[ • s a m u d e r a p e r m a t a • ]
Didalam UKS Bagas dan Sanja tertawa mengingat kembali rencana licik mereka dan dengan gampangnya petugas PMR-pun percaya begitu saja.
Sanja tertawa sambil bertepuk tangan bersemangat, "wah gila banget gila acting lo keren."
Bagas juga sudah merubah posisnya semula tidur menjadi duduk saat petugas PMR sudah kembali ke Lapangan dan Nara keluar dari UKS untuk membeli teh hangat untuk Bagas.
"Gila lo, San." Ujar Bagas disela-sela tawanya.
Sanja masih saja tertawa "Gue ngakak banget liat komuk lo tadi." Please Sanja itu receh banget.
"Sialan lo." Ujar Bagas.
"Eh tapi tadi muka lo juga pucet makanya petugas PMR percaya."
"Masa, sih?." Tanya Bagas lalu mengambil HP mengarahkan layar ke arah mukanya.
"Anjir serius gue, Gas. Tapi lo beneran gapapa, kan?."
"Gue gapapa anjir." Bagas terkekeh lalu meninju pelan lengan Sanja.
Suara pintu berdecit mampu membuat Bagas dan Sanja mengalihkan perhatiannya. Nara muncul dari balik pintu dengan segelas teh hangat dan bubur.
Nara meletakkan gelas teh serta mangkok bubur di meja samping brankar. Nara menatap mereka berdua, begitu juga sebaliknya.
Nara mengerutkan alisnya bingung lalu menulis di note, "Kenapa kalian diem?."
Bagas dan Sanja saling pandang sesaat setelah membaca tulisan itu.
Sanja menggaruk tengkuknya canggung, "Ah, anu, itu, apa? Teh anget sama buburnya buat siapa, Ra?." Katakanlah Sanja bodoh, padahal dia yang meminta Nara untuk membelikan Teh hangat dan bubur untuk Bagas. Formalitas aja, sih, sebenernya.
Kaki Bagas yang menggantung menendang tulang kering Sanja membuat si pemilik mengaduh.
Bagas mengambil gelas teh hangat lalu meminumnya "makasih, Ra. Nanti uangnya gue ganti." Nara menggeleng lalu menulis di note "gak apa-apa, aku ikhlas."
Bagas membaca tulisan itu, "gapapa, buat jajanin adek-adek panti aja kalo gitu." Nara terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk.
Bagas menyengir kemudian mengulurkan tangannya ke arah Sanja.
Sanja mengerti apa yang akan terjadi selanjutnya, "nggak! nggak ada!."
"Ayolah, gue ganti, kok. Sekalian gue jajanin cilok depan bengkel mang Otoy, deh." Bagas merengek.
Tak mendapatkan respon dari Sanja Bagas pun teringat sesuatu "cilok mang Atuy, deal?."
"Ok. Deal!." Ngerayu Sanja itu termasuk gampang, sih, jajanin cilok mang Atuy langsung mau.
Kalau kata Sanja, "apapun itu yang penting cilok, apalagi cilok mang Atuy!."
Sanja mengeluarkan selembar uang seratus ribu dari dompetnya dan menyerahkan ke Bagas lalu Bagas menyerahkannya pada Nara.
Dari luar UKS seseorang tengah memperhatikan tiga manusia yang tengah berbincang didalam UKS, lebih tepatnya manusia yang tengah duduk di brankar.
"Kayaknya gapapa deh." Setelah mengatakan itu orang itu melenggang pergi.
Nara menyerahkan bubur yang masih hangat kepada Bagas. Bagas tersenyum.
"Nanti pulang bareng gue ya, Ra?." Tawar Bagas dan hanya dibalas anggukan oleh Nara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Samudera Permata
Teen Fiction[ Follow dulu yuk sebelum baca ] ❝Hidup itu sederhana, Gas. Kita yang membuatnya sulit.❞ - Narasi Putri Permata. ❝Aku akan selalu mencoba untuk mengubah kemalangan menjadi kesempatan, Ra.❞ - Bagaskara Samudera Pratama. ©Copy Right By Liayace started...