3. ditinggalkan (lagi)

45 17 44
                                    

.

Pagi yang amat cerah burung berkicauan, embun pagi yang masih ada didaunan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi yang amat cerah burung berkicauan, embun pagi yang masih ada didaunan. Ditemani dengan suara khas anak kecil yang merajuk tak mau di cium oleh neneknya. Ia mengaku sudah besar dan malu jika setiap pagi ketika ia akan berangkat ke sekolah harus ada acara cium dipipi terlebih dahulu.

"Nek, Handika malu sudah besar masa dicium terus pipinya oleh nenek"

"Tak apa nak, bagi nenek kau tetap anak kecil menggemaskan yang membuat nenek bertahan hingga saat ini"

"Ih nenek udah jangan cium terus"

"Handika sini, sekali saja nenek mencium pipi mu setelah itu kamu bisa pergi"

"Tak mau nek, Handika marah nih kalau nenek terus memaksa Handika untuk dicium pipinya"

"Ih Handika tingkahmu sangat menggemaskan, membuat nenek semakin ingin menciun pangeran cilik satu ini"

"Ih nenek, sudah Handika berangkat dulu takut kesiangan"

"Hati hati dijalan ya nak" Akhirnya nenek mengalah dan hanya mengusap lembut kepala Handika ketika ia berpamitan pada nya.

"Kalian lihat kan, betapa lucu dan menggemaskannya anak kalian. Handika tumbuh dengan baik bersama nenek. Aku pun tak perlu khawatir jika harus meninggalkan nya" Monolog sang Nenek yang masih menatap punggung Handika yang kian lama tak nampak itu. Ia berbicara pada angin seakan orang tua Handika hadir didepannya.

"Wah ada cilok kesukaan nenek

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Wah ada cilok kesukaan nenek. Dan kebetulan uang jajan ku masih cukup untuk membelikan makanan itu untuk nenek dirumah" Handika merasa senang ketika ia melihat penjual cilok kesukaan neneknya

Setelah ia membeli cilok itu. Ia segera bergegas kerumah sambil bersenandung kecil. Melompat kegirangan karena bisa berhasil membawa sebungkus makanan untuk nenek.

Namun ketika ia sudah semakin dekat dengan rumahnya. Terlihat banyak sekali orang berada dihalaman rumah tua tersebut. Dengan sedikit berdesak desakan Handika memaksakan diri masuk kedalam rumah.

Ada seorang tetangga langsung mendekatinya sambil memeluk Handika dengan erat.

"Handika harus sabar ya. Handika kuat dan handika hebat" Bisik tetangga itu ketelinga Handika

𝐓𝐮𝐫𝐛𝐮𝐥𝐞𝐧𝐜𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang