Taehyun pikir, masalah yang sedang ia alami akan baik-baik saja ke depannya. Namun faktanya, tidak seperti itu. Selain suara dentingan gelas pecah, ada kata lain yang Ayahnya ucapkan, "aku mau kita cerai!"
Tangannya memeluk lutut, meringkuk di sudut kamar. Pintunya dipastikan tertutup rapat, Taehyun sama sekali tidak ingin melihat, baru mendengar mereka mengadu suara saja rasanya sudah banjir air mata.
Kenapa mereka begitu kejam? Apa salahnya menyelesaikan masalah dengan baik tanpa kekerasan. Apakah orangtuaku tidak memikirkan aku? Anaknya sendiri? Taehyun tidak mengerti sama sekali akar masalah yang kedua orangtuanya perdebatkan.
Hatinya bergetar, ingin sekali rasanya mengakhiri hidup dengan cepat. Jika kedua orangtuanya berpisah, sama hal dengan salah satu dari mereka tiada. Taehyun tidak ingin seperti itu, cukup dirinya yang dituntut untuk nilai yang sempurna walau batinnya terpaksa, tetapi kehidupannya jangan dihancurkan juga.
Tidak semua orang mampu, tetapi Tuhan mengetahui jalan kehidupan manusia masing-masing.
Sekarang Taehyun tidak ingin dirumah, ia ingin ke tempat lain. Mengingat Jeon yang masih liburan, mungkin akan lebih baik jika ia pergi ke taman dan bertemu dengan Beomgyu. Taehyun bisa menumpahkan rasa sedihnya, sama halnya seperti yang pernah Beomgyu lakukan saat itu.
Lima jam lamanya Taehyun duduk di bangku taman. Tidak melihat sesosok lelaki yang ia tunggu-tunggu datang dan kemudian duduk di sampingnya. Rasanya Taehyun ingin menghubungi Beomgyu saat ini juga, tetapi ragu karena dirinya masih dalam posiai 'menyamar'. Sayangnya, Taehyun tidak memiliki nomor ganda di ponselnya, mau tidak mau ia harus menghubungi Beomgyu dengan nomor yang sama.
"Tapi, apakah tindakan ku benar? Jangan-jangan dia sedang sibuk," gumamnya. Taehyun mulai ragu ingin memberi pesan atau tidak, tapi kali ini ia sangat-sangat membutuhkan seseorang disisinya. Saat ini juga.
Beomgyu
Hyung|
Taehyun menghela napasnya. berkali-kali ia menatap ponsel dengan langit secara bergantian, tidak ada balasan dari Beomgyu. air mata sudah mengering, rasanya tidak bisa menangis lagi, pikiran buruk terlintas di otaknya. Apakah dia sedang balas dendam? Oh, bukannya aku pantas mendapatkan ini? Lagipula aku siapa? Kami hanya sebatas teman bukan?
Ya Tuhan, Taehyun mulai geram saat ini. Dirinya merasa bodoh, sekaligus dibodohi. Sudah hampir seminggu Beomgyu tidak ada kabar, Taehyun sendirian di kamarnya. Entah kemana kedua orang tuanya, sepertinya ia benar-benar bukan anak kandung mereka. Dengan begitu, Taehyun tidak makan selama seminggu, dirinya merasa sudah tidak kuat untuk melanjutkan hidup.
Apakah ini karma? Hukuman dari semuanya karena dirinya yang diam-diam ingin merebut seseorang yang sudah memiliki pasangan? Padahal itu baru rencana, belum benar-benar ia lakukan. Taehyun melempar ponselnya asal, tidak peduli jika ponselnya tidak bisa hidup kembali.
Di saat seperti ini, siapa yang ingin disalahkan? Disini hanya keinginan diri sendiri, Taehyun tidak menyangka kalau perasaannya sendiri bisa membunuh dirinya secara perlahan. Persetan dengan cinta atau hal-hal romantis, ia hanya ingin hidup normal. Ia hanya ingin disayang oleh seseorang, siapapun itu, untuk menggantikan rasa sayang kedua orangtuanya yang ia rasa tidak pernah dapat. Nilai sempurna juga tidak menentukan masa depan yang baik, kebahagiaan untuk dirinya itu yang terpenting.
Jujur, Taehyun menyesal. Sangat menyesal. Kalau dari awal ia peduli dengan keadaan rumah dan mau merubah hidupnya menjadi yang lebih baik, tidak jatuh hati dengan lelaki sialan seperti Choi Beomgyu. Mungkin hari-harinya akan seperti biasanya.
"Aku benci diriku!"
Tanpa ragu, Taehyun meninju kaca yang terdapat di lemarinya hingga pecah. Kemudian ia mengambil serpihan kaca yang terjatuh. Menusuk lengannya dalam-dalam. darah mulai mengalir perlahan, lalu Taehyun membuat garis tidak beraturan di lengannya.
Taehyun berteriak sekencang mungkin. Sakit, pedih, pilu, semua menjadi satu. Rasa cinta yang bertepuk sebelah tangan tumbuh diantara kehidupannya yang kelam, bagaikan duri yang menusuk dirinya sendiri. Ini bukan persoalan dirinya yang tidak pernah mendapatkan kebahagiaan, tetapi salah dirinya yang hanya diam.
Taehyun membuang kepingan kaca yang berlumuran darah dengan asal. Lantai kamarnya penuh dengan serpihan kaca dan yang benar saja, saat Taehyun melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, telapak kakinya terasa sakit, sepertinya ia menginjak serpihan kaca yang tajam.
Taehyun membersihkan luka lengannya di wastafel, membasuh mukanya sebentar, lalu melihat dirinya di kaca berukuran sedang yang menyatu dengan dinding. Dirinya terlihat semakin buruk. Apa yang telah ia lakukan sebelumnya memang tidak memperbaiki keadaan sama sekali.
Taehyun menghela nafasnya, mengambil antiseptik untuk mengobati luka yang berada di lengannya. Padahal Taehyun menyayat tangannya di bawah nadi, tetapi rasanya sangat nyeri dan juga perih.
"Aku benar-benar bodoh."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Virtual World
FanfictionSaat ini Taehyun jenuh dengan kesehariannya yang hanya belajar dan belajar. Rasanya ia ingin bebas, tidak terkekang dengan tumpukkan buku-buku yang setiap harinya harus ia baca. Teman dekatnya mengusulkan untuk dirinya memiliki pasangan. Namun itu n...