08

95 16 7
                                    

this chapter is related to Black Dog Chapter 6.
happy reading!






Sejak terakhir kali bertemu Erica, Jeffrey tidak lagi berani mengikuti gadis itu dalam jarak dekat. Bukan seperti Jeffrey takut akan dimarahi oleh Erica lagi, tapi kalimat itu... saat Erica bilang bahwa dia bahkan tidak berharap untuk ada di dunia ini.

Right. Melihat bagaimana dunia memperlakukan Erica, wajar saja gadis itu merasa ini bukan tempat yang tepat.

Terlepas bahwa dia dicap terkena kutukan dan segala hal tidak pantas yang dia dapatkan selama ini, hidupnya tetap berada dalam bahaya. Bahkan, jika orang-orang memperlakukannya dengan baik pun, itu tidak akan menjamin keselamatannya.

Because there is still UnderGround.

Entah sampai kapan kebenaran ini akan tetap tersembunyi, but thanks to Irene—meskipun tetap, masih ada orang yang harus terluka dengan segala pengorbanan itu.

Jeffrey menghela napas, meremat rambutnya kasar.

Dan lagi, dari semua kekacauan itu, kenapa Jeffrey harus terlibat?

Terkadang ada pikiran, mungkin saja semua akan jadi lebih mudah jika Jeffrey bertindak sesuai dengan apa yang UnderGround mau saja. Meskipun tidak mudah menjadi bidak Guerriero, tapi mungkin saja dia tidak akan galau memikirkan segala kerumitan ini.

Nahasnya, semakin Jeffrey memikirkannya, semakin besar keinginannya untuk melihat Erica dan Mark survive. Bukan hanya bertahan, tapi benar-benar selamat.

"Look, I got a good news," ujar Rosé saat duduk di samping Jeffrey.

"Apa?" Jeffrey menoleh dengan malas saat pikiran-pikirannya tentang Erica terinterupsi. Dia melepaskan rambutnya, akan tetapi rambut kusut itu bertahan seperti terakhir kali, membuatnya seperti mempunyai 2 telinga beruang di kepalanya.

"I know this boy, orang yang nyelametin Erica beberapa waktu lalu pas mau lompat dari rooftop sekolah." Rosé berdehem. Dari sekilas Jeffrey melihat rona gadis berambut pirang itu, antara bangga atau sedang menyombongkan diri, perbedaannya hanya tipis.

"Tsk, inilah kenapa kamu harus sering keramas," ujar Rosé saat menyadari bentuk rambut Jeffrey. Tanpa permisi dia merapikannya. Sedikit kasar, tapi Jeffrey hanya tersenyum dengan perlakuan itu.

Ya, it's just the usual Rosé. Dia memang bukan gadis yang lemah lembut. Tapi ini masih belum seberapa jika dibandingkan dengan saat kamu masuk ke Vatikan. Wanita di sana jauh lebih ganas.

Ingat Jennie? Itu bahkan masih tergolong sedang.

Ah, Chrys! Sepertinya dia yang berada di puncak piramida. Belum ada yang bisa menandinginya selama bertahun-tahun.

Tapi sepertinya tidak, sekarang? Semenjak dia keluar dari Knight dan menjalani kehidupan normal dengan pria berkewarga negaraan Chicago, dia banyak berubah. Somehow, Jeffrey senang melihatnya berubah sesuai dengan kodratnya sebagai seorang wanita, tapi tetap rasa cemas itu selalu ada.

Bagaimanapun, semakin terang matahari bersinar, bayangan yang tercipta pun semakin pekat. Begitu juga bahaya yang mungkin terjadi.

"Aku keramas, kok," ujar Jeffrey kemudian.

"Keramas apa, rambut kayak ijuk begini. Ew, basah lagi."

"Aku abis jogging tadi."

"What do you mean by jogging di siang bolong begini??" Rosé berjengit. "Mau bunuh diri?"

Sekali lagi, Jeffrey hanya tertawa kecil menanggapi hujatan itu. Sangat terbiasa.

"Jadi, apa tadi?" tanya Jeffrey.

[5] The Guard ; Jeffrey JungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang