31 Desember 2021
⌗schaitze⌗Shim Jaeyoon (Jake)
OC » Seiza Nam
⌗⌗⌗
Obrolan mereka selalu dimulai dari sebuah pertanyaan dan pernyataan tanpa intensi. Sei sering berpikir bagaimana dia bisa jadi nenek-nenek di usia belia, melihat dari frekuensi keningnya berkerut cemas—berkerut heran, dan berkerut lainnya—kendati tujuh belas baru lewat sebulan. Jake terus-terusan berulah. Dia adalah pemuda itu, yang sering kali punya ide dalam membuka percakapan, melayangkan basa-basi—berkelakar, meskipun kekonyolannya membuat dia seolah benar-benar hilang akal. Tetangga, guru, atau teman-teman sekelas akan menganggap dia sinting (dalam artian menyenangkan).
Jake sangat aktif di sekolah, juga terlalu supel sampai kamu kehabisan jari untuk menghitung berapa banyak dia punya kenalan. Semua orang menjuluki Jake sebagai pembuat lelucon nomor satu dengan kelebihannya yang aneh. Namun tepat di peristiwa malam natal setahun silam, Sei menyadari bahwa Jake bukan sekadar si sinting yang kebetulan populer. Jake sakit jiwa, dan itu membuktikan hidupnya kerap bergulir di bawah kenestapaan.
Sei masih ingat percakapan pertama mereka, ketika Jake dan dirinya bersua di ruang detensi karena satu dan dua hal. Pemuda itu tidak tanggung-tangung bertanya, yang ketahuilah terlalu absurd untuk dipakai sebagai cara berkenalan. “Kamu sebut makhluk pemakan segala dengan apa?” katanya hari itu, penuh percaya diri.
“Omnivor?”
“Betul. Aku omnivor.”
“Oh, ya? Aku juga.”
“Serius sedikit, dong,” pinta Jake dengan nada sebal. Kala itu Sei makin tidak paham. Siapa menyuruh siapa untuk serius? Namun alih-alih berhenti bicara omong kosong, Jake melanjutkan, “Aku omnivor.” Penuh penekanan. “Ya, walaupun tidak sesederhana yang orang pikirkan, sih.”
“Kanibal maksudmu?”
“Bukan, Bodoh.”
Sei tidak tahu bagaimana harus menghadapi Jake Sim, pemuda blasteran konyol penggemar sweter rajut yang suka bicara omong kosong dan melempar pertanyaan-pertanyaan aneh. Tingkahnya tidak pernah setampan wajahnya; kalimat dari bibirnya tidak pernah setajam hidung mancungnya. Cuma satu hal yang terlalu terlambat untuk Sei ketahui; perihal hidup Jake yang selalu setemaram kota di ujung petang.
Di ruang detensi tersebut, sambil menunggu seorang guru kembali dengan surat pernyataan, Jake meminta kembali, “Lihat ini,” ujarnya. Jadi Sei memerhatikan, menyaksikan bagaimana pemuda itu menggigiti isi pensil lantas menelannya sampai habis. Wah, dia gila, adalah satu dari banyak kesan pertama buruk yang Sei simpan untuk Jake. Belum pernah gadis itu melihat seorang pemuda seusianya bertingkah lebih goblok dari Jake. Itu cukup untuk disebut sebagai pertemuan yang unik.
Hari-hari setelahnya, entah bagaimana, mereka jadi lebih sering bersama. Jake begitu ceria. Kilatan di matanya selalu sangat agresif dan menarik. Lama kelamaan, Sei bisa melihat bahwa pemuda itu kelewat istimewa untuk seorang gadis sederhana seperti dirinya. Percakapan tanpa arah dan pertanyaan retorik menjadi penghubung antara mereka. Sei pikir mereka terlalu mengenal satu sama lain, sampai suatu hari dia sadar kalau tidak ada yang pernah membahas tentang diri masing-masing. Jake membiarkan Sei tumbuh di sisinya tanpa curhatan-curhatan simpel—sedikit pun tidak. Sei juga membiarkan Jake mengaliri obrolan mereka dengan lelucon-lelucon gila, tanpa memasukkan hal-hal pribadi. Hubungan mereka tidak sejauh yang orang-orang bayangkan. Bukan sepasang kasih, bukan juga sahabat. Mereka hanya teman mengobrol. Teman biasa. Teman yang tidak seistimewa itu rupanya.
Sebulan, dua bulan, tiga bulan, Sei ingin mengenal Jake lebih jauh. Lebih lagi—lebih dari yang dia tahu bahwa Jake bisa makan apa pun. Pada sesekali kesempatan pertemuan mereka, Jake akan menunjukkan hal baru. Sei ingin mengetahui jauh dari perihal yang pemuda itu makan, tapi Jake tidak pernah melewati garis tersebut. Semua tentang memakan kertas, memakan tisu, memakan kapas, dan memakan lain-lain sudah cukup bagi Sei.
Di bulan ketiga pertemanan mereka, Sei akhirnya sadar kalau bahasa cinta Jake adalah makanan. Pemuda itu akan menyungging senyum—amat lebar—tiap kali mendapati susu pisang di mejanya tiap pagi. Dia juga akan berlarian ke kelas sebelah untuk mengunjungi Sei dan berteriak betapa bahagianya dia hanya untuk sebotol susu atau sepotong roti atau sekotak jus beri yang gadis itu letakkan. Sei dapat bernapas lebih ringan setelah itu karena Jake berhenti memakan yang aneh-aneh di hadapannya. Dia harap mereka bisa disebut sahabat suatu hari, sekalipun bahasan yang lebih pribadi belum pernah mengintip permukaan. Jake cuma sekali memuji betapa halus rambut Sei dan menanyakan bagaimana cara merawat wajah supaya tidak berminyak. Namun, Sei—gadis itu tidak berani menggali lebih dalam soal Jake dan latar belakangnya.
Sei jadi lebih sering mentraktir Jake makan siang karena was-was. Susu atau roti di pagi hari, lalu sepiring nasi di kantin tepat pukul dua belas berdenting. Terus, berputar-putar di lingkaran tersebut hingga Desember mencium kalender. Salju, malam natal, dan sebuah ketukan di depan pintu. Sei mengingatnya jelas. Kala itu bel di dekat pagar rumah dia bunyikan dan Jake melongok dari jendela di atas, di lantai dua. “Pergilah!” serunya. Sei pikir itu karena rumah Jake sedang ramai, dipenuhi kerabatnya (tidak seperti Seiza Nam dan rumahnya yang kosong). Namun Sei salah besar.
Sei tidak mengindahkan perkataan Jake. Dia justru memasuki rumah tersebut, memanggil teman sekolahnya seraya perlahan menyadari bahwa rumah itu sama sepi seperti rumah Sei.
“Apa yang kamu lakukan? Cepat pergi!” Jake muncul dari balik pintu di lantai dua. Sei menghampirinya, berlari kecil menaiki enam belas anak tangga.
“Di rumah sepi. Aku mau main di sini.”
“Ah, dongo! Kamu tahu alamat rumahku dari mana, sih?”
Mereka berbagi pandang. Sei berkedip lebih cepat. “Aku pernah menguntit sekali sepulang sekolah.”
“Duh.”
“Maaf,” ucap Sei, “tapi berhubung kamu juga kelihatan kesepian, bagaimana kalau menghabiskan malam ini bersama?”
Jake diam, lalu mendengar suara dari luar rumah dan membuka mulut, “Kita akan menghabiskan banyak malam bersama, tahu?” Kemudian dia tarik tangan Sei ke kamarnya, membuat gadis itu bersembunyi di dalam lemari. Beberapa waktu setelah kejadian itu akhirnya Sei tahu, apa yang menyebabkan Jake bisa makan apa pun.
END
KAMU SEDANG MEMBACA
⌗ Winter Psithurism ⟩
Short StoryMasa lalu tempat menata masa depan, menyambut kemenangan nyata di depan mata dengan meninggalkan kenangan yang kian rimpuh. ⟨ New Year Event by @HYPENGE ⟩ Since: 25.12.21 » 10.01.22 #1 in year - 05.01.22