2. Promise

57 4 0
                                    

Renaa hanya mengernyitkan dahinya ketika pada akhirnya ia memutuskan untuk membantu Rayyan mengerjakan tugas power point-nya.

"What's wrong with me?" gumamnya sambil memiringkan kepalanya, tetapi jarinya tetap menari di atas keyboard.

"Lu kenapa?" tanya Rayyan yang tiba-tiba melihat keanehan Renaa, ditambah gumaman Renaa yang tidak terlalu terdengar.

"Gua baru kenal lu, dan lu baru kenal gua. Dan impression pertama kita cukup menjadi alasan kalau kita akan jadi musuh bebuyutan. So, why you asked to me?"

Rayyan hanya tersenyum miring. "Oke, make it simple. Karena gua enggak suka orang yang tidur di perpustakaan, atau orang yang menyalahgunakan suatu tempat."

Renaa hanya melongo mendengar penjelasan Rayyan. Demi apapun, rasanya ia ingin membanting laptop milik lelaki itu sekarang juga.

"Sumpah, deh. Mending gua minggat dari perpustakaan daripada bantuin lu."

Rayyan hanya tersenyum. "Tolongin gua, please. Tangan gua yang kiri enggak bisa gua pakai," ujarnya kemudian memelas ketika sebelumnya tersenyum penuh kemenangan.

"I see you're right hand is fine. Lu manfaatin gua, ya?" selidik Renaa dengan mata memicing tajam.

"Gua kidal, by the way. Jadi gua kesulitan untuk ngetik dan kendaliin mouse plus kursor," jawabnya membuat Renaa menghela napas panjang dan lanjut membantu lagi.

"Gua bantu sampai jam sepuluh aja. Lewat dari itu, I'll stop to help you," ujar Renaa yang diangguki Rayyan.

"Thanks," ujar Rayyan yang diangguki Renaa.

"Lu kidal juga?" tanya Rayyan ketika melihat Renaa memakai arloji di tangan kanannya.

"Nope. Just like it."

Rayyan hanya ber-oh ria mendengar penjelasan Renaa.

"Tapi gua bisa nulis pakai dua tangan," sambungnya membuat Rayyan membelalakkan matanya.

"Amazing," pujinya membuat Renaa mengeluarkan senyum miringnya -bangga.

"You are an ambidextrous. Dan itu langka banget. Mungkin, segelintir orang aja yang begitu." Renaa mengangguk membenarkan pemikiran Rayyan.

"Berarti lu pintar, dong? Kenapa enggak buka jasa pembuat tugas aja?" tanya Rayyan yang digelengi Renaa.

"Gua enggak termasuk anak pintar atau ambisius. Gua juga bukan orang yang sering masuk tiga besar. Dan IP diatas 3.5 juga udah bagus banget menurut gua," jawab Renaa sambil tetap fokus pada kerjaannya saat ini.

Mata menatap layar laptop, jemari yang menari di atas keyboard, otak yang bekerja merangkai kata-kata, dan bibir yang menyahuti pertanyaan Rayyan. Walaupun sesekali sembari mengeluh.

"Dan buat pertanyaan kedua lu, tugas gua aja bikin pusing, apalagi ngerjain tugas orang. Big thanks for your opinion," sambungnya.

Rayyan tersenyum mendengar penuturan Renaa.

***

"Gua kira lu sosok yang nyebelin," celetuk Rayyan ketika mentraktir makanan favorit Renaa -mie ayam dengan es teh manis, dilengkapi dengan dua buah gemblong sebagai penutup makanannya.

"Dan gua kira lu sosok yang perfectionist," sahut Renaa setelah menghabiskan suapan terakhir mie ayamnya.

Rayyan hanya tertawa mendengar penuturan Renaa yang terkesan tepat pada intinya tanpa bertele-tele.

"Sebenarnya lu jurusan apa?" tanya Rayyan.

"Psikologi. Why?" tanya Renaa balik dengan santai setelah menjawab dengan singkat.

Mi CasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang