"Kalian tau rumah sakit terbengkalai itu, kan? Kemarin Ellen memberi informasi bahwa layar CCTV yang menampilkan salah satu ruangan di sana cukup aneh. Ia mencoba untuk memperbarui CCTV itu, tapi tetap sama. Layarnya sering meng-glitch. Misi berikutnya untuk tim 009 dan 010. Kalian sanggup?" tutur Pak Steve.
"Kami sanggup."
"Berangkat kesana setelah cuti kalian habis."
-----
Keenam remaja tengah berdiskusi untuk misi selanjutnya. Waktu cuti telah berakhir, mereka akan berangkat besok.
"Menurutku, manekin itu bisa jadi adalah robot yang dikendalikan." ucap Ningning.
"Kita simpan opini Ningning. Kak Giselle, apa disana ada yang jaga?" tanya Winter.
"Ada, dia orang kepercayaan Pak Steve. Pak Yeonjun menyetujui usulan Pak Steve jika orang tersebut yang menjaga rumah sakit itu."
"Namanya Mr. Luke." timpal Jay.
"Sudah jam 22.00, besok kita persiapkan semua peralatan lalu berangkat." Jake mengakhiri.
-----
"Waa, lebih besar dari yang kubayangkan." seru Ningning.
"Kalian benar-benar pemberani ya." puji seseorang.
"Mr. Luke?"
"Benar. Oh tunggu, sepertinya baru pertama kali aku melihatmu."
"Ah, namaku Winter, bergabung 2 bulan lalu."
"Nama yang cantik sepertimu." ujar Luke.
Hening.
"Ahaha, lupakan. Silahkan mulai misi kalian."
-----
Dua tim itu sudah berada di lobi rumah sakit. Benar-benar luas, tetapi kotor. Banyak juga kaca yang pecah. Baru lobi, lho. Sunghoon melihat-lihat meja kasir. Ia menemukan sebuah note. Hanya ada tulisan 'HELP' berwarna merah. Jay mencium kertas itu, lebih tepatnya mengendus. Dahinya mengernyit, lalu membiarkan Giselle dan yang lain mengendusnya juga.
"Amis." cicit Ningning.
"Apa ada orang yang tersesat di sini lalu menulis tulisan ini menggunakan darah dari kantong darah?" tanya Winter.
"Terlalu memaksa untuk berpikir positif." balas Jake.
Sunghoon memasukkan kertas tadi ke dalam plastik untuk barang bukti. Mereka lanjut menuju lantai 2. Listrik di rumah sakit ini masih berjalan, jadi, mereka menggunakan lift. Sampai.
Klik klik.
"Lho, lampunya rusak ya?" tanya Winter.
Lima detik setelah Winter mencoba menyalakan lampu, lampu itu berkedip dengan cepat. Membuat Winter benar-benar terkejut. Mereka mengecek kamar pasien satu-persatu. Aneh, di setiap kasur selalu ada bercak darah.
"Sial, apa ada pembunuhan di sini?" Jake frustasi.
"Hei, ada note." timpal Winter.
'Ada berlian di basement, tapi aku tidak tau kodenya. Buatlah sesuatu.'
"Jadi, benar-benar ada berlian di basement."
"Ada yang tau kodenya?" tanya Winter.
Semua menggeleng dan note disimpan. Hari menjelang senja, mereka masih saja berkeliling di lantai 2. Suasana semakin mencekam ketika Jake bilang ia melihat sesuatu. Benda mati yang bergerak. Jay menemukan sebuah ruangan. Terkunci, mereka harus menemukan sebuah kunci.
"Sebentar, jika begini terus, kita tak bisa menyelesaikan misi ini hingga fajar." ucap Giselle.
"Benar, kita harus berpencar. Seperti biasa." tambah Sunghoon.
Mereka membagi kelompok menjadi 3. Laki-laki dan perempuan. Jay dan Giselle berencana untuk mengecek taman. Sunghoon dan Ningning mencari kunci di lantai 2. Jake dan Winter akan pergi menuju lantai 3.
-----
"Apa pembagian kelompoknya selalu seperti ini?" tanya Winter.
"Keberatan?"
"Tidak, maksudku, kau selalu sendiri sebelum ada aku ya?"
"Mau bagaimana lagi. Sebenarnya, ada 1 anggota sebelum kau datang di tim Kak Giselle, tapi dia keluar karena trauma."
"Trauma kenapa?"
"Diamlah, kenapa jadi sesi wawancara begini."
Winter langsung terdiam. Ia memajukan bibirnya. Lagipula, mereka kan masih di dalam lift. Apa salahnya mengobrol sedikit.
Lampu lift mati.
"Jake?"
"Hm?"
Keduanya sama-sama terkejut. Pintu lift mulai terbuka. Belum sepenuhnya terbuka, Jake menutupnya lagi dengan cepat.
"Shit." umpatnya.
"Perlu kita ajak yang lain?"
"Tidak, tunggu di sini sampai 'dia' menghilang."
Tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
Shooters
Acción"Ck, apa yang bisa dilakukan gadis kecil sepertimu?" "Lihat saja nanti, kau akan berhutang nyawa padaku, Jake."