7. Ujian Cinta

1.1K 178 18
                                    

Lana melemparkan ponselnya begitu saja ke atas tempat tidur, sementara matanya menatap Karen dan Yura bergantian dengan raut murung.

"Apa katanya?" Yura penasaran.

Lana menggeleng sambil menjatuhkan badannya ke atas tempat tidur dengan posisi telentang. Baru saja dia menelpon Robi untuk bertanya apakah Furi menunjukkan gelagat aneh, seperti bad mood atau marah-marah tak jelas, tapi Robi justru terbahak mendengarnya. Robi berkata jika Furi bukan tipikal orang yang suka meledak-ledak jika marah.

Lana menceritakan tentang uang yang ia berikan kepada Furi di Jurang Akhir dan bertanya bagaimana tanggapan Robi tentang hal itu. Robi pun menjawab jika bisa saja Furi sudah tahu jika itu Lana karena meski hanya seorang PKJR, Furi tergolong orang yang mempunyai pemikiran yang cerdas. Dia bisa memberikan solusi-solusi cerdik ketika ada masalah terjadi di Jurang Akhir yang bahkan tidak terpikirkan oleh siapa pun.

Robi pun memberi saran supaya Lana tidak terus berusaha untuk membantu Furi karena lelaki itu tidak akan suka, bahkan marah jika sampai tahu. Dia meminta Lana untuk percaya saja pada Furi, dia pasti bisa mengatasi segala permasalahan dalam hidupnya.

"Robi mempunyai tebakan yang sama denganku, ya?" Karen menebak dengan tepat dan hal itu membuat Lana semakin merasa buruk. "Jika memang benar begitu, menurutku sebaiknya kamu coba buat percaya saja sama dia. Biarkan dia berjuang sesuai dengan apa yang dia anggap itu baik dan benar."

"Aku hanya ingin memastikan dia baik-baik saja, Ren," desah Lana.

"Aku tahu, tapi sepertinya dia bukan orang yang suka menadahkan tangan, bukan? Jadi, kalau kamu memang benar suka sama dia, hargai prinsipnya."

"Aku menghargai prinsipnya, tapi apa salah jika aku ingin membantu?" Lana bangkit dan duduk di tepi tempat tidur, matanya membara menatap Karen dan Yura yang bergelung di sofa kamarnya.

Yura yang sejak tadi hanya menyimak pun akhirnya memberikan tanggapannya. Dia mendukung pendapat Karen. "Ini yang di takutkan jika kalian sampai menjalin hubungan yang lebih dekat. Kamu ingin terus ikut campur ke dalam urusannya."

"Ikut campur?" Lana tertohok mendengar ucapan sahabatnya itu.

"Yah, terima atau tidak, memang kenyataannya kepedulianmu padanya akhirnya melukai prinsip hidupnya. Makanya dia membuat kesepakatan ini denganmu, dia ingin melihat bagaimana cara kamu menyikapi perbedaan mencolok di antara kalian ini. Kalau kamu tidak bisa menghargai dan menerima dia seperti apa adanya dirinya, mungkin satu bulan lagi dia akan memutuskan untuk tidak lagi dekat denganmu. Itu tidak akan terlalu menyakiti kalian berdua karena memang belum ada kepastian hubungan dan status, daripada harus putus setelah terlanjur dekat. Itu lebih menyakitkan."

Karen menganggukkan kepala mendengar penjelasan Yura. Dahinya berkerut memikirkan sikap Furi yang menurutnya langka. "Dia smart dan penuh perhitungan, ya?"

"Cowok memang seharusnya begitu. Tidak seperti Bara yang egois!" Yura mendesah mengingat pacarnya sendiri yang sering ribut dengannya.

"Halah, egois gitu juga kamu tetep cinta." Karen memukul Yura dengan bantal, sengaja menggoda Yura untuk memberi waktu Lana berpikir. Dia tahu jika Lana masih belum memiliki banyak pengalaman tentang hubungan asmara karena memang Lana tidak pernah pacaran satu kali pun. Selama tiga tahun belakangan mereka sering bercanda seolah-olah Lana tergila-gila pada Yudha, tapi Karen tahu jika itu bukan cinta.

Lana tidak memperhatikan dua sahabatnya yang sedang perang bantal. Dia merenungi ucapan Karen, Yura, dan Robi. Egonya masih berpendapat jika apa yang ia lakukan untuk Furi adalah benar, tapi mengapa orang lain memandangnya berbeda? Jika memang dirinya harus benar-benar menjauh dari Furi selama satu bulan ke depan, sama sekali tidak ada komunikasi, sanggupkah ia?

Cinta Manusia Biasa (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang