia bukan anaknya, melainkan Allena karena sangking sering ibunya memuji Allena. Hanya saja Sabrina selalu mengabaikan hal itu dari dulu.

Setelah berjam-jam bertamu, Sabrina dan Ibunya meninggalkan rumah Allena dan pamit pulang. Allena masuk ke dalam rumah setelah mengantarkan Sabrina dan Ibunya ke depan. Ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar. Dengan tubuh yang masih terbalut seragam sekolah, Allena membantingkan diri ke atas kasur. Ia menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskan perlahan. Gadis yang kini terbaring di atas kasur itu terlihat sangat lelah. Begitu banyak masalah yang berkelana di pikirannya. Ia beranjak dari kasurnya, mengambil handuk yang tergelantung di belakang pintu kemudian pergi ke kamar mandi.

Selesai mandi dan perpakaian, Allena melangkahkan kakinya menuju kamar Ibunya. Saat Ia masuk ke dalam, tampak Ibunya sedang tertidur pulas. Allena memeluk Ibunya yang sedang tidur. Air matanya mulai menetes perlahan. Paling tidak dengan memeluk Ibunya, hatinya bisa merasa damai walaupun hanya sesaat

"Al? kamu kenapa nangis sayang?" Ibunya terbangun dan memegang wajah putrinya

"Nggak kok, Allena cuma mau peluk mama lama-lama" balas Allena

"Ma, jadi orang dewasa itu nggak enak. Allena pengen balik kayak dulu lagi" ucapnya dengan nada suara gemetar

"Kenapa ngomong begitu sayang? kalau ada masalah, kamu bisa cerita sama mama" ucap Ibunya

Allena menyeka air matanya. Ia menganggukkan kepalanya, Ia mempererat pelukannya pada Ibunya. Walau Ia merasakan kesedihan yang luar biasa dalam hatinya, senyum di wajahnya masih terukir
"Iya, Allena bakal cerita sama mama kok kalau Allena lagi sedih"

"Intinya, kapanpun kamu butuh Mama, Mama akan selalu ada buat kamu"

"I love you so much, Ma"

Allena berusaha menahan air matanya agar tidak tumpah di hadapan Ibunya. Keinginan untuk menceritakan perselingkuhan Ayahnya selalu terbesit di kepalanya. Namun, hatinya tidak sanggup melihat Ibunya hancur. Ia sangat tahu betapa Ibunya mencintai Ayahnya. Saat ini Allena hanya ingin mementingkan kesehatan Ibunya terlebih dahulu. Dokter berpesan untuk tidak membuat Ibunya dalam tekanan yang dapat menyebabkan penyakit jantungnya kambuh lagi.

Waktu demi waktu terus berlalu, keadaan langit mulai gelap. Ayah Allena baru saja pulang dari kantor. Ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamarnya. Melihat putrinya tertidur di samping istrinya membuat senyuman terukir di wajahnya. Ia berjalan mendekati mereka dan mengecup kening kedua wanita itu. Ayahnya tidak mau mengganggu putri dan istrinya. Ia memutuskan untuk tidur di ruang tamu sampai pagi.

***

Waktu sudah menunjukan pukul 6 pagi ketika Allena tersadar dari tidurnya. Saat Ia membuka kedua matanya, Ia masih dalam pelukan hangat Ibunya. Allena melepaskan pelukan Ibunya dengan perlahan dan mencium pipi Ibunya. Bergegas Ia pergi ke kamarnya dan bersiap-siap untuk berangkat sekolah. Setelah selesai, Ia melangkahkan kakinya menuju ruang makan. Ia menolehkan kepalanya, melihat sekeliling rumah. Allena mendapati Ayahnya sedang berbicara dengan seseorang di telpon

A Man After DadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang