9. Terkejut

1K 166 23
                                    

Yura memerhatikan bagaimana cara Furi memperlakukan Lana dan dia pun merasa iri. Secara fisik memang Furi tidaklah setampan Bara yang selalu tampil keren dan menawan, tapi selama menjadi pacar Bara, dirinya jarang sekali mendapat perlakuan yang spesial dari cowok itu.

Furi memegang rambut Lana yang terurai ketika gadis itu makan karena karet kucirnya tertinggal di mobil. Dia melakukan itu dimulai saat Lana makan sampai selesai. Selama Lana makan Furi tidak melepaskan pandangannya sedetik pun dari Lana. Sesekali dia akan bertanya apa Lana ingin tambah sesuatu. Perhatian-perhatian kecil itu membuat Yura merasa iri, tapi dia ikut bahagia melihat Lana bisa mendapatkan sosok yang bisa memperhatikannya dengan baik. Kemudian, saat Yura masih terus memerhatikan Lana dan Furi, dia dikejutkan oleh teriakan Karen.

"Da paan, sih? Ngagetin aja," ujar Yura sewot.

"Cepetan buka wa kalian, ya!"

Lana yang semula sibuk makan akhirnya menoleh dan bertanya apa yang terjadi pada Karen dan ketika sahabatnya itu hanya menjawab supaya dia mengecek pesan masuk di wa, dia pun meraih ponsel di samping tempat duduknya dan mengecek pesan yang masuk. Ternyata itu adalah pesan dari guru sains mereka yang meminta supaya tugas tentang anatomi tubuh tadi dikumpulkan hari itu juga paling lambat jam lima sore nanti.

Tentu saja hal itu membuat Lana ikut syok seperti Karen karena memang dirinya belum selesai mengerjakan tugas itu. Tadi pagi guru sains mereka izin tidak mengajar dan hanya menitipkan tugas melalui guru piket saja. Lana dan teman-temannya mengira jika tugas itu akan dibahas esok hari ketika ada mapel sains, tapi ternyata mereka salah.

"Ihh, nyebelin banget, sih!" Yura berkomentar dengan ekspresi kesal yang tergambar nyata di wajahnya yang hanya dijawab dengan anggukan kepala oleh Lana dan Karen.

"Satu setengah jam lagi?" Lana meringis. "Mana sempat?"

Furi yang melihat tiga gadis di hadapannya itu panik pun bertanya apa yang terjadi. Lana tidak menjawab, tapi dia memberikan ponselnya untuk menunjukkan pesan yang baru saja masuk di grup sekolahnya.

"Ngumpulin tugas tadi pagi? Di mana masalahnya?"

"Di mana masalahnya?" Yura mengulang pertanyaan Furi dengan ekspresi dan nada seolah-olah Furi sudah gila. "Kami semua belum selesai!"

"Ohh." Furi tersenyum maklum. "Masih ada waktu, kan? Kalau begitu cepat kerjakan saja."

"Di sini?" Kali ini Karen yang memasang wajah seolah-olah Furi sudah sinting, tapi kemudian dia menjelaskan maksud dari ucapannya karena khawatir Furi salah paham dan mengira jika dirinya menghina rumah pemuda itu. "Maaf, bukan bermaksud apa-apa, tadinya kami pikir untuk meminta bantuan guru les kami untuk mengerjakan tugas itu karena memang belum dijelaskan oleh guru kami di sekolah, tapi sepertinya tidak akan sempat lagi."

"Aku coba kerjain aja, deh, sekarang sebisanya daripada nilai kosong. Bisa-bisa Mama nambahin jadwal lesku nanti." Lana pun bangkit dari duduknya. Sebelah tangannya masih memegang piring yang masih ada sisa beberapa suap lagi.

"Habiskan dulu makannya." Furi menahan pergelangan tangan Lana. Dia memang sedikit sensitif dengan orang yang seenaknya membuang-buang makanan atau menyisakan makanan di piringnya karena tahu betul bagaimana rasanya kelaparan dan kesulitan mencari sesuap nasi.

"Nanti aku bantuin," ujarnya menambahkan ketika melihat lana sudah siap protes dengan raut hampir menangis.

"Kata Mama, aku harus bisa masuk kedokteran lewat jalur khusus. Jadi untuk menjaga nilai-nilaiku supaya tetap bagus, aku tidak bisa melewatkan satu tugas pun di sekolah."

Furi menangguk sambil berkata bahwa dirinya mengerti, tapi dia tetap meminta Lana untuk melanjutkan makan dan berjanji jika semua akan baik-baik saja.

Lana menuruti Furi. Dia tetap menghabiskan sisa makanannya, meski selera makannya sudah sirna. Guru sainsnya di sekolah terkenal sebagai guru yang tegas dan taat aturan. Jika beliau sudah berkata nilai akan dikosongkan, maka itulah yang akan terjadi.

Cinta Manusia Biasa (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang