[ 19 ]

1.4K 129 9
                                    


- Sohn Eric -

- Sohn Eric -

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hey,"

Aku yang mulanya fokus dengan buku bacaan sontak mendongak. Di hadapanku berdiri sosok laki-laki yang sejak beberapa hari ini belum kujumpai secara langsung.

Aku tersenyum memandang Eric dengan jas OSIS-nya yang kini memilih untuk berjalan memutari meja perpustakaan, lalu duduk di bangku sebelah kiriku.

"Kenapa di sini?" tanyanya.

"Males, rame." ucapku seadanya.

Hari ini sekolah mengadakan kegiatan bulan bahasa, yang membuat lapangan dipenuhi dengan stan bazaar makanan, stan aksesoris khas daerah, dan panggung hiburan.

Eric adalah salah satu panitia kegiatan hari ini. Hal itu membuatnya sibuk sejak seminggu yang lalu, dan karena itulah kesempatan kami untuk bertemu jadi berkurang. Ditambah lagi, aku dan Eric berbeda kelas. Dia biasanya yang meluangkan waktunya untuk menemuiku saat istirahat dan terkadang juga mengantar-jemputku ke sekolah.

"Ayo dong, jangan ngumpet di perpus terus. Keluar bentar, ngeliat yang manggung. Sayang banget kalo dilewatin." bujuknya.

"Panas tau. Di sini adem." kataku.

"Ada stan es kepal loh, kamu nggak mau?"

Aku terdiam menimang-nimang. Lumayan tergiur sebab Eric baru saja menyebutkan salah satu minuman kesukaanku.

"Nggak deh. Aku diet." tolakku.

Eric memajukan bibirnya, terlihat agak kesal. "Apasih diet-dietan. Digofood-in boba sama martabak tiap malem aja tetep dihabisin. Udah ayo, nggak usah banyak alesan. Ayo keluar sama aku." ucapnya.

Aku hanya terkekeh saat Eric beranjak dan menarik tanganku untuk ikut keluar perpustakaan. Sebenarnya aku memang tidak diet, hanya sedang malas bergerak saja. Sudah terlalu nyaman di dalam perpustakaan yang dingin.

Lagipula, tidak seru jika aku keluar untuk melihat bazaar sendirian karena Eric sibuk mengurus banyak hal.

Dan senangnya aku kala Eric masih bisa menyempatkan waktunya untuk menemuiku saat ini.

"Ada yang jual puding tuh, kamu mau nggak?" tanya Eric saat kami mengelilingi tiap stan bazaar.

Ia masih menggenggam tanganku. Hal itu membuat beberapa pasang mata menatap kearah kami. Sungguh, sebenarnya aku merasa malu. Tapi karena Eric yang menyebabkan hormon dopaminku meningkat, itu berhasil menutupi rasa maluku.

"Mauu."

Eric tersenyum lalu membawaku menuju stan yang menyediakan puding berbagai rasa tersebut. Setelah menyebutkan beberapa rasa puding, Eric segera membayarnya dan menyerahkannya padaku. Tentunya kuterima dengan senang hati.

"Jadi beli es kepal?" tanyanya.

Aku sontak mengangguk. "Jadi dong." balasku semangat.

Ia terkekeh. Tanpa aba-aba mengacak rambutku. Aku sempat terdiam membeku, lalu sepersekian detik kemudian langsung menundukkan kepala menutupi wajahku yang memerah malu.

Imagine'zTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang