[ 21 ]

1.3K 141 9
                                    

- Choi Chanhee (New) -

- Choi Chanhee (New) -

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nyuuuuu!"

Laki-laki yang mulanya sibuk berkutat dengan buku itu mendongak dan memberikan tatapan bertanya padaku yang barusan memasuki kelas.

Dengan langkah lebar aku menghampiri bangku New yang berada di urutan depan. Akupun lantas mendudukan diri di sampingnya.

"Ajarin ini!" pintaku sambil cengengesan.

Buku yang sejak tadi kubawa kini kutaruh di atas meja. New mencondongkan tubuhnya dan mengamati tulisan oret-oretan di bukuku.

"Nggak bisa lebih jelek lagi?" sindirnya dengan nada datar.

Sontak kupukul pundaknya. "Yang penting masih bisa dibaca!" ucapku tak terima.

Laki-laki itu mengaduh kesakitan sembari mengusap pundaknya yang menjadi korban kekerasanku. Ia lalu menatap sengit padaku.

"Aku nggak mau ngajarin."

Langsung saja aku melayangkan protes padanya. "Ih, gitu aja ngambek! Nggak asik ah!" gerutuku.

New tak menanggapiku dan kembali sibuk pada bukunya.

"Ish, iya-iya! Maaf deh, abisnya kamu ngeselin banget," ujarku mengalah.

"New, ayo dong, ajarin," ucapku melas.

Laki-laki itu tak mengindahkanku.

"New," panggilku.

Masih sama.

"Chanhee," panggilku lagi.

Tetap tak peduli.

"Sayang,"

Gotcha! Akhirnya dia menoleh.

Tapi hanya untuk menunjukkan ekspresi gelinya padaku.

"Ih, New, mah. Jangan tega gitu dong. Pacarmu ini udah jauh-jauh ngehampirin ke kelasmu. Kamu nggak mau ngehargain sedikiiiit aja usahaku gitu? Capek loh, naik turun tangga." Aku masih berusaha membujuk.

Tak bermaksud berlebihan, tapi memang kelas 12 IPS berada di lantai dua, sementara 12 IPA--kelas New-- berada di lantai satu.

"Lebay."

"Jahat banget," ujarku. "Yaudah deh. Tau gitu, aku minta ajarin Juyeon aja."

Aku yang hendak beranjak dari bangku, seketika kembali terduduk. Sebab New langsung menarik tanganku.

Dalam hati aku tertawa puas, karena ucapanku yang membawa-bawa nama teman sekelasku itu berhasil membuat New terdistraksi.

"Mana yang belum dipahamin?" tanyanya, mengambil alih bukuku dan membacanya.

Dengan mengulum senyum, aku menunjuk sederet soal perhitungan yang merupakan salah satu latihan soal persiapan UTBK.

Walaupun aku dan New berbeda jurusan, tapi aku masih bisa belajar bersamanya untuk membahas soal-soal materi TPS --yang memang ada di kedua jurusan.

"Cara cepetnya, angkanya diganti aja sama angka yang mendekati berarti ini 23 jadi 22, trus penyebutnya 89 jadi 88. Nah yang lainnya juga sama. Trus udah deh, kan kalo gini bisa dibuletin jadi 1 per 4, trus ini ...."

Seolah mendapat pencerahan, aku langsung berseru senang dan memotong penjelasan New. "Oh, iya iya! Aku paham, aku paham!"

Dengan cepat kutuliskan hasil hitunganku dan menunjukkannya pada New. Laki-laki itu mengangguk tanda membenarkan.

"Soal gampang kayak gini kok nggak bisa?" ejek New.

Aku mendesis kesal. "Iya, iya. Yang pinter dari lahir mah beda."

Tak!

"Aww!"

New tiba-tiba memukulkan bolpoinnya ke dahiku, membuatku meringis.

"Kalo mau pinter itu ya usaha, belajar. Mana ada pinter yang instan?" ucap New.

"Ada tuh. Buktinya orang yang ada di sebelahku ini. Pinter dari lahir, nggak adil banget buat kaum otak rata-rata kayak aku."

Tak!

"Heh! Sakit tau! Kok aku dipukul lagi?!" seruku tak terima.

"Ya jangan nyalahin orang lain dong kalo mereka pinter. Kamu emangnya tau gimana mereka aslinya? Mereka tetep belajar, buat mempertahanin, bahkan nambah ilmu mereka yang bikin mereka makin pinter. Bukan malah males-malesan, dikit-dikit rebahan, nonton drama, film, ataupun ngelakuin berbagai kegiatan lain yang kurang bermanfaat."

Aku melengkungkan bibirku kebawah. Agak tertampar dengan pernyataan New yang diam-diam juga kusetujui itu.

"Nggak usah cemberut gitu. Aku tau kamu udah berusaha keras. Keluar dari zona nyaman juga butuh perjuangan, dan kamu keren karna berhasil ngelakuin itu."

New mengusap kepalaku pelan. Hal itu membuat perasaanku menjadi lebih baik.

Aku tersenyum dan menegakkan posisi dudukku. "Oke, mari kita lanjutkan perjuangan ini sampe selesai! Sampe kita bisa masuk ke universitas yang diimpikan!" ucapku mantap yang dibalas senyuman oleh New.

"AAMIIN!!"

Seruan dari bangku belakang membuatku dan New sontak menoleh.

Ternyata Changmin dan Kevin tersangkanya. Mereka tertawa keras. Sepertinya sejak tadi, dua teman New itu memang asik mencuri dengar percakapan kami.

"Ya ampun enak banget ya bisa berjuang bareng sama pacar," ujar Changmin penuh kesedihan yang dibuat-buat.

"Duh, jomblo can't relate!" celetuk Kevin.

"Kiw kiwww!"

"Asik asik jozz!"

"Temenmu pada kenapa sih?" ujarku sambil tertawa geli pada New.

"Mabok abis ulangan kimia paling." balasnya acuh tak acuh.

"Hei! Ini semua gara-gara anda ya! Giliran ulangan, langsung budek seketika!" seru Kevin tak terima.

"Iya, pelit banget! Padahal cuma nanya nomor satu sampe lima doang loh padahal!" tambah Changmin.

"SOALNYA AJA EMANG ADA LIMA! LO MARUK BANGET MINTA JAWABAN!" balas New ngegas.

Aku cuma bisa tertawa melihat Kevin dan Changmin yang langsung melipir kabur begitu disemprot oleh New.

"Udah-udah, jangan teriak begitu." ucapku masih tertawa.

"Ya abisnya mereka ngeselin." ujar New setelah menghela napasnya.

"Ayo ke kantin, teriak-teriak jadi pengen es krim." ajak New yang langsung kubalas dengan anggukan setuju.

"Let's gooo! Ditraktirin kan ini?" ucapku semangat.

Laki-laki itu memutar bola matanya malas. "Bukannya biasanya emang gitu?" tanyanya datar yang membuatku sontak tertawa.

"Uuu, makasih banyak pacar! Makin sayang deh sama ayang beb!"

"Diem atau nggak jadi kubeliin."









[ ✔ ]

















h-122 hari menuju utbk
ㅠㅠ

Imagine'zTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang