8. Tamu Spesial

1.1K 148 7
                                    

"Mau banget."

Karen dan Yura melotot mendengar jawaban sahabat mereka itu. Bahkan, Karen menoleh ke belakang secara terang-terangan untuk memberi isyarat dengan mulut supaya Lana bisa lebih jaga image sedikit. Sementara itu, Yura mengirim pesan ke ponsel Lana, mengingatkan sahabatnya itu supaya lebih biaa mengendalikan diri karena cewek tidak seharusnya terlalu berterus terang seperti Lana dalam hubungan percintaan.

Akan tetapi, keduanya langsung terdiam ketika Furi justru tergelak sambil mengacak-acak dengan rambut Lana karena gemas bercampur geli oleh kelugasan Lana. Keduanya pun mulai berpikir, apa prinsip jual mahal dan terlalu tarik ulur terhadap cowok yang selama ini mereka terapkan itu salah?

Lana bertepuk tangan seperti anak kecil. Hatinya melambung gembira karena perasaannya pada Furi ternyata tidak bertepuk sebelah tangan. Dan akhirnya, untuk pertama kali dalam hidupnya, ia punya pacar. Dia pun memaksa Furi untuk merayakan hari jadi mereka yang pertama itu dengan makan bersama. Bukan makan malam di resto mewah atau kafe mahal, yang penting perayaan.

Furi terdiam sambil berpikir. "Saya-"

"Masak sudah jadian masih 'saya' sih, ngomongnya?" Lana memotong ucapan Furi dengan mulut mengerucut.

"Baiklah." Furi tersenyum geli melihat tingkah Lana. "Kita bisa merayakan hari bahagia ini, tapi tidak bisa hari ini juga karena aku sudah menunda banyak sekali pekerjaan agar bisa datang kemari."

"Kamu harus bertugas di Jurang Akhir?"

Furi menggeleng. "Tadi pagi aku sudah bertukar jaga dengan temanku supaya bisa segera kemari, tapi karena hal itu aku menunda memandikan Ibu, membersihkan rumah, dan memasak untuk Ibu."

Lana kemudian berteriak kegirangan sambil berkata jika dirinya ingin dirayakan dengan sambel orek dan tahu goreng saja di rumah Furi. Dia pun berkata pada teman-temannya jika mereka berdua harus ikut supaya Pak Diding tidak curiga karena meski hanya sekedar sopir pribadi, Pak Diding juga sudah jadi semacam CCTV papa Lana yang pastinya selalu mengawasi setiap pergerakan Lana untuk dilaporkan pada orang tuanya.

Karen dan Yura menolak karena tidak ingin merusak waktu Lana dan Furi. Dia mengusulkan untuk mengantar Lana ke tempat Furi, kemudian menjemputnya lagi ketiga sahabatnya itu sudah pulang.

"Sepertinya begitu lebih bagus," sahut Yura. Dia pun merasa tidak enak hati jika harus menganggu dua sejoli yang sedang dimabuk asmara itu.

Lana sendiri terlihat kecewa dan khawatir karena tadi memang dia izin pada Pak Diding untuk pulang bersama Karen dan Yura karena kedua temannya itu mau datang ke rumah. Hal itu tak luput dari perhatian Furi. Lelaki itu pun kemudian berkata dengan nada yang sangat santun supaya Karen dan Yura ikut datang. Dia berkata jika di samping rumahnya terdapat pondok bambu yang biasa digunakan untuk nongkrong anak-anak di kampungnya ketika malam hari. Mereka berdua bisa menunggu di sana jika tidak ingin masuk ke dalam rumah Furi yang kurang layak.

Karen pun meminta maaf pada Furi dan menjelaskan jika dirinya tidak ikut bukan karena merasa khawatir tidak nyaman di rumah Furi nantinya. Dia meyakinkan dengan sungguh-sungguh jika itu bukan alasannya. Dia hanya ingin memberikan ruang dan waktu pada Lana dan Furi. Namun, ketika Lana dan Furi terus meyakinkan jika mereka tidak akan menganggu sama sekali, Karen dan Yura pun akhirnya setuju untuk ikut.

"Terima kasih Karen, Yura," ucap Furi pada sahabat-sahabat Lana. Meski Lana belum mengenalkan secara resmi nama sahabat-sahabatnya itu, tapi dari obrolan mereka itu Furi langsung paham yang mana Karen dan Yura.

"Sama-sama, Kak." Yura tersipu mendapat perlakuan yang begitu sopan dari Furi, membuat Lana harus mendelik ke arahnya dengan raut mengancam.

"Ya sudah, berarti kalian mengikuti dari belakang saja, ya?" Furi bertanya.

Cinta Manusia Biasa (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang