3. Will Not

44 3 0
                                    

Rayyan hanya menghela napas kesekian kalinya. Entah mengapa, perasaannya sangat kacau sejak kemarin malam.

"Kenapa, Ray?" tanya Reza yang sedang berbunga-bunga. Rayyan hanya menggeleng tanda menolak untuk memberitahu abangnya tersebut.

"Tamunya sudah sampai. Ayo, kita sambut," ujar bunda sembari mengambil alih kursi roda Reza yang sebelumnya didorong oleh Rayyan.

"Vin, apa kabar?" sambut ayah terdengar bahagia ketika berpelukan.

"Baik, Nan. Gimana kabar anak sama istri?"

Pada intinya, dua kepala keluarga ini saling bertukar kabar tanpa ada yang menyuruh para tamu untuk masuk.

"Yah, tamunya masuk dulu. Kasian, panas di luar." Rayyan hanya bisa menginterupsi sampai itu saja. Ia sudah kepanasan dan gerah, padahal belum ada sepuluh menit dua kepala keluarga itu berbincang. Dan dia sudah diperingati oleh bunda.

"Ayo, masuk dulu," ujar bunda. Rayyan lebih memilih masuk lebih dahulu. Ia ingin ke kamar mandi. Entah kenapa seperti ada yang memainkan emosinya.

"Ini pasti Kirei, ya? Cantik banget seperti mamanya," ujar bunda sembari mengelus tangan Renaa. Sedangkan Renaa, ia harus berpura-pura tersenyum.

Renaa mengedarkan pandangan sekilas. Dan cukup terkejut ketika melihat Rayyan yang duduk di samping Reza -lelaki yang dikenalkan tadi.

"Lu? Kenapa ada disini?" tanya Renaa dengan mata yang terbelalak.

"Lha, ini rumah orang tua gua. Yang ada, lu ngapain disini?" Rayyan juga tak kalah terkejutnya dengan kejadian ini. Walaupun, sebenarnya ada rasa meletup yang tak bisa ia jelaskan.

Dan ada satu orang yang merasa minder dengan interaksi keduanya.

"Kalian saling kenal?" tanya bunda pada keduanya yang dijawab anggukkan oleh mereka.

"Kemarin sempat cekcok, tapi berakhir baikan dan berteman sama Rayyan," jelas Renaa membuat Bunda mengangguk.

"Berarti udah dekat sama calon adik ipar. Tinggal sama calon suami aja yang belum kenal," timpal bunda dengan intonasi yang bahagia membuat Renaa melongo.

"Maksudnya?"

Kedua pasangan -ayah-bunda maupun mama-papa- tersebut tersenyum.

"Lho, kamu 'kan dijodohin sama Reza, kakaknya Rayyan."

Dan Renaa langsung menoleh pada Reza yang duduk di kursi roda.

"Lucu banget, sumpah." Renaa langsung bergumam dengan senyuman sinis.

"Aku akan pertimbangkan setelah aku tahu plus dan minusnya dari ... siapa namanya?" ujar Renaa dengan tatapan mengintimidasi. Masa bodo mau di cap tidak sopan. Toh, orang dewasa yang mendampinginya juga tidak memedulikan bagaimana perasaan dirinya.

"Reza," jawabnya yang agak gentar menatap Renaa.

"Oh, Reza. Tante, Om, bisa aku tahu plus dan minusnya dari Kak Reza?"

Rayyan hanya menatap para orang dewasa tersebut dengan sedikit tidak suka. Penampilan gadis itu, seperti habis menangis semalaman, ditambah pipinya yang agak bengkak. Ia suka Renaa yang mengintimidasi mereka.

"A-aku, dinyatakan lumpuh karena kecelakaan lima tahun lalu. Dan, aku pengidap lemah jantung." Renaa hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Tipe gadis idaman kakak gimana?" tanya Renaa lagi membuat Reza terdiam.

"Maaf, ya. Kirei ...."

"Yang dijodohin aku 'kan? Berarti aku bisa menentukan kriteria aku, dong." Renaa segera menginterupsi ketika mama ingin angkat bicara.

Mi CasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang