6. Jujur

1.1K 170 8
                                    

Lana menegakkan badan ketika mendengar suara peluit pengatur jalan di Jurang Akhir terdengar. Dia tahu jika itu adalah Furi karena Robi sudah memberi informasi padanya tadi.

Menurut Robi, malam ini Furi meminta jatah tambahan untuk berjaga karena sangat membutuhkan uang tambahan. Gaji Furi bulan ini sudah digunakan untuk biaya berobat ibunya, sementara persediaan bahan makanan di rumahnya sudah habis.

Sejak kemarin perut Furi belum terisi makanan sama sekali. Makanan terakhir yang ia makan qhanya sepotong roti yang ada di pos dua hari yang lalu. Hal itu tentu saja membuat Lana merasa sedih sekaligus menyesal karena dia akhirnya tahu bahwa apa yang dia makan di rumah lelaki itu kemarin rupanya adalah jatah makan Furi hari itu.

Setelah mengantar papanya kembali ke bandara, Lana langsung pulang meski papanya berkata bahwa dirinya bisa menginap di kamar yang sudah mereka pesan. Namun, Lana memilih untuk langsung pulang meski hari sudah larut dan tubuhnya pun lelah. Ia sudah tak sabar ingin melihat Furi, meski hanya sekilas saja—setidaknya untuk pengobat rindu—sekalian memberi sedikit rezeki untuk lelaki itu.

Suasana jalanan di Jurang Akhir malam itu tidak terlalu padat hingga dalam waktu singkat mobil yang Lana tumpangi pun sudah hampir sampai di tanjakan. Lana membuka kaca jendela mobil sedikit, hanya cukup untuk mengulurkan tangan keluar untuk memberi uang kepada PKJR yang bertugas saat itu, yaitu Furi. Dia sengaja tidak ingin menampakkan diri karena khawatir Furi akan menolak pemberiannya itu.

Suara peluit terdengar semakin keras, itu artinya posisi Furi sudah tidak jauh lagi. Lana mengulurkan tangannya yang memegang uang keluar dari jendela. Biasanya para pengendara yang ingin memberikan uang kepada para PKJR hanya menjatuhkan uangnya begitu saja di jalan, tapi Lana tidak. Dia berkata kepada sopirnya untuk memelankan laju mobilnya dan dia sedikit menahan uang di tangannya sampai Furi menggapai uang itu.

Jantung Lana berdebar hebat ketika merasakan tangan Furi yang dingin bersentuhan dengan kulitnya. Air matanya tak bisa dibendung membayangkan dingin, lelah, dan lapar yang harus Furi tahan demi sesuap nasi. Ia pun kembali teringat dengan percakapannya dengan papanya saat makan malam tadi.

Dari obrolan singkat itu, Lana sudah tahu jika papanya tidak akan pernah bisa menerima Furi dengan kondisinya yang seperti itu. Papanya akan berpikir jika Furi tidak akan bisa memenuhi segala kebutuhannya, sementara untuk mencari makan saja dia masih kesulitan. Tadi papanya juga berkata jika hidup harus realistis, segala sesuatunya pasti membutuhkan materi, atau jika tidak, Lana akan terjebak dalam penderitaan dan penyesalan. Lalu, apakah Lana siap untuk menderita bersama Furi?

Segala kegelisahan atas pernyataan papanya tidak bisa serta merta hilang begitu saja. Ada rasa sakit dalam dadanya ketika menghubungkan keinginan sang papa dan rasa sukanya pada Furi. Begitu membingungkan dan membuatnya sedih.

Ketika mobil akhirnya berhenti di depan rumah, Lana turun tanpa mengatakan apa pun pada sopirnya. Ia langsung berlari ke kamar dan membanting tubuhnya ke atas tempat tidur.

Lana berbaring telentang menatap langit-langit kamarnya dengan satu kalimat dari papanya yang terus terngiang di kepala.

'Papa tidak mau putri semata wayang yang sudah Papa jaga dan rawat dengan baik sejak kecil harus hidup susah di kemudian hari.'

Ia terus berpikir, mencari solusi dan titik temu dari dua hal itu. Karena menurut pemikirannya, kekhawatiran papanya itu terlalu dibesar-besarkan. Bukankah yang menjalani itu semua adalah dirinya dan Furi? Otomatis yang merasakan bahagia atau tidaknya adalah dirinya dan Furi. Hingga Lana sampai pada kesimpulan untuk menguji dirinya sendiri, apakah dirinya mampu bertahan dengan hidup susah dan pas-pasan ataukah tidak.

Ya, jika ingin dekat dengan Furi dirinya harus siap dengan konsekuensi itu—beradaptasi dengan segala keterbatasan Furi—dan untuk tahu apakah dirinya mampu atau tidak, mulai saat ini ia akan membatasi uang jajannya setiap hari, tidak lagi meminta uang jajan tambahan, dan tidak belanja berlebihan.

Cinta Manusia Biasa (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang