01

205 39 13
                                        

“Heh!”

Jeffrey tersentak dan segera membuka mata saat merasakan dadanya dipukul dengan keras. Sedikit kebingungan, dia menatap bertanya pada Jennie yang duduk berjongkok di depannya dengan mata menelisik.

“Pamitan tadi cuma buat tidur di sini? Gak ada tempat lain apa? Mau cosplay jadi gelandangan?” cecar Jennie.

Jeffrey menelan ludahnya kasar, berusaha bangun dari dinding bangunan yang sedari tadi menopang punggungnya. Dia menoleh ke belakang —ah, bukannya ini coffee corner tempatnya membeli kopi tadi?

“Ini kenapa?” tanya Jennie, menarik salah satu sisi kerah mantel Jeffrey kasar hingga pemuda itu ikut tertarik ke depan. “Kamu tadi berantem? Sama siapa?”

Jeffrey diam, tidak menjawab. Terus terang saja dia juga bingung kenapa mantelnya sangat kotor. Bukan hanya bekas debu, tapi juga darah.

“Darah..?” guman Jeffrey, lebih seperti bertanya pada diri sendiri. Sedetik kemudian kelopak matanya tiba-tiba melebar, dengan wajah super terkejut dia menoleh lurus ke depan —ke arah jalanan yang ramai dengan kendaraan.

Jeffrey perlahan memegang belakang kepalanya —sakit, membuat pria itu berjingkat. Dan kebingungannya membuat kepalanya seketika seperti berputar, ditambah dengan pekikan Jennie yang segera menarik tangan Jeffrey demi memperhatikan bercak darah segar setelah pria itu menyentuh belakang kepalanya sendiri...

“Kamu abis ketemu sama siapa?” tanya Jennie, setelah menoleh kanan dan kiri was-was.

Jeffrey menggeleng pelan. Kelopak matanya masih terlihat bingung, bahkan pria itu beberapa kali menelan ludahnya paksa karena tenggorokannya sakit saking keringnya.

“Terus ini kenapa?” tanya Jennie lagi.

Sekali lagi Jeffrey menggeleng. “Aku masih hidup?” tanyanya.

Jennie mengernyit. “Kamu kira aku anak indigo bisa ngajak ngobrol hantu?!”

“… tapi aku tadi ditabrak.”

“Hah? Ditabrak apa?”

“Truk…”

“Hah?!” Jennie berjengit.

“Di sana..” Jeffrey mengangkat tangannya, lemah menunjuk jalanan ramai di depan sana dimana dia merasa pernah terkapar.

Jennie mengernyit. Bagaimana bisa jalanan bisa terlihat se-baik-baik-saja itu jika memang baru saja terjadi kecelakaan? Dan bukankah suasana terlalu tenang? Lagipula jika memang Jeffrey benar-benar tertabrak truk, bukankah seharusnya dia dibawa ke rumah sakit? Bukankah seharusnya polisi datang ke sini untuk melakukan investigasi atau olah perkara? Atau… bukankah setidaknya ada petugas yang mengatur lalu lintas agar kembali normal?

Dan Jeffrey, kenapa dia malah ditinggal di sini? Tidur —atau entah pingsan sendirian di depan sebuah coffee corner seperti seorang gelandangan.

“Jeff,” panggil Jennie, kembali menaruh perhatian pada Jeffrey yang tampak masih sedikit syok dan bingung.

“Kita ke rumah sakit dulu.”

Jeffrey mengangguk kaku, menerima uluran tangan Jennie untuk kemudian dipapah oleh gadis yang sebenarnya jauh lebih kecil darinya itu.


the guard

Jennie kembali dibuat terheran-heran saat Dokter bilang, “Gak ada luka apa-apa, kok. Tuan Jeffrey cuma syok dan tubuhnya merespon secara berlebihan aja, makanya pingsan.”

“Tapi gimana soal darah —kalo emang dia cuma pingsan karena syok, kenapa dia sampe kayak gitu?” tunjuk Jennie pada Jeffrey yang sudah bisa tegak berdiri di atas kakinya sendiri tanpa bantuan siapapun, mengambil mantel kotornya dan segera memakainya tanpa banyak pertimbangan.

[5] The Guard ; Jeffrey JungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang