Fotografer

34 8 0
                                    

01 Januari 2022
dothyypie

Shim Jaeyoon (Jake)
OC » Bae Bomi

⌗⌗⌗

Bomi tengah berkutat dengan kameranya di antara sibuknya tim produksi menyiapkan segala sesuatu untuk melakukan pengambilan foto. Entah kebetulan yang menguntungkan atau tidak, model foto hari ini sedikit agak terlambat dan membuat Bomi bisa sedikit menyiapkan diri sekaligus peralatannya.

Di tengah-tengah salju yang berjatuhan, itu wajar jika sang model telat, ditambah jalanan macet di luar sana.

Orang bilang, model yang ini sangat susah dipotret, tapi jika Bomi fotografernya, mustahil kata susah itu masih ikut.

"Bomi, modelnya sudah datang." Seseorang datang menghampiri, membuat dirinya mengangguk dan segera mengalungkan kamera di tangannya agar menggantung di leher.

Bomi sudah siap, berjalan ke arah tempat pemotretan dan segera bertegur sama dengan sang model.

"Halo, aku Jake, senang bisa bertemu."

"Halo, Bae Bomi."

Selang beberapa saat, Jake diatur posisi tidurnya sedemikian rupa, sedangkan Bomi duduk di atas kursi  yang berada di antara tubuh Jake. Susah memang, tapi ia harus profesional dan membuat hasil pemotretan ini sebagus mungkin.

Produser bilang, temanya kali ini adalah musim dingin, dengan visualisasi pria berbaring di atas genangan salju. Tenang, yang menjadi tempat Jake berbaring hanya sebuah gambar 3 dimensi, bukan salju sungguhan.

"Satu ... dua ...."

Ckrekk

Satu foto diambil, Bomu menjauhkan matanya dari kamera dan memastikan bahwa fotonya terlihat bagus. Ada sedikit yang kurang mengenakan, pantulan cahaya yang membuat wajah Jake tertutup, juga mata Jake yang tertutup menjadi seperti tertidur.

"Tolong ubah arah kepalanya, buka matanya, ya." Bomi berujar demikian, Jake menurut dan segera melakukan perintahnya.

Foto-foto yang ia tangkap akhirnya bagus, tidak salah lagi kalau Bomi memang fotografer yang cukup handal. Siapa yang bilang Jake susah untuk difoto? Faktanya, lelaki itu menurut dan mengerti apa yang Bomi mau.

"Sekarang, setelah aku menghitung sampai 3, coba gunakan ekspresi bahagia, oke?"

"Okay."

Bomi menyiapkan kameranya dan mulai menghitung, "Satu ... dua ...."

Ia malah terdiam, membuat Jake yang sudah mengatur ekspresinya mendadak linglung dan sedikit mengerutkan kening. Apa ada yang salah? Ekspresinya kurang atau bagaimana?

"Bomi?"

"Ah, maaf-maaf!" Bomi menggeleng cepat. Apa-apaan itu tadi? Jantungnya mendadak berpacu dengan kecepatan kuda, senyum Jake malah membuat matanya ingin terpejam. Satu kata—atau mungkin 2—, sangat tampan.

"Sebentar." Bomi kembali memfokuskan dirinya, kembali menghitung dan mengambil beberapa foto.

"Bomi, coba zoom kameranya." Seorang lelaki yang berada di belakang Bomi berujar demikian. Awalnya Bomi ragu, tapi kemudian ia memberanikan diri untuk mendekatkan tangkapan kameranya pada wajah Jake.

"Jake, buat ekspresi menarik, gigit bibirmu dan kedipkan satu mata."

What the f—?!

Produser satu ini sepertinya ingin membuat Bomi segera mengakhiri hidupnya. Untuk pertama kali, jantung Bomi berpacu sangat cepat di saat pemotretan, biasanya tidak.

"Satu take dengan ekspresi yang saya anjurkan, kalau sudah bagus baru kita istirahat."

Bohong kalau hanya satu saja langsung memuaskan, Bomi tidak kuat, sungguh. Mata Jake saat ini malah membuat tatapannya terpaku, fokusnya teralihkan dan tubuhnya hampir limbung. Tidak biasanya seperti ini, tapi ia suka dengan perasaan yang ia rasakan sekarang.

Beberapa foto diambil, sampai akhirnya satu foto sempurna menyelamatkan jantung Bomi.

Semua oknum di sana membubarkan diri, menyambut datangnya waktu istirahat. Bomi sendiri memilih untuk memastikan kembali foto-foto yang ia ambil, siapa tahu harus ada yang take ulang.

"Kopi."

Terkejut, Bomi segera mengangkat kepalanya. Di depannya berdiri sang model, Jake yang tengah menyodorkan segelas kopi yang masih berasap pada Bomi.

"Terima kasih," ujar Bomi sambil tersenyum kecil.

Tidak disangka, lelaki itu malah duduk di sebelah Bomi dan menikmati kopi lain di tangannya dengan santai. Berbeda dengan Jake yang terlihat tenang-tenang saja, Bomi mengemas kameranya dan meniup segelas kopi di tangannya dengan kikuk.

"Ayahku bilang ...." Jake mendadak membuka suaranya, membuat Bomi menoleh dan mendapati wajah lelaki itu masih menatap lurus ke depan.

"... model dan fotografer harus berhubungan akrab." Akhirnya lelaki itu menoleh, "kebetulan aku dengar kita akan sering melakukan pekerjaan bersama." Jake tersenyum kecil dan kembali menatap ke arah tatapan yang sebelumnya.

"Jadi, bagaimana kalau kita bertemu di lain waktu untuk mengenal satu sama lain? Misalnya, malam ini sambil melihat maraknya kembang api?"


















END

⌗ Winter Psithurism ⟩Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang