11. Let Go

20 2 0
                                    

PLAK!!

"Ini tamparan karena kamu menyukai Kirei."

PLAK!!

"Ini tamparan karena kamu menjalin hubungan lebih dari sekedar sahabat dengan Kirei."

PLAK!!

"Ini tamparan karena kamu mengaku tepat di hadapan kakak kamu yang lagi sakit."

Rayyan hanya terdiam saja sembari memandangi Reza yang terbaring lemah diatas brankarnya.

"Bun, aku anak bunda 'kan? Kenapa bunda lebih sayang sama kakak daripada aku?" lirih Rayyan sembari memberanikan diri menatap mata bunda.

"Kamu memang anak bunda. Tapi bunda berharap banyak sama kamu, Ray. Tolong mengerti, lah," lirih bunda sambil menggenggam jemarinya yang kini terkepal.

"Tolong jauhi Kirei. Dengan begitu, kakak kamu tetap bersama kita. Kamu sayang sama kakak 'kan?" harap bunda yang bahkan tak bisa Rayyan jawab secepat kilat.

"Bun, bunda ingat 'kan, bagaimana aku diasuh? Aku diasuh sama baby sitter, Bun. Bahkan bunda enggak menyapih aku. Aku mau main sama bunda pun, bunda selalu beralasan karena kakak. Terus kayak itu. Sekarang, biar aku yang merasakan keinginanku terwujud, ya?"

PLAKK!!

"Bunda begitu juga buat kamu. Buktinya kamu mandiri dan bisa menghasilkan uang sendiri tanpa bantuan ayah dan bunda. Sedangkan kakak enggak bisa. Kamu tetap iri? Enggak tahu diuntung."

Bunda langsung mengusir Rayyan dari ruangan Reza dan menamparnya sekali lagi.

"Jangan pernah muncul di hadapan saya sebelum kamu merubah pikiranmu."

Rayyan keluar dari ruangan Reza dengan langkah gontai. Mendongakkan kepalanya menatap langit-langit lorong rumah sakit.

"Kamu ada usaha 'kan?" tanya ayah yang entah kapan sudah berada di sisinya.

"Ada. Butter cafe. Ya, setidaknya ada pemasukan untuk biaya kuliah, keperluan kuliah, keperluan sehari-hari, sama motor," jawab Rayyan yang diangguki ayah.

"Ayah akan siapkan kamu apartemen. Bunda enggak tahu tentang ini. Ayah sengaja persiapkan semuanya atas nama kamu. Maaf karena ayah dan bunda tidak menemanimu selama masa tumbuh kamu. Itu ... kesalahan terbesar ayah." Rayyan mengangguk, mengerti dengan kondisi keluarganya.

"Tapi, Yah. Kalau ayah sama seperti bunda yang membujuk aku untuk menjauhi Renaa, aku akan menolak," ujar Rayyan tegas yang diangguki ayah.

"Enggak akan. Ayah tahu kamu tulus menyukai Kirei. Kirei tidak bisa dikekang. Jika dikekang bersama Reza, mungkin dia akan melakukan suatu yang nekat dan mencelakakan kakakmu. Itu lebih beresiko." Rayyan mengangguk membenarkan ucapan ayahnya. Mengingat Renaa akan melakukan apapun untuk melepaskan dirinya.

***

Di rumah, Renaa sangat dipojokkan oleh ayahnya hanya karena ia melakukan hal di luar batas karena tidak mau dijodohkan oleh Reza.

"Papa capek sama kamu. Kamu disuruh menikah dengan lelaki pilihan papa aja enggak mau. Kamu tau, hidup dia terjamin dengan keluarganya," bentak papa membuat Renaa tersinggung setengah mati. Walaupun rasa kesal juga ikut mendominasi dengan rasa tersinggungnya.

Terjamin? Terjamin apanya? Belum tentu dia bisa kerja dan menghidupi keluarga kecilnya sendiri dengan kondisi begitu. Lagipula, memang orang tuanya tidak menua hingga menjamin kehidupannya sampai akhir hayatnya? Sungguh, Renaa tak habis pikir dengan pikiran papanya. Biasanya atau dalam novel sad-romance yang ia baca, si gadis yang menyukai lelaki yang sakit-sakitan akan ditentang oleh keluarga pihak gadis dan menikahkan pada lelaki mapan nan sehat. Ini terbalik. Mengherankan.

Mi CasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang