Part 04

1.4K 83 20
                                    

Arfi menggenggam ponselnya erat seolah akan meremukkannya. Wajahnya dingin dan datar menatap kerlap kerlip lampu malam dari balkon kamarnya. Ternyata benar, dirinya dijebak malam itu. Menurut orang suruhannya, didalam orange jus yang diminumnya terdapat afrodisiak dalam dosis yang lumayan tinggi. Pantas saja yang terakhir ia ingat tubuhnya terasa panas dan aneh. Ada gelenyar-gelenyar aneh yang ia rasakan, kemudian setelah itu ia seperti melihat Friska disampingnya dan ia pun langsung menciuminya penuh gairah. Dan setelahnya, Arfi tidak begitu mengingatnya.

Arfi mengumpat, siapa yang sudah berani menaruh obat perangsang didalam minumannya. Ada yang sengaja ingin menjebaknya, tapi siapa?. Ia tahu jika rivalnya cukup banyak, tapi siapa yang sudah berani bermain-main dengannya dengan hal seperti itu. Sialan memang, siapapun itu, Arfi tidak akan melepaskannya. Kejadian itu menyebabkan kesalahan besar dalam hidupnya sehingga ia harus menikahi Selena dan meniggalkan Friska,wanita yang sangat ia cintai.

Arfi memejamkan matanya sesaat kemudian membuang nafas panjang. Ia tidak boleh terlihat seperti ini dihadapan Selena. Gadis itu akan sedih jika ia terlihat kesal dan marah. Bagaimanapun juga, Selena juga yang paling dirugikan dalam hal ini. Ia tidak perawan lagi, dan harus menikahi pria yang sudah seperti kakaknya sendiri. Arfi kasian sekali membayangkannya.

Arfi kemudian berbalik menuju kamarnya dan berniat mengganti jas nya dengan kaos oblong biasa, rasanya cukup gerah seharian ini ia menggunakan jas pengantin mewah ini. Dan juga, to tubuhnya cukup lelah dan meminta diistirahatkan. Ketika memasuki kamar, sejenak ia terpana oleh kehadiran Selena yang saat ini sudah mengganti gaun pengantinnya dengan piyama panjang motif Doraemon dan riasan diwajahnya juga sudah hilang. Selena tampak segar dan cantik. Ya Tuhaaaan, apa selama ini ia tidak sadar jika sebenarnya Selena cukup cantik. Hanya saja karena selalu diam dan kerap berdandan seadanya, ia terlihat masih seperti remaja saja, padahal usianya sudah dua puluh lima tahun. Hanya terpaut dua tahun dengannya.

Arfi berdehem sebentar kemudian berjalan menuju Selena yang saat ini tengah memandangnya sendu. Tatapan sehari-hari Selena pada semua orang. Ia duduk disampingnya kemudian mengelus rambutnya pelan.

"Tidurlah, kakak akan ganti baju dulu, nanti kakak temani. Atau kak Arfi tidur disofa saja kalau kamu nggak nyaman?" Selena langsung menggelengkan kepalanya mendengar pertanyaan Arfi. Tidur disofa padahal tempat tidur begitu luas, pasti tidak nyaman sekali. Mereka memang tidak akan melakukan hubungan suami-istri, tetapi bukan berarti harus tidur disofa kan.

Arfi tersenyum hangat melihatnya, kemudian ia mengelus pipi Selena dan mencium keningnya singkat.

"Baiklah, kakak akan tidur disini. Kakak ganti baju dulu, kamu bisa tidur lebih dulu." Selena mengangguk pelan kemudian merebahkan tubuhnya di ranjang sembari memeluk gulingnya. Arfi tersenyum hangat kemudian berdiri dan berjalan menuju kamar mandi untuk berganti baju.

*****
Setelah dua hari menginap di hotel berbintang dan menghabiskan waktu bersama, akhirnya Arfi dan Selena pulang kerumahnya. Rumah yang merupakan kado dari ibunya, Irina. Walaupun semua keluarganya menyukai Selena, ibunyalah yang paling antusias. Selama ini mereka memang telah mengenal Selena sejak kecil, dan ibunya itu begitu menyukai Selena yang polos dan penurut, berbeda dengan Deana yang walaupun terlihat penurut, terkadang masih membandel dengan larangan orang tua mereka. Walaupun ia melakukannya sembunyi-sembunyi, tidak berani secara langsung.

Arfi menggandeng tangan Selena menuju rumah mereka. Dua hari ini ia hanya makan tidur dan berbincang kecil dengan Selena. Mereka tidak berubah kecuali status secara hukum dan agama. Arfi tetap menganggap Selena adiknya, meski nanti Selena dinyatakan hamil. Arfi tidak mau menjadi penghalang Selena untuk mendapatkan kebahagiaannya. Jadi ketika nanti Selena menemukan pria yang tepat, Arfi bersedia melepaskannya.

Selena memandang takjub pada rumah mewah kado dari ibu mertuanya itu. Mama Irina memang begitu menyayanginya sejak kecil, bahkan sampai ia dewasa. Terlebih, kini ia menjadi menantunya, Mama Irina terlihat semakin menyayanginya.

"Ayo kita kekamar utama." Ajak Arfi sembari tetap menuntun tangan Selena untuk mengikutinya. Setelah sampai pada kamar bernuansa gold dan berkali-kali lipat lebih luas dari kamarnya itu, ia terpana sejenak. Kamar ini benar-benar bak istana.

Selena memang kurang suka sesuatu yang berlebihan, makanya ia hanya meminta Papanya untuk menyediakan kamar yang sederhana ditambah ruangan khusus melukis. Ia memang sedari kecil suka melukis, dan sekarang pula pekerjaannya adalah seorang pelukis, meski itu hanya sekedar pekerjaan sambilan karena Papanya melarangnya bekerja terlalu keras.

"Itu ruangan melukismu, Mama sudah menyiapkannya." Perkataan Arfi membuyarkan lamunan Selena. Ia menoleh dan mendapati Arfi tersenyum hangat padanya. Selena hanya menurut saat Arfi mengajaknya keruangan melukis itu dan ia mendapati ruangan itu sangat bagus melebihi miliknya dirumah. Alat melukis sudah lengkap ditambah jendela kaca besar diberbagai sudut hingga Selena bisa menemukan inspirasi melukis dengan mudah.

"Kak, terima kasih." Perkataan lirih Selena membuat Arfi menoleh seketika. Ia kemudian tersenyum pada Selena yang menatapnya berkaca-kaca.

"Tidak perlu berterima kasih. Apapun yang kakak lakukan sekarang tidak sebanding dengan telah kakak renggut darimu. Jadi sebagai permintaan maaf, kakak berjanji akan selalu mendukungmu apapun yang kau lakukan. Kakak akan jadi orang pertama yang percaya padamu ketika seluruh dunia meragukanmu. Kakak sangat menyayangimu."

Perkataan Arfi membuat Selena menangis seketika. Arfi yang melihat itu segera memeluk Selena, menyandarkan gadis rapuh itu kedalam pelukannya yang nyaman.

PDF Obsession sudah ready ya dears. Harganya 40k

Yang nunggu di play book kemungkinan masih lama ya, soalnya aku pikir-pikir juga mau nerbitin disana.

Obsession (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang