07. Rumah (2)

87 16 0
                                    

Happy Reading 🥀
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Kehangatan dalam keluarga tidak diukur dari ukuran luas rumahnya, tapi luasnya kebahagiaan yang menempati.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Dilain sisi Zara sudah berada di dalam mobil Sang Ayah. Ini memang sudah kebiasaan keluarga Zara, mau sesibuk apapun Sang Ayah ataupun Sang Mama pasti mereka menyempatkan menjemput anaknya.

Menjadi anak tunggal tidak membuat Zara selalu bergantung pada Orang tuanya. Ia selalu berusaha untuk mandiri. Tapi tetap Zara tidak sedikit pun kekurangan kasih sayang dari orang tuanya.

"Rara...Gimana sekolah kamu, suka?" tanya Sang Ayah. Rara adalah panggilan sayang dari Ayah dan Mamanya. Tidak ada yang memanggilnya dengan sebutan Rara kecuali kedua orang tuanya.

"Suka yah, temen-temennya pada ramah juga," cerita Zara.

Sang Ayah mendengarkan putrinya bercerita.
"Tau gak yah. Masa ada anak cewe sekelas sama Rara dia tuh cantik banget, kayaknya si dia bakal jadi primadona deh," lanjut Zara.

"Wihh pasti gak kalah cantik dong sama kamu, kapan-kapan kenalin sama Ayah dong," ucap Sang Ayah tapi tetap fokus mengemudikan mobil.

Zara tersenyum kecut.
"Susah yah kayaknya, "

"Loh kenapa emang? Dia jutek atau gimana?"

Zara menggeleng.
"Pertama liat dia sih anaknya friendly banget yah, tapi Rara buat dia kesel karna ganggu tidur dia. Rara juga ga sengaja yah buat dia kesel. Terus masa aku denger dia dijelekin sama siswa gitu di kelas, Rara jadi kesel kebawa deh sampe ketemu dia." ucapnya murung.

Pria yang sudah berkepala tiga bernama Athala zaika itu menoleh pada Sang putri yang terlihat murung. Ia segera menghentikan mobilnya pada sebuah kedai permen kapas yang ada di pinggir jalan.

Melepaskan seatbeltnya dan keluar dari mobil. Pria itu membeli sebuah permen kapas pink berbentuk beruang. Setelah membeli ia segera masuk kembali ke mobil. 

"Nanti coba Rara tanya Mama, pasti Mama punya solusi yang Rara butuhkan, Sementara tenangkan dengan permen kapas kesukaan Rara." ucap Ayah atha memberikan sebuah permen kapas beruang.

"Makasih Ayah Rara." ucap Zara tersenyum.

Ayah Atha ikut tersenyum saat melihat putri ya sudah tidak murung lagi. Jika kalian melihat Zara murung atau sedih, berilah dia permen kapas pink berbentuk beruang. Kalian akan langsung mendapat senyuman manis Zara Athalaxelin.

Memang sesederhana itu seorang Zara. Ayah Atha pun melanjutkan perjalanan ke rumah mereka.

*****

"Rara pulang!"

Seorang wanita yang sudah berkepala tiga tapi masih kelihatan sangat cantik itu menyambut putri ya didepan pintu rumah. Senyuman tidak lepas dari wajah cantiknya.

"Gimana hari sekolah Rara?" ucap mama xelina.

Sejenak Zara memeluk Mamanya itu sebentar. Mencari energi dari pelukan Sang Mama.
"Lumayan ma," ucap Zara agak lesu.

"Hei? Kenapa kedengarannya seperti tidak bersemangat? Apa terjadi sesuatu?" Pertanyaan beruntun Sang Mama membuat Zara mempererat pelukan itu.

Xelina atau biasa dipanggil Mama Lina menatap Sang Suami dengan tatapan bertanya. Sang Suami yang ditatap hanya tersenyum.

Mama Lina melepaskan pelukan.
"Sekarang Rara bersihkan tubuh, setelah itu baru ceritakan pada Mama,oke?" perintah Mama Lina.

Zara menganggukan kepalanya. Setelah itu segera melangkah menuju kamar. Melihat sang Putri sudah memasuki kamar, perhatian Xelina beralih pada Sang Suami.

"Apa terjadi sesuatu?" tanya Lina.

Atha mencium sejenak kening istri tercintanya itu. Kemudian menceritakan yang menjadi pikiran dari putri mereka. Setelah mendengarnya Xelina hanya tersenyum menanggapinya.

Ia kira adalah masalah tentang laki-laki, ternyata tentang teman barunya itu. Sungguh Zara sangat menggemaskan. Xelina mengangguk dan segera menuju kamar sang Putri.

*****

Didalam kamar ternyata Zara malah merebahkan diri pada tempat tidur. Menatap langit-langit kamar lalu menghela nafas. Ia hanya memikirkan bagaimana cara meminta maaf pada Naya.

Tok tok tok

"Sayang, mama masuk ya?"

"Masuk aja ma, gak di kunci."

Pintu terbuka menampakkan Mama Lina. Mama masuk kedalam dan duduk dipinggir tempat tidur. Menatap sejenak Putrinya yang sedang menatap langit-langit kamar.

Mengusap rambut Sang putri lembut.
"Jadi, apa yang menganggu pikiran Rara?"

Pertanyaan Mama Lina mengalihkan perhatian Zara. Zara segera terduduk disamping Sang Mama.
Setelah itu menceritakan apa yang membuat hatinya itu resah sedari tadi.

Mama Lina setia mendengarkan apa yang diceritakan oleh putrinya itu. Penasaran siapa teman yang bisa membuat putrinya menjadi seperti ini. Tidak biasanya.

"Gitu ma. Rara hanya ingin berteman dengan perempuan itu, tapi sepertinya Rara membuat dia kesal. Entah kenapa saat menatap matanya Rara seperti sudah mengenal dia sedari lama,"

Mama Lina termenung. Dia sadar akan sesuatu, jika kalian tau Mama Lina adalah dokter psikolog. Jadi ia bisa merasakan apa yang tengah dirasakan Sang Putri. Ini tentang ikatan batin seseorang.

sejenak Mama Lina menanggapi dengan senyuman.
"Jika begitu coba Rara dekati dia dengan perlahan, tidak ada emosi dan tidak ada rasa kesal. Yang ada hanya ketulusan ini," ucap Mama Lina menunjuk hati Sang putri.

"Dia pasti bisa merasakannya. Kalau Rara hanya ingin berteman dengan dia. Cukup dengan ketulusan yang Rara beri,"

"Tapi apa Mama bisa jelaskan arti dari tatapan perempuan itu yang membuat Rara seperti menemukan sesuatu yang hilang?"

"Bukan Mama yang harus menjelaskan. Tapi hati Rara sendiri yang harus menemukan jawaban dari semua pertanyaan Rara." ucap Mama Lina tersenyum.

Zara mengangguk. Kemudian memeluk Sang Mama.
"Makasih ma, Rara akan coba saran Mama."

"Sama-sama sayang. Dan kalau Rara sudah berteman dengan dia, ajak dia main kerumah. Mama penasaran siapa teman baru kamu itu yang buat kamu seperti ini. Mama kira kamu seperti ini karena laki-laki," kekeh Mama Lina.

"Ihhh Mama, Rara kan gak bisa kalo ada yang ga suka sama Rara karna kesalahan Rara sendiri," cemberut Zara.

"Udah sekarang kamu mandi, bau tau. Abis itu makan oke?"

"Oke."

Mama Lina segera beranjak dari kasur dan keluar dari kamar Zara. Sangat terlihat kehangatan dari keluarga Ayah Atha bukan? Mereka tidak membiarkan Zara kekurangan kasih sayang.

*****

Melihat Sang Mama sudah keluar Zara pun juga beranjak untuk membersihkan badannya. Ia juga memikirkan apa yang dikatakan Mamanya ada benar juga. Saat kita ingin bersosialisasi dengan teman. Yang harus kita libatkan hanya ketulusan.

Entah sedang sial saat bertemu dengan Naya, ia sedang dalam perasaan kesal karena siswi-siswi yang berbicara buruk tentang Naya.

Besok ia akan mencoba mendekati Naya. Masa bodoh dengan perkataan Naya yang menantangnya. Ia juga bersyukur bisa mendapat pencerahan dari Sang Mama.

"Mungkin tidak semua orang bisa merasakan kasih sayang yang kita dapat. Yang kita bisa lakukan hanya mensyukurinya." monolog Zara Athalaxelin.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Ra&Na
Bogor, 24 Desember 2021

Note.
Jangan lupa votment! Anyeong

Ra&NaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang