21 - Glänzend

48 8 2
                                    

Petra disambut angin berhembus milik Gunter yang terbang di antara dahan pohon yang bergerak. Petra berbalik badan meminta izin pada Levi dan Eren, "Kalian duluan, nanti aku akan menyusul. Aku ada perlu sebentar".

Levi mengerti maksud Petra karena telinganya berdenging bunyi gemerincing bel, "Bocah, ayo cepat jalan!"

"Ba-baik" Eren memiringkan kepala masih belum mengerti karena ada perlu apa di tengah hutan seperti ini. Tapi menurut saja dengan Levi yang sekarang memimpin jalan.

Di rasa sudah tidak terlihat oleh Eren, Petra memanggil temannya, "Kemarilah". Oluo, Eld, dan Gunter terbang menghampirinya.

"Semalam kau tak menemui kita" ujar Oluo menyelidik.

"Kau membawa apa itu?" tanya Eld yang tidak menggubris perkataan Oluo.

"Ini selebaran yang akan ku berikan warga. Nanti aku menggunakan senandung pemanggil kupu-kupu dan lebah untuk menarik perhatian mereka"

Gunter nampak berpikir, "Idemu bagus, siapa yang menyarankanmu? Pemuda itu?" Gunter menunjuk pada Levi.

Petra mengangguk, "Siapa lagi kalau bukan dia"

"Untuk seukuran manusia, dia mudah paham dengan tugas yang kita miliki" Eld mengetahui kemampuan manusia biasanya akan terlihat bingung kebisaan elf.

"Katanya itu kelebihan" Petra mengucap dengan tersipu, mengingat wajah Levi saat itu.

"Hah? Kelebihan? Manusia terlalu suka takjub dengan hal-hal sepele yang selalu kita lakukan. Katakan padanya kalau itu tugas kita bukan dari-" lidah Oluo tergigit akibat biji pohon ek yang jatuh mengenai kepalanya. Oluo jadi beralih pada Gunter, "Itu pasti ulahmu kan?"

"Bukan. Beneran bukan memang waktunya terjatuh mengenai kepala seseorang yang cerewet dengan mantra yang kuberikan" Gunter tersenyum jahil.

"Apa katamu? Aku cerewet"

"Hey, hey, sudah. Kalian jangan bertengkar. Lain waktu kalian saja yang jadi manusia karena kalian terlalu berisik menjadi seorang elf" Eld menengahi malah ditatapi tajam oleh Oluo dan Gunter.

"Jadi manusia itu melelahkan tau. Harus mengerti karakter kebiasaan dan sifat manusia. Terlalu beragam"

"Yah, itulah tabiat. Sesuatu yang tidak pernah kita dapat. Bersabarlah Petra" Eld menguatkan temannya.

"Petra, segera kau menyusul mereka sebelum mereka bertambah jauh" Gunter mengingatkan.

"Ah, tenang saja aku hafal dengan hutan ini meski aku menjadi manusia"

"Ya, setidaknya laki-laki yang berambut coklat itu tidak penasaran apa yang dilakukan olehmu dengan ada perlu mendadak di dalam hutan. Alasanmu kurang bagus Petra" kritik Oluo yang ada benarnya sekarang.

"Ah iya betul, kalau begitu aku pergi dulu. Sampai jumpa" Petra melambaikan tangan dan temannya juga berhamburan terbang.

**

"Baiklah, kita berpencar disini Eren" pamit Petra di persimpangan yang mengarah pada pasar.

"Akan aku kabari tentang istana segera. Semoga berhasil dengan aspirasimu dan tersampaikan dengan baik, Petra. Aku berjanji bila tahta itu disematkan padaku, aku akan melindungi hutan, bagaimanapun caranya" Eren memegang kedua tangan Petra yang memegang selebaran.

"Terimakasih Eren, semoga kau berhasil juga" kepala Petra mendongak menatap mata Eren karena jarak tinggi badannya.

"Tch, sudah cepat pergi kau bocah!" Levi mendengus melihat pemandangan yang mengganggu di hadapannya.

"Baiklah, sampai jumpa Petra" Eren berlari menuju istana meninggalkan Petra dan Levi.

"Kita harus segera juga, Levi" Petra melangkah cepat menuju tengah pasar yang dipenuhi lalu lalang orang juga para penampil jalanan yang menunjukkan aksi.

Petra mendapatkan posisi yang tidak banyak dilihat orang karena saat ia berdiri ingin menyebarkan selebaran, beberapa orang merasa terganggu dan dengan keras mengusirnya, "Minggirlah, ini areaku" dan "Hei nona, kau tidak tau aturan ya. Barang daganganku kau tutupi bagaimana orang mau mendatangi hah. Pergi kau!"

Levi hanya sebagai pengamat di tempat berdirinya. Sebenarnya Petra kesal mengapa Levi hanya diam dan tidak membantunya. Tapi sudahlah, lebih baik ia tenangkan hatinya. Mengatur napasnya dan mulai mengatupkan kedua tangannya mulai bersenandung.

Senandung yang ia ubah liriknya dari pemanggil lebah dan kupu-kupu menjadi lirik yang ia rasakan. Saat melihat dua insan yang berciuman tadi pagi, mengguggah hatinya. 

Senandung untuk mereka yang menjalin dan membentuk sebuah cinta diantaranya. Petra menyanyikannya sepenuh hatinya.

Ich träumte von Lieb' um Liebe,
Von einen schönen Mann,
--Aku memimpikan sebuah cinta dengan cinta,
dari seorang pria tampan,

Nada soprano milik Petra yang merdu mengalun indah mampir ke semua indera pendengaran. Nada yang tak pernah didengar dari siapapun membuat semua perhatian orang tertuju pada Petra. Begitu pula dengan Levi yang terkesima.

Von Herzen und von Küssen,
Von Wonne und Seligkeit
--dari pelukan dan dari ciuman,
dari kebahagiaan dan suka cita.

Pipi Petra bersemu merah tatkala melihat banyak pasang mata yang tadinya acuh menjadi memerhatikan ia bersenandung. Petra melirik sebentar ke arah Levi, wajah Levi tergurat banyak arti yang tak ia mengerti. Matanya melebar dengan mulut sedikit terbuka. Mungkin kaget karena liriknya tidak sama seperti tadi malam ia nyanyikan padanya. Ya, aku baru saja menggantinya.

Und als die Hähne krähten,
Da ward mein Herze wach.
Nun sitz' ich hier alleine,
Und denke dem Traume nach.
--Dan ketika ayam berkokok,
hatiku mulai terbangun.
Kini aku duduk sendiri,
dan merenungi mimpiku.

Kian banyak orang mengerumuni Petra. Kali ini para penampil jalanan ikut berhenti bahkan orang yang lewat pun juga memandang ke arahnya. Pasar menjadi hening seketika. Petra memejamkan mata meresapi bagian liriknya.

Die Augen schliess' ich wieder,
Noch schlägt das Herz so warm.
Wann grünt ihr Blätter am Fenster? Wann halt' ich mein Liebchen im Arm?
--Aku memejamkan mata kembali,
hatiku masih berdetak begitu hangat.
Daun di jendela, kapankah kau menghijau?
Kapankah juga cintaku ini bisa aku dekap?

"Wann halt' ich mein Liebchen im Arm?", Petra membuka matanya perlahan, mengakhiri dari senandungnya. Mata dan mulut orang masih terbuka, baru tersadar senandungnya telah habis langsung bertepuk tangan dengan riuh. Petra tersenyum lebar dan membagikan selebaran yang ia buat semalaman kepada orang-orang yang melihatnya.

"Nyanyianmu sangat indah" saat Petra menghampiri seseorang untuk memberinya selebaran, malah dibalas dengan pujian. Berebut menyalami tangan Petra, ada juga yang memberikan setangkai bunga mawar karena menyukai penampilan singkatnya. Ada juga yang menawarkan untuk menampilkan di tempat teaternya. Petra sibuk membagikan selebaran dan memberitahu secara halus tentang penolakan penggusuran hutan pada orang-orang yang mengerumuninya.

Segaris senyum memandang dari kejauhan, mengungkap bahwa dia baru menemukan cahaya yang bersinar dan menghangatkan hatinya. Tanda bibit bunga di hatinya itu muncul.

The Wind at DawnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang