Furi memperhatikan Lana yang sedang makan di hadapannya dengan perasaan senang sekaligus tak percaya. Dengan segala kemewahan yang ada di rumahnya, Lana pasti sudah terbiasa makan dengan menu lengkap dan bergizi, tapi saat ini gadis itu hanya makan nasi putih dingin dengan lauk tahu goreng dan sambel orek. Hal itu membuat Furi semakin mengagumi gadis itu karena meski berasal dari keluarga berada, Lana sama sekali tidak risih atau menunjukkan reaksi tidak suka ketika berada di rumahnya yang bahkan tak bisa dibandingkan dengan gudang di rumah Lana.
"Enak," ujar Lana sambil menyengir ke arah Furi. "Kamu beneran nggak mau makan sekalian? Enak banget ini, sumpah."
Furi tersenyum sambil menggeleng. "Saya sudah makan, tadi," jawab Furi berbohong karena perutnya sendiri sebenarnya sudah melilit karena lapar. Sejak pagi dirinya belum makan, sementara makanan terakhir yang masuk ke perutnya hanya sepotong roti di pos PKJR malam kemarin.
Pagi tadi Furi hanya masak sedikit nasi yang hanya cukup untuk tiga kali makan ibunya dalam porsi kecil sekali-sejak sakit ibunya hanya makan sekitar dua sampai tiga suap nasi saja sekali makan-dan sekali makan untuk dirinya sendiri. Namun, tiba-tiba Lana datang. Gadis itu berada cukup lama di rumahnya setelah pulang sekolah dan belum makan.
Awalnya Furi hanya iseng saja menawari Lana makan karena menurutnya gadis itu tidak akan mau menerima tawarannya untuk makan makanan serba sederhana itu, tapi ternyata Lana langsung antusias begitu mengetahui dirinya memasak sendiri tahu dan sambel orek itu. Jadi, Furi pun akhirnya merelakan jatah makannya untuk Lana. Dia senang Lana menyukai masakannya dan makan dengan lahap. Setidaknya ada hal yang bisa ia beri untuk gadis itu, meski hanya sepiring nasi dingin, sepotong tahu goreng, dan sambel orek, sama sekali tak sebanding dengan jaket yang Lana paksakan untuk ia terima. "Mau tambah lagi?" Furi menawarkan sebagai bentuk basa-basi, padahal persediaan nasinya sendiri sudah habis, hanya tersisa kira-kira dua sendok saja untuk makan malam ibunya nanti.
"Kenyang," jawab Lana manja sambil mengusap perutnya. "Oiya, ini piring sama cobeknya harus ditaruh di mana?"
"Biar saya saja." Furi merapikan piring dan cobek bekas makan Lana dan membawanya ke dapur. Ia meletakkan piring dan cobek itu di bak cuci piring dan berniat untuk langsung mencucinya.
"Aku mau bantu." Lana yang mengekor di belakang Furi, merebut spon cuci piring di tangan Furi dan mendorong tubuh Furi yang berdiri di depan bak cuci piring dengan goyangan pinggangnya hingga lelaki itu pun akhirnya terpaksa menyingkir. Ia menjulurkan lidah ketika Furi mendelik ke arahnya untuk protes.
"Memangnya bisa?" Furi mengalah. Ia bersedekap untuk melihat cara Lana mencuci piring. Dan benar sesuai dugaannya, gadis itu belum pernah mencuci piring sama sekali karena dia terlihat bingung melihat spon di tangannya dan cucian piring di bak. "Biar saya saja."
"Nggak mau!" Lana menghindar ketika Furi akan merebut spon cuci piring di tangannya. "Aku mau bantuin." Ia menyembunyikan spon itu di belakang tubuhnya.
Alhasil Lana dan Furi pun saling berkejaran di dapur memperebutkan spon cuci piring yang sudah kumal itu. Tawa keduanya membahana hingga terdengar sampai kamar ibunda Furi yang menitikkan air mata ketika mendengarnya. Pasalnya sudah lama sekali dia tidak pernah lagi mendengar atau melihat tawa sang putra.
Sejak kematian suaminya empat tahun lalu, Furi terpaksa harus merelakan semua mimpinya karena harus menggantikan sang ayah banting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidup juga merawatnya yang mengalami kelumpuhan.
Setelah beberapa lama saling berkejaran tanpa ada yang mau mengalah, Furi akhirnya berhenti mengejar Lana tatkala melihat napas Lana sudah mulai tersengal. Dia berdiri diam, menunggu Lana lengah, kemudian bergerak cepat ke belakang tubuh gadis itu untuk merebut spon yang masih disembunyikan di belakang tubuhnya. Namun, Furi salah perhitungan. Reflek Lana cukup bagus hingga gadis itu bisa membaca gerakannya dan memutuskan untuk menghindar dengan cepat pula.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Manusia Biasa (Tamat)
RomanceCinta bisa datang pada siapa saja tanpa bisa memilih. Itu pula yang terjadi pada Lana dan Furi, dua insan manusia yang saling mencintai tanpa mempedulikan jurang perbedaan yang terbentang di antara keduanya. Sebagai putri tunggal dari pasangan penga...